Salin Artikel

Penjelasan Saksi dalam Sidang Kasus Guru Pukul Siswa di Sumbawa

Akbar dilaporkan orangtua siswa buntut pemukulan dan pendisiplinan karena siswa tak mau shalat.

Ratusan guru pendukung Akbar memadati ruang sidang yang dipimpin majelis hakim Oki Basuki pada pukul 13.30 Wita.

"Satu saksi masih usia anak, sidang kami gelar tertutup dulu," kata Oky.

"Silakan Bapak-bapak dan Ibu-ibu keluar," ujarnya.

Setelah sidang saksi anak selesai, majelis hakim menggelar sidang secara terbuka.

Juru Bicara Pengadilan Negeri Sumbawa, Saba'Aro Zendrato mengatakan sidang kali ini menghadirkan saksi yang meringankan terdakwa.

"Ada 4 saksi dihadirkan kali ini yaitu siswa dan guru di SMKN 1 Taliwang, Kasi Trantib Kantor Camat Kecamatan Taliwang, Kabupaten Sumbawa Barat dan saksi ahli pidana dan antropologi kriminal Dr Lahmuddin Zuhri," kata Saba'Aro.

Agenda sidang selanjutnya Rabu (18/10/2023) yaitu pembacaan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum.

Penasihat hukum terdakwa, Endra Syaifuddin dari LBH PGRI Sumbawa mengatakan, saksi dihadirkan adalah mereka yang melihat langsung peristiwa tersebut yaitu siswa SMKN 1 Taliwang, guru Agama Islam Pembina di SMK 1 Taliwang Muhammad Ridwan dan Kasi Trantib Kantor Camat Kecamatan Taliwang Risal.

"Kami hadirkan saksi yang melihat langsung peristiwa yaitu siswa dan guru SMKN 1 Taliwang. Kasi Trantib Kantor Camat Kecamatan Taliwang sebagai saksi saat mediasi dilakukan namun tetap berujung buntu karena orangtua korban minta uang Rp 50 juta," kata Endra.

Selain itu, dihadirkan pula saksi ahli pidana dan antropologi kriminal, Dr Lahmuddin Zuhri, dari Fakultas Hukum Universitas Samawa, Sumbawa Besar.

Pengakuan salah satu saksi

Guru Agama Islam SMKN 1 Taliwang, Muhammad Ridwan mengaku sempat bertemu dengan korban A setelah peristiwa tersebut.

Korban A mengaku dipukul di bahu menggunakan tangan oleh guru Agama Islam, Akbar Sorasa, karena enggan melaksanakan shalat zhuhur berjamaah.

"A cerita sama saya, kalau dipukul dipundak pakai tangan oleh terdakwa," kata Ridwan di depan majelis hakim sidang kasus Perlindungan Anak yang menyeret Akbar Sorasa, guru honorer di sekolah tersebut.

"Saya tanya pada A, kenapa kamu dipukul ?" Tanya Ridwan, dan A saat itu menjawab bahwa ia tidak berbuat kesalahan.

Kemudian Ridwan mengajak A untuk segera shalat ke mushala tanpa melihat ada bekas memar di leher korban.

Menjawab pertanyaan mejelis hakim soal kewajiban shalat zhuhur berjamaah di sekolah tersebut, Ridwan mengatakan hal itu telah menjadi peraturan sekolah.

"Siswa laki-laki diwajibkan shalat berjamaah. Ini peraturan sekolah," tandasnya.

Ridwan mengaku tak menyangka kasus itu berbuntut panjang. Diawali pada pukul 14.00 Wita pada hari kejadian tanggal 26 Oktobar 2022 ayah A datang ke sekolah.

Hingga keesokan hari dilaporkan kepada pihak kepolisian. Proses mediasi di sekolah dilakukan hingga tiga kali namun tidak ada kata sepakat.

Bahkan, ia mengakui bahwa orangtua korban meminta uang sebesar Rp 50 juta untuk berdamai. Namun Akbar sebagai guru honorer tidak menyanggupi permintaan dari orangtua korban.

Sementara Akbar Sorasa yang ditemui sebelum persidangan berharap hakim bisa memutuskan perkara ini dengan adil.

"Saya berharap hakim bisa memutuskan perkara ini dengan adil sesuai fakta persidangan," harap Akbar.

Akbar Sorasa dijerat Pasal 76C Jo Pasal 80 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UUPA) dengan ancaman hukuman 4 tahun penjara.

https://regional.kompas.com/read/2023/10/11/224542378/penjelasan-saksi-dalam-sidang-kasus-guru-pukul-siswa-di-sumbawa

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke