Salin Artikel

Petambak di Karimunjawa Tolak Tambak Udang Ditutup, Disebut Belum Ada Kajian

SEMARANG, KOMPAS.com - Meski Perda Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) soal pelarangan tambak udang di Karimunjawa sudah diundangkan, para petambak di sana masih menolak tambaknya ditutup pemerintah.

Kuasa hukum para petambak, Ahmad Gunawan menyebutkan, belum ada kajian resmi maupun penelitian ilmiah yang membuktikan bahwa aktivitas tambak menyebabkan pencemaran di Karimunjawa.

“Dari sekian lembaga terkait, dinas lingkungan hidup, KKP, dan sebagainya, belum melakukan satu uji akademis maupun penelitian, belum dilakukan sama sekali,” tutur Gunawan usai menghadiri rapat dengan Komisi II DPR RI di kantor ATR/BPN Jateng, Jumat (29/9/2023).

Sementara itu, saat ditanya wartawan, Pengusaha Tambak bernama Teguh Santoso mengaku, siap menutup tambaknya bila terbukti mencemari Karimunjawa.

“Kalau memang belum ada dasar kajian ilmiahnya atau minimal lab dari akademisi, ya monggo silakan dituduh Kepada kita. Kalau perlu angkat saja ke hukum. Kalau memang itu bisa terbukti (mencemari) silakan (ditutup),” ujar Teguh.

Kendati demikian, pihaknya meminta pemerintah juga memikirkan nasib pemilik tambak udang bila usaha itu harus ditutup.

Ia meminta agar pemerintah melakukan pembinaan bagi petambak yang belum mengolah limbah dengan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang memadai. Sehingga aktivitas tambak tetap berjalan tanpa merusak alam.

“Ada 33 titik tambak udang di Karimunjawa saat ini yang sudah ada. Artinya kami menunggu kebijakan dari pemerintah untuk memeberikan kemudahan dalam perizinan. Bahkan kami berharap untuk mendapat pendampingan atau arahan terkait maslaah pengelolaan IPAL secara teknis ya,” lanjut Teguh.

Dari data yang dipaparkan dalam rapat tersebut, sebagian besar tambak udang menerapkan sistem intensif dan semi intensif yang cenderung berisiko besar pada lingkungan. Sementara tambak tradisional hanya tiga saja.

Teguh menjelaskan dari lahan warisan seluas 8 hektare itu, hanya 4 hektare yang digunakan untuk aktivitas tambak di Karimunjawa. Namun hanya 350 meter yang ia gunakan untuk penampungan limbah.

Padahal menurut Pakar Budidaya Berkelanjutan Universitas Diponegoro (Undip) Sri Rejeki, luas penampungan limbah tambak udang yang ideal ialah sama besar dengan petak tambak yang dikelola untuk budidaya udang.

Lebih lanjut, pihaknya menolak disebut tambak ilegal oleh Pemkab Jepara dan masih berharap untuk mendapatkan perizinan.

“Semuanya tinggal niat pemerintah. Di Karimun itu baru ada satu pintu masuk, dermaga satu dan bandara satu. Kalau itu mau dipadukan dengan harmonisasi kenapa tidak. Tambak bisa berharmonisasi dengan pariwisata. Mereka juga punya keluarga, kehidupan, dan sebagainya,” tandas Gunawan.

Diberitakan sebelumnya, warga Karimunjawa masih terus menagih janji Pemkab Terkait penegakan Perda RTRW untuk segera menutup tambak udang di sana.

Pasalnya warga mengaku sudah tidak tahan dengan kerusakan yang ditimbulkan aktivitas tambak udang intensif yang memperburuk kerusakan di Karimunjawa selama lima tahun terakhir.

Mulai dari kerusakan hutan bakau, terumbu karang, biota laut, hingga ancaman krisis air bersih bagi penduduk Karimunjawa karena air sumur telah menjadi asin.

https://regional.kompas.com/read/2023/09/30/080452478/petambak-di-karimunjawa-tolak-tambak-udang-ditutup-disebut-belum-ada-kajian

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke