Salin Artikel

Kisah Pilu Nurlaela, Korban KDRT yang Jalani Kebutaan dengan Bayinya

BANGKA, KOMPAS.com - Nurlaela (34) masih terbaring di ranjang rumah sakit. Luka pada matanya sudah mengering. Bekas jahitan terlihat membentang di kelopak matanya itu.

Kedua bola matanya sudah tidak ada lagi. Kini Nurlaela buta permanen. Sementara luka pada bagian kepala dan tangan juga berangsur pulih.

Hanya tangan kanannya masih dibidai menggunakan papan. Tangan itu patah akibat hantaman benda tumpul.

"Makanan pasien masih berupa cairan," kata Dokter Spesialis Bedah Mulut RSUD Soekarno Bangka, Siti Deinar kepada Kompas.com di rumah sakit, Selasa (5/12/2023).

Siti menuturkan, luka robek juga ditemukan pada bagian mulut Nurlaela. Selain itu, rahang dan giginya patah.

"Dalam beberapa hari ini masih makanan cairan, baru kemudian makanan lunak," ujar Siti.

Luka pada bagian mulut, sambung Siti, masih tahap penyembuhan. Untuk membantu mengunyah makanan, Nurlaela kemungkinan akan dibuatkan rahang dan gigi tiruan.

"Saat ini pasien sudah bisa merespons dan mulai bicara, jadi kita masih tunggu sampai kondisinya benar-benar pulih dan bisa untuk pulang," ungkap Siti.

Nurlaela dirawat di ruang rawat inap Lantai 2 Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Soekarno Bangka.

Ia ditemani sang ayah Warnidi (55). Kemudian ada putrinya yang masih berusia 13 tahun dan anak bungsunya laki-laki masih bayi 9 bulan.

Nurlaela harus menjalani perawatan intensif karena dianiaya suaminya, Supri (49), di kediaman mereka di Desa Air Lintang, Tempilang, Bangka Barat. Nurlaela dinyatakan sebagai Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).

Aksi penganiayaan terjadi Minggu (26/11/2023) dini hari, diawali dengan cekcok masalah rumah tangga.

Pelaku yang tersulut emosi menganiaya korban menggunakan linggis.

Anak korban sekaligus anak tiri pelaku yang mengetahui kejadian itu langsung keluar rumah meminta pertolongan.

Sementara pelaku kabur menggunakan sepeda motor setelah mengemasi barang-barang pribadinya.

Pelaku yang sempat masuk daftar pencarian orang (DPO) akhirnya ditemukan di daerah Lubuk, Bangka Tengah.

Namun proses penangkapan pada Senin (4/12/2023) dini hari tak berjalan mulus. Pelaku berontak dan menghunus parang pada petugas.

Tiga kali tembakan peringatan dari petugas diabaikan. Hingga akhirnya polisi menembak pelaku dan mengenai bagian perut.

Pelaku kemudian dinyatakan tewas dengan luka tembak saat berada di Puskesmas setempat.

Kepala Bidang Humas Polda Bangka Belitung, Kombes Jojo Sutarjo mengatakan, tersangka penganiayaan berat (anirat) melakukan perlawanan dengan menggunakan sebilah parang.

"Mengayunkan parang tersebut secara membabi buta yang dinilai sudah mengancam keamanan dan keselamatan jiwa anggota kepolisian," kata Jojo di Mapolda Bangka Belitung, Senin siang.

Jojo menuturkan, penangkapan dilakukan tim gabungan Jatanras Polda dan Polsek, disaksikan warga dan ketua RT setempat.

"Peringatan sebanyak tiga kali, namun tidak dihiraukan oleh tersangka anirat tersebut yang masih mengayun-ayunkan parang," ujar Jojo.

"Kepolisian melakukan tindakan tegas dan terukur dengan melakukan tembakan ke arah tersangka dan mengenai bagian perut," tambah dia.

Sementara itu, orangtua korban, Warnidi menerima informasi kematian menantunya dari Kepolisian. 

"Antara senang dan sedih mendengarnya. Di satu sisi saya mau dia mendapatkan hukuman yang setimpal, bisa merasakan penderitaan yang dialami anak saya," ujar Warnidi yang sehari-hari bekerja sebagai nelayan.

"Yang saya tahu dia sudah diberi peringatan kemudian ditembak, sekarang sudah mati, ya sudahlah. Kalau masih hidup tentu harus dihukum berat," ujar Warnidi.

Saat kejadian penganiayaan, Warnidi mengaku sedang melaut mencari ikan. Tapi keluarga yang lain langsung mengetahui karena jarak rumah mereka hanya terpaut puluhan meter.

"Ketika saya pulang, anak pertama saya itu sudah luka-luka dan dibawa ke rumah sakit. Bola matanya seperti sudah keluar," beber Wardini.

Kini Wardini mengaku pasrah dengan nasib yang menimpa keluarganya. Ia berharap diberi kekuatan agar bisa menjaga putrinya yang tidak bisa lagi melihat sembari membesarkan kedua cucunya.

Wardini juga bersyukur karena biaya pengobatan ditanggung sepenuhnya oleh pemerintah.

https://regional.kompas.com/read/2023/12/05/135257678/kisah-pilu-nurlaela-korban-kdrt-yang-jalani-kebutaan-dengan-bayinya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke