Salin Artikel

Muak Laku (Istri) Polisi

SAYA tidak bisa membayangkan andaikan istri Jenderal Polisi Hoegeng Iman Santoso masih ada dan menyaksikan kelakuan istri Bripka Muhammad Nuril Huda di Probolinggo, Jawa Timur yang bernama Luluk Sofiatul Jannah, tentu akan tersulut kemarahannya.

Di institusi Polri, tidak boleh ada istri polisi yang “tengil” dan tidak bermasyarakat. Polri tidak butuh keluarga Polisi yang tidak bisa menjaga “kehormatan” seragam coklat Polri.

Hingga sekarang dan selamanya, sosok polisi jujur dan sederhana masih melekat kepada Hoegeng Iman Santoso yang menjadi Kapolri periode 1968 – 1971.

Semasa menjabat sebagai orang nomor 1 di kepolisian, Hoegeng selalu tidak mengajak istrinya jika berkunjung ke luar negeri.

Hoegeng tidak ingin, kebiasaan yang kerap dilakukan para pejabat pada eranya dengan mengajak pergi istrinya berdinas ke luar negeri, dimanfaatkan untuk plesir.

Selepas pensiun dari Kapolri, Hoegeng tidak memiliki rumah pribadi dan mobil pribadi. Motor yang dipersembahkan importir untuk keluarga Kapolri, dengan tegas ditampik Hoegeng walau anak-anaknya menginginkan motor tersebut.

Tidak salah jika mendiang Gus Dur semasa hidupnya kerap mengungkap bahwa di Indonesia masih ada tiga polisi jujur. Selain polisi patung dan polisi tidur, masih ada lagi polisi yang jujur, yakni Polisi Hoegeng.

Semula melihat tayangan video yang cepat menjadi viral itu, saya sedih sekaligus geram. Bagi yang memiliki anak perempuan seusia pelajar SMKN 1 Kota Probolinggo tentu akan kecewa dan marah.

Bayangkan siswa yang magang untuk memperoleh bekal pengetahuan dan pengalaman saat lulus nanti, begitu dilecehkan dan dirundung dengan sadis oleh Luluk yang sok “ngartis” itu.

Menjadi sempurna, saat perundungan terjadi di Toko Swalayan KDS, Probolinggo itu, aksi istrinya yang merundung pelajar magang justru direkam oleh Kanit Binmas Polsek Tritis, Probolinggo yang tidak lain adalah suaminya sendiri.

Bahkan dalam video beredar, aksi perekaman video tersebut ditimpali suara suaminya. Rekaman video tersebut diunggah di akun media sosial Luluk dan akibatnya aksi suami istri tersebut cepat menyebar diketahui publik.

Dari kasus ini saya semakin bingung dengan penempatan Bripka Muhammad Nuril Huda sebagai Kepala Unit Pembinaan Ketertiban Masyarakat Polsek Tritis sebelum kasus ini terjadi.

Dalam pemahaman saya, Nuril harusnya kapabel dalam bertugas melakukan pembinaan di bidang ketertiban masyarakat terhadap komponen masyarakat antara lain remaja, pemuda, wanita dan anak.

Bagaimana bisa menjalankan tugas-tugas tersebut jika “membina” istrinya sendiri tidak mampu? Saya bersama teman-teman penggiat media sosial yang melihat aksi video yang dibuat Luluk selama ini, mengira dirinya sebagai istri perwira polisi.

Di masyarakat kita sudah mahfum, lagak dan laku para istri perwira Polri kerap menampilkan aksi hedon. Pamer kekayaan, unjuk kehebatan hidup yang bergelimang kemewahan tanpa memedulikan kesepadanan dengan pendapatan suaminya.

Walaupun hanya segelintir istri perwira Polri yang melakukan tindakan tidak terpuji, tidak urung citra Polri terkena imbasnya.

Bayangkan kehidupan Luluk demikian glamournya – terlepas dia membanggakan dirinya sebagai selebgram – padahal suaminya hanya berpangkat Brigadir Polisi Kepala.

Dalam struktur kepangkatan di Polri, pangkat yang dimiliki suami Luluk berada di golongan Brigadir atau Bintara. Pada posisi ini, di antaranya bertugas melakukan pengawasan ataupun controlling pada semua brigadir yang ada di bawahnya.

Dengan kepangkatan perwira, taruhlah di posisi Ajun Komisaris Polisi, maka rentang pangkat suami Luluk masih berjarak empat tahap kepangkatan lagi.

Dengan Bambang Kayun, polisi yang berpangkap Ajun Komisaris Besar Polisi yang terjerat kasus penyuapan Rp 57 miliar, jarak pangkat dengan suami Luluk berada di rentang 7 tingkat lagi.

Hingga saat ini besaran gaji anggota Polri masih diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 2019. Berdasarkan aturan tersebut besaran gaji yang diterima personel Polri diatur dalam empat golongan yang ada.

Mulai dari gaji pokok untuk Golongan I Tamtama dengan pangkat Bhayangkara Dua di kisaran Rp 1,6 juta hingga Rp 2,5 juta. Gaji pokok Golongan IV Perwira Tinggi dengan pangkat Jenderal Polisi di kisaran Rp 5,2 juta hingga Rp 5,9 juta per bulan.

Sedangkan untuk suami Luluk yang berpangkat Brigadir Polisi Kepala atau Bripka masuk golongan II, di mana besaran gajinya berkisar dari Rp 2.307.400 hingga Rp 3.791.700 setiap bulannya.

Selain gaji pokok anggota Polri juga menerima sejumlah tunjangan. Salah satunya ada tunjangan melekat yang meliputi tunjangan suami/istri, tunjangan anak, tunjangan pangan/beras, tunjangan umum dan tunjangan jabatan struktural/fungsional.

Terkait pemberian tunjangan kinerja polisi tahun 2023 mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 103 Tahun 2018.

Tunjangan tersebut diberikan berdasarkan kelas jabatan yang diemban. Secara khusus, untuk perwira polisi berpangkat Bripka biasanya berada di level kelas jabatan 6.

Untuk kelas jabatan ini biasanya mereka akan mendapat tunjangan kinerja per bulannya sebesar Rp 2.702.000.

Lemahnya pembinaan istri-istri polisi

Dari video-video unggahan Luluk, TikToker dengan followers sebanyak 943.000 tersebut memang terkesan sangat tidak memahami tugas suaminya sebagai anggota Polri berpangkat Bripka.

Selain memamerkan gaya hidup mewah, juga pernah memamerkan “kejeniusannya” dengan memamerkan pengawalan mobil patroli polisi saat dirinya bersama teman-temannya menggunakan kendaraan mewah.

Warga biasa yang sakit keras sering kesulitan saat dibawa dalam kendaraan menuju rumah sakit. Tanpa mendapat pengawalan, tapi mengunakan relawan yang bisa membelah kemacetan jalan raya.

Bukan rahasia umum, jasa pengawalan polisi dengan mobil patroli lengkap dengan bunyi “toeng-toeng” bisa dipesan orang berduit.

Penggunaan mobil patroli yang ditampilkan di video unggahan Luluk semakin memperlihatkan kendaraan yang dibeli dari pajak rakyat, ternyata bisa disalahgunakan oleh istri seorang polisi berpangkap Bripka.

Saya masih teringat saat masih bocah tahun 1970-an, mendiang ibu saya begitu aktif di Persit atau Persatuan Istri Tentara di Malang, Jawa Timur.

Selain belajar tentang praktik kerumahtanggaan seperti membuat kue dan aneka masakan, ibu saya kerap berkumpul bersama istri tentara yang lain untuk membantu warga tidak mampu atau menjenguk istri tentara yang suaminya gugur dalam menjalankan operasi.

Kasus Luluk mengingatkan saya tentang keberadaan Persatuan Istri-Istri Personel Polri yang tergabung dalam Bhayangkari.

Alih-alih aktif memamerkan kegiatan sosial Bhayangkari Polres Probolinggo yang inspiring, Luluk malah mempermalukan profesi luhur suaminya sebagai anggota Korps Kepolisan RI.

Langkah Kapolres Probolinggo AKBP Wisnu Wardana yang langsung mencopot jabatan Bripka Muhammad Nuril Huda sebagai Kanit Binmas Polsek Tiris adalah langkah tepat sembari menunggu proses sidang kode etik maupun disiplin digelar Propam.

Kasus-kasus seperti Luluk yang dibiarkan suaminya di jajaran Polri akan terus terjadi jika treatment yang diberikan atasannya tidak tepat.

Permintaan maaf sembari menangis dan berjanji di atas kertas bermaterai Rp 10.000 serta diunggah di media sosial, tidak mudah begitu saja menghapus trauma korban perundungan.

Akan lebih tepat jika Mabes Polri menempatkan Bripka Muhammad Nuril Huda kepada penugasan baru di tempat-tempat yang “menantang” sekaligus tour of duty.

Cerita heroik dan pahlawan kemanusian dari Polres Madiun, Jawa Timur sebaiknya bisa dijadikan contoh oleh Bripka Muhammad Nuril Huda dan istrinya.

Semasa hidupnya, Kanit Reskrim Polsek Wungu, Iptu Rochmat Tri Marwoto bahu membahu bersama istrinya “menghidupi” 92 anak yatim, terlantar dan mantan pecandu narkoba.

Entah berapa kilogram beras setiap hari dimasak istrinya untuk memberi makan puluhan anak yang membutuhkan bantuan itu.

Dengan gaji yang pas-pasan dan rumah tidak semewah milik Bripka Muhammad Nuril Huda, Rochmat dan istri masih harus berjibaku membiayai uang sekolah hingga kuliah dari anak-anak asuhnya tersebut.

Membuka warung kecil-kecilan dan berkebun adalah kiat Iptu Rochmat Tri Marwoto untuk memuliakan anak-anak yatim.

Istrinya tidak pernah membuat postingan jumawa di media sosial tentang perilaku baik mereka agar diketahui dan mendapat “like” dari netizen.

Aaah.... andaikan saja Gus Dur masih ada, tentu kosakata tentang polisi baik pasti akan bertambah. Tidak hanya polisi tidur, polisi patung dan polisi Hoegeng tetapi juga polisi Rochmat Tri Marwoto.

"Kalau anak-anak mau sekolah sampai perguruan tinggi, ya saya siap tanggung biayanya. Dari mereka, kini ada yang sudah jadi polisi, guru, hingga pegawai bank," – Rochmat Tri Marwoto, mendiang polisi berpangkat Iptu.

https://regional.kompas.com/read/2023/09/11/11393921/muak-laku-istri-polisi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke