Salin Artikel

Petambak Udang yang Diduga Lakukan Pencemaran di Karimunjawa Mengaku Dapat Rekomendasi dari BTN, Begini Respons BTN

Kuasa hukum petani tambak udang Karimunjawa, Ahmad Gunawan menyebut pengusaha tambak baik intensif maupun semi intensif harus mengantongi rekomendasi dari balai taman nasional.

"33 titik (tambak udang) itu semua mendapatkan rekomendasi dari balai taman nasional. Artinya, perangkat dari RT, RW, desa, sampai camat memberikan rekomendasi, karena balai taman nasional mau menandatangani," ujar Gunawan saat dihubungi wartawan, Sabtu (23/9/2023).

Sementara mengenai dugaan pencemaran limbah tambak udang yang dikeluhkan warga, Gunawan menyebut ada pihak yang sengaja menyabotase tambak udang sehingga muncul cemaran air laut di Karimunjawa.

"Pencemaran yang masuk baru ambil sampel. Kami sudah perintahkan tim tambak untuk ambil sampel air laut tercemar. Kita mempunyai satu dugaan karena ada unsur sabotase," bebernya.

Sementara itu, Kepala Bagian Tata Usaha Balai Taman Nasional Karimunjawa, Dyah Sulistyari mengaku izin pendirian tambak udang di Karimunjawa bukan menjadi kewenangannya.

Pasalnya tambak berdiri di tanah milik petambak, bukan milik BTN. Sehingga itu menjadi kewenangan Pemkab Jepara.

"Terkait tambak, izin kan bukan di kami. Kami tidak bisa menutup. Dan tambak tidak berada di kawasan Taman Nasional Karimun Jawa tapi di area APL atau area penggunaan lainnya. Itu kuasanya Pemkab Jepara terkait pengajuan izin karena sesuai institusi kami hanya untuk menjaga kawasan ya," kata Dyah.

Kendati demikian, pihaknya mengakui limbah tambak udang yang ada di perairan Karimunjawa sempat berada di atas batas normal.

"Terkait limbah, kami sudah berkoordinasi ke Jogja dan Gakkum di KLHK terkait limbah sudah ada di ambang batas normalnya. Kami sudah meminta para petambak untuk mengolah limbahnya sebelum dibuang ke laut. Sudah bersurat ke semua petambak, kami beri waktu dari Agustus-Desember,” lanjutnya.

Pihaknya mengakui wilayah Taman Nasional Karimunjawa turut terdampak limbah pencemaran dari aktivitas tambak.

“Kalau limbahnya iya (terdampak), kalau seandainya limbah aman dibuang, kami enggak masalah. Kalau (limbah) mengancam atau tidak perlu kajian lebih lanjut. Itu masih belum dilakukan," jelasnya.

Lebih lanjut, soal hutan mangrove yang rusak dan mati kekeringan karena dijadikan tempat pembuangan limbah, Dyah mengatakan belum ada satupun penelitian yang menyatakan mangrove itu mati karena limbah.

"Itu belum ada kajian resmi meneliti itu, karena pada lokasi lain yang mati hanya lokasi itu saja. Jadi kita tidak bisa menyimpulkan air dari limbah tambak mengakibatkan mangrove mati. Kita tidak berani mengklaim," jelasnya.

Ia mengatakan, pemda yang semestinya melakukan kajian terkait penyebab kerusakan mangrove karena itu berada di wilayah kewenangan mereka.

Selanjutnya, pihaknya belum mendapat laporan terkait penebangan hutan mangrove yang dipakai untuk jalan pipa bagi petambak. Ia mengaku telah mengarahkan para petambak untuk mendirikan jalur pipa dari jalan kapal.

"Kami mengarahkan pengambilan inlet melalui babakan atau jalan kapal. Bukan membuka jalur baru. Misal jalan kapal dilalui pipa kan gak masalah karena memang udah ada. Kalau mereka menebang mangrove sampai saat ini masih belum ada laporan," katanya.

Terakhir, pihaknya menegaskan, tidak ada petugas BTN Karimunjawa yang terlibat membantu perizinan tambak udang di Karimunjawa.

"Kami memastikan tidak ada satu pun petugas yang berdiri di belakang tambak udang," pungkasnya.

https://regional.kompas.com/read/2023/09/24/082512078/petambak-udang-yang-diduga-lakukan-pencemaran-di-karimunjawa-mengaku-dapat

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke