Salin Artikel

Kurangi Sampah Wisatawan, Tempat Wisata Taman Safari Bogor Gunakan Belatung

BOGOR, KOMPAS.com - Taman Safari Indonesia (TSI), Bogor, Jawa Barat, memanfaatkan larva atau belatung (maggot) dari Black Soldier Fly (BSF/lalat tentara hitam) untuk membantu mengurangi volume sampah wisatawan.

Belatung atau yang biasa disebut maggot ini menjadi salah satu pengurai sampah organik atau sampah sisa makanan dari wisatawan.

Penanggung Jawab Integrated Waste Management (IWM) Taman Safari, Irwan Setia Budi mengatakan, budi daya maggot dari lalat hitam itu digunakan untuk menjawab permasalahan sampah di Bogor khususnya di tempat wisata.

"Tentunya sumber sampah dari TSI, ada di area wisatanya seperti hotel, resto dan itu banyak sampah organik dan anorganik dari pengunjung (wisatawan). Jadi, sampah itu disortir, dikelola di IWM, maggot inilah yang sebenarnya mengurai atau menghabiskan sampah yang organik. Kalau untuk anorganiknya itu kita kirim ke pabrik recycle, pihak ketiga," ujar Irwan, saat ditemui di lokasi, Sabtu (14/10/2023).

Belatung atau maggot ini dibudidayakan atas kerja sama dengan PT Green Prosa dari Banyumas, Jawa Tengah.

Dia mengatakan, bahwa sumber sampah dari wisatawan itu akan disortir untuk yang memiliki nilai ekonomi. Adapun proses penyortiran dilakukan secara manual oleh para petugas.

Sehingga, sampah organik dan anorganik yang diambil dalam keadaan masih tercampur akan dimasukkan ke mesin pemilah.

Setelah itu, mesin pemilah akan mengeluarkan bubur (sampah organik yang sudah digiling) untuk diurai oleh maggot atau belatung tersebut.

Menurutnya, sampah organik harus diolah dalam kondisi lembut atau menjadi bubur supaya bisa diurai lebih cepat.

Irwan menyebut, IWM mampu membiakkan 350 kg larva BSF fresh yang dapat mereduksi sampah organik berbentuk sampah makanan (SOD) hingga 1,7 ton perharinya terutama di hari libur akhir pekan.

"Nah, mesin ini nanti memisahkan sampah organik yang tercampur dengan plastik. Nanti sampah organiknya ke bawah dan anorganiknya jadi residu. Kita pakai penampungan selama satu hari dan kita lakukan proses pemberian makan maggot untuk mereduksi sampah organik ini (sampah makanan wisatawan)," ungkap dia.

Oleh karena itu, belatung tersebut sangat berjasa dalam mengurangi produksi sampah organik atau sampah makanan dari wisatawan.

Dia mengungkapkan, bahwa budi daya larva BSF ini hanya membutuhkan waktu dua pekan atau selama 14 untuk panen.

Maggot yang dikenal sebagai belatung ini mampu mengurangi sampah organik lebih cepat dibandingkan metode komposting.

"Untuk proses budidaya nya itu per boks kita hitung berdasarkan jumlah larva, jadi sekitar 30 ribu larva per box nya. Dalam 1 hari, dia bisa 4 sampai 10 kali lipat dari berat badannya dan dia urai sampah organik," ungkap dia.

Setelah 14 hari, maggot ini bisa dijadikan pakan ayam dan ikan untuk para peternak.

Tak hanya itu, ekstrak dari lalat BSF ini juga bermanfaat untuk minyak hingga kosmetik.

Irwan menyampaikan, bahwa larva BSF ini nantinya dijual kering karena memiliki nilai ekonomis hingga puluhan ribu.

Ia berharap, tempat tempat wisata di Bogor bisa meniru membudidayakan larva BSF untuk membantu mengurangi produksi sampah. Selain itu, bisa juga mendatangkan keuntungan.

"Kita jual kering karena kita ada kerja sama dengan pabrik sebagai bahan tepung, jadi kita jual di sini bukan berbentuk fresh (hidup) tapi dikeringkan. Dijadikan anproduk seperti tepung, minyak, pelet yang komoditanya di wilayah-wilayah peternakan, perikanan sebagai bahan pengganti protein ikan karena maggot di sini tuh setelah kita uji lab kadarnya protein nya di angka 54 persen. Makanya, bisa sebagai pakan pengganti tepung ikan," beber dia.

Komisaris dan Founder Taman Safari Indonesia (TSI), Tony Sumampau mengatakan, bahwa pihaknya akan terus mengembangkan IWM hingga tak ada lagi limbah industri wisata yang tersisa.

Ia mengatakan, ke depan akan melakukan inovasi lebih sehingga sampah anorganik bisa diolah sendiri menjadi sebuah karya yang bernilai ekonomis.

"Meskipun masih ada plastik yang kita harus press bawa keluar, itu tinggal membeli alat-alat pemotong untuk mencacah plastik dan nantinya akan digunakan untuk pembangunan bata dan lain sebagainya," kata Tony Sumampau.

Untuk merealisasikan semua itu, kata dia, dibutuhkan anggaran yang cukup besar, sehingga diperlukan dukungan dari berbagai pihak untuk mewujudkannya.

"Tapi, itu kan biaya lagi ya, investasi lagi, jadi dari situ kita dorong, kita butuh mengembangkan investasi. Doain 2030 kita jalan sesuai keinginan pemerintah," pungkas dia.

https://regional.kompas.com/read/2023/10/14/215354478/kurangi-sampah-wisatawan-tempat-wisata-taman-safari-bogor-gunakan-belatung

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke