Salin Artikel

Dilaporkan Kasus Pelecehan Seksual, Bupati Maluku Tenggara Disebut Telah Nikahi Korban dengan Mahar Rp 1 Miliar

Kafe itu diketahui milik Bupati yang berlokasi di Kawasan Air Salobar, Kecamatan Nusaniwe Kota Ambon. Kafe itu persis berdampingan dengan rumah TH.

Laporan resmi telah dimasukan ke SPKT Podla Maluku, Jumat (1/9/2023) dengan nomor laporan TBL/230/IX/2023/MALUKU/SPKT.

Berdasarkan informasi dari ruang pemeriksaan SPKT Polda Maluku, dugaan pelecehan terjadi pada April 2023. Saat itu korban dipanggil dan diminta untuk memijat terduga di kamar.

Menurut korban, terlapor memaksa memegang bagian tubuhnya hingga terjadi pelecehan. Pada Agustus 2023, terlapor disebut melakukan hal serupa dan ditolak oleh pelapor.

Penolakan tersebut berujung pemecatan korban sebagai karyawan kafe.

Bupati disebut nikahi korban

Kini Bupati TH dikabarkan telah menikahi korbannya pada Jumat (8/9/2023). Pernikahan dilakukan setelah laporannya dicabut pada Rabu (6/9/2023).

Hal tersebut diungkapkan oleh pendamping korban, Othe Patty.

"Iya hari Jumat kemarin," ujar Othe

Ia mengatakan, mahar yang diberikan cukup fantastis yakni Rp1 miliar.

"Maharnya itu diantar langsung oleh kontraktornya bupati ke Jakarta," lanjut Othe.

Pernikahan siri tersebut dilakukan di Kota Tual, Maluku dan paman korban menjadi wali pernikahan tersebut.

Sementara itu saat pernikahan berlangsung, korban tak berada di lokasi, melainkan di Jakarta.

Menurut Othe, pernikahan itu pastinya telah diketahui oleh orangtua korban yang sempat melaporkan bupati atas tindak pidana.

Othe meyakini, korban dipaksa untuk menerima lamaran dari Thaher. Meski begitu, ia masih akan mengawal kasus ini.

"Kami akan kawal terus kasus ini," tandasnya.

Ia mengatakan korban sempat melakukan percobaan bunuh diri diduga karena adanya tekanan psikologis karena intimidasi yang diterimanya.

Menurutnya, korban sempat menyayat nadi hingga harus dilarikan ke rumah sakit. Selain itu, korban juga sempat meminum obat keras.

"Sewaktu mendampingi korban, saya melihat 7 luka bekas sayatan di lengan kiri korban. Saya bilang buat dia untuk jangan sakiti diri sendiri," tutur Patty dalam jumpa pers, Selasa (12/9/2023).

"Bahkan pada beberapa hari sebelum pemeriksaan dia juga sempat mau mengakhiri hidupnya dengan meminum obat," tambahnya.

Dengan guncangan yang dialami korban, Othe dan juga keluarga terus berupaya menenangkannya.

"Dia pernah berusaha untuk bunuh diri karena psikisnya tertekan, saya arahkan dia agar untuk menyayangi tubuhnya," tandasnya.

Kabar pernikahan ini mulai beredar setelah pelapor menarik laporannya daru Polda Maluku. Hingga kini belum ada keterangan resmi dari pihak Bupati Maluku Tenggara.

Sebelumnya, pada Sabtu (2/9/2023), Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirkrimum) Polda Maluku, Kombes Pol Andri Iskandar membenarkan ada laporan resmi yang telah dimasukan ke SPKT Polda Maluku, Jumat (1/9/2023) dengan nomor laporan TBL/230/IX/2023/MALUKU/SPKT.

“Iya, memang ada laporan terkait itu. Tapi masih didalami,” ungkap Andri saat dihubungi TribunAmbon.com melalui sambungan telepon, Sabtu (2/9/2023).

“Keterangan korban juga sudah diperoleh. Korban mengaku dilecehkan,” paparnya.

Terkait laporan tersebut, Kapolda Maluku Irjen Pol. Lotharia Latif menegaskan semua orang sama di mata hukum.

“Semua sama di depan hukum,” tegas Kapolda Maluku, Sabtu (2/9/2023).

Kapolda pun memastikan proses hukum tetap berjalan sesuai aturan.

“Penjelasan lanjut nanti lewat Kabid Humas, saat ini sedang proses karena baru kemaren LP dibuat dan kita sdh tindak lanjuti sesuai protap dengan libatkan semua pihak terkait penangan tersebut,” tandasnya.

Ia juga menegaskan bakal menindak langsung oknum yang mencoba menghambat proses hukum yang sedang ditangani.

"Kami juga mengingatkan kepada siapa pun untuk jangan coba-coba mengancam atau menekan pelapor, atau coba-coba intervensi kasus yang sedang ditangani ini. Bahkan siapa pun yang akan menghambat proses ini kami tidak segan-segan untuk menindaknya," tegas Kapolda, Selasa (5/9/2023).

Polisi tak mengetahui keberadaan keluarga dan korban

Kabid Humas Polda Maluku, Roem Ohoirat mengatakan, pihaknya telah menerima surat penarikan laporan pada Rabu (6/9/2023), kurang dari sepekan setelah laporan dilayangkan pada Jumat (1/9/2023).

"Hari Rabu (5/9/2023) penyidik menerima surat dari pelapor yang isinya pelapor menarik kembali laporannya dan tidak menghendaki proses lebih lanjut dengan alasan menerima kenyataan ini sebagai musibah dan ingin ketenangan," katanya.

Meski laporan dicabut, pihak kepolisian tetap melanjutkan proses hukum karena TPKS tak bisa diselesaikan di luar pengadilan.

Namun, Roem mengaku, pihaknya banyak mengalami kendala dari pelapor.

"Sejak kasus ini dilaporkan, setiap hari penyidik mendatangi kediaman pelapor untuk melakukan pendampingan, namun pernah ditolak oleh orang tua pelapor dengan alasan pelapor ingin ketenangan," katanya.

Kini pihak kepolisian tak mengetahui di mana keberadaan keluarga dan korban.

"Hari Sabtu (9/9/2023) penyidik mendatangi kediaman pelapor, namun pelapor dan orang tua pelapor sudah tidak ada, keterangan dari salah satu keluarga yang menjaga rumah tersebut bahwa pelapor dan kedua orang tuanya sudah ke Jawa," tandasnya.

Mendapat kecaman

Kabar pernikahan tersebut pun mendapat kecaman dari berbagai pihak. Satu di antaranya komunitas pemerhati perempuan, Ina Mollucas Watch (IMW).

Pihak IMW mengaku geram terkait kabar Thaher Hanubun menikahi korban pelecehan seksual.

Ketua Bidang Advokasi IMW, Hijrah mengatakan, jika kabar pernikahan tersebut benar, maka publik akan merasa kinerja polisi gagal dalam memberikan perlindungan kepada korban.

Padahal, perlindungan korban kekerasan seksual sudah tertulis dalam Pasal 42 UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

"Informasi ini harus segera diklarifikasi kebenarannya oleh pihak Polda Maluku. Dimana saat ini keberadaan korban? Apakah benar korban berada dibawah kendali orang-orang yang punya keterkaitan dengan terduga pelaku? Apakah ada tindakan-tindakan yang menghambat proses hukum?," kata Hijrah.

Pihaknya juga mempertanyakan kinerja Kapolda Maluku dalam menegakkan UU TPKS dari sisi perlindungan korban.

“Apakah ada main mata dan membiarkan korban dibawah kendali pihak lain?” tanya Hijrah.

Ia menambahkan, jika kepolisian tidak mampu melindungi korban, maka pihak kepolisian wajib mengajukan perlindungan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

"Sehingga disini kami sedang mengukur kualitas penanganan institusi Polda Maluku dalam menyelidiki kasus ini sesuai ketentuan pasal-pasal yang ada, apakah polisi sebagai penegak hukum takluk dan tunduk ketika menghadapi posisi terduga pelaku yang memiliki jaringan kekuatan dan kekuasaan? Ini harus segera terjawab," tandasnya.

Komnas Perempuan angkat suara

Andy Yentriyani selaku Ketua Komnas Perempuan mengatakan, cara pelaku menikahi korban merupakan modus untuk melarikan diri dari tanggung jawab secara hukum.

"Modus kawin atau pernikahan seringkali ditemukan sebagai cara terlapor melarikan diri dari tanggung jawab secara hukum," ungkapnya.

Mengutip TribunAmbon.com, modus seperti itu sangat dikenali.

Bahkan, dalam UU PTSK pasal 10 secara tertulis menegaskan, gelagat ini sebagai bagian dari tindak pemaksaan perkawinan.

Ia menambahkan, jika kepolisian tak menemukan ada indikasi yang kuat untuk menghindari proses hukum, maka pihak berwajib bisa menggunakan pasal pemaksaan perkawinan tersebut.

“Terdapat pasal pemaksaan perkawinan dalam UU TPSK. Jika ada indikasi, kepolisian bisa menggunakan pasal itu. Apalagi tindak pemaksaan bukan delik aduan,” lanjutnya.

Pihaknya pun mendorong kepolisian untuk melakukan pemeriksaan menyeluruh serta melihat adanya kemungkinan pemaksaan perkawinan.

“Kita mendorong kepolisian memeriksa laporan pertama dan melihat upaya pemaksaan perkawinan. Jika ada, harus diperiksa lebih lanjut,” pungkasnya.

Kata Menteri PPPA

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga mendesak kasus ini bisa diusut tuntas.

Karena, dalam UU TPKS, kekerasan seksual merupakan murni tindakan pidana dan tidak mengenal istilah restorative justice.

Pihaknya juga mengapresiasi kinerja polisi karena masih melanjutkan penanganan karena TPKS tak bisa diselesaikan di luar pengadilan.

"Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) tidak mengenal istilah restorative justice sehingga dalam kasus kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh pelaku sebagai pejabat publik di Maluku Tenggara, adalah murni tindakan pidana," tegas Bintang, dikutip dari laman Kementerian PPPA.

Ia menambahkan, dalam UU TPKS, tak memungkinkan adanya proses damai.

"UU TPKS tidak memungkinkan adanya upaya proses damai yang ditawarkan oleh pelaku. Kami mendukung penuh atas kebijakan Polda Maluku yang tetap melanjutkan penyidikan terhadap pelaku. Jika saat ini ada informasi tentang pencabutan laporan oleh korban kami berharap agar penyidikan bisa tetap dilanjutkan karena aparat polisi sudah memiliki bukti pemeriksaan sebelumnya," ucap Bintang.

Ia menambahkan, UU TPKS ada sebagai bukti bahwa negara serius dalam melindungi korban kekerasan seksual.

"UU TPKS hadir sebagai bukti negara serius melindungi para korban kekerasan seksual khususnya kelompok rentan perempuan dan anak-anak. Ancaman pidana UU TPKS terhadap pelaku sudah tepat," tegas Menteri PPPA.

Artikel ini telah tayang di TribunAmbon.com dengan judul Dua Kali Coba Bunuh Diri, Kini Korban Rudapaksa Dinikahi Bupati Thaher Hanubun: Mahar Rp 1 Miliar

https://regional.kompas.com/read/2023/09/14/115500778/dilaporkan-kasus-pelecehan-seksual-bupati-maluku-tenggara-disebut-telah

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke