Salin Artikel

Apa Itu Kawin Tangkap yang Terjadi di Sumba? Ini Penjelasan Budayawan

KOMPAS.com - Baru-baru ini ramai tayangan video aksi kawin tangkap di Kabupaten Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur (NTT), viral di media sosial.

Dalam video tersebut terlihat, sejumlah pria mengenakan pakaian adat dan bercelana pendek menangkap seorang perempuan yang berdiri dengan rekannya di samping sepeda motor di pinggir jalan raya.

Penangkapan itu terjadi ketika perempuan itu menunggu pengemudi kendaran yang sedang berada di dalam kios pinggiran jalan.

Sementara rekaman sebelah jalan memperlihatkan sejumlah orang berlari mengarah ke seorang perempuan dan langsung menangkapnya.

Sejumlah pria itu menggendong perempuan itu ke mobil dan kemudian dibawa pergi.

Kejadian ini menuai kontra dari masyarakat, dan mempertanyakan apakah benar kawin tangkap ini adalah tradisi dari Sumba. Berikut ini penjelasannya.

Apa itu kawin tangkap

Pemerhati budaya Sumba, Pater Robert Ramone menegaskan kawin tangkap bukan budaya orang Sumba.

"Yang jelas kawin tangkap bukanlah budaya orang Sumba, tapi ini adalah penyimpangan budaya," tegasnya, ujarnya usai video kawin tangkap viral, Jumat (8/9/2023).

Ramone menjelaskan, sebuah perkawinan yang berbudaya dan beradab umumnya terjadi di setiap daerah sesuai dengan adat istiadat yang berlaku.

Selain itu, pria dan wanita yang hendak menikah terlebih dahulu harus ada kesepakatan kedua belah pihak termasuk dari orangtua.

Sementara itu, kawin tangkap adalah sebuah perkawinan tak normal dan lazim yang masih terjadi dalam masyarakat.

Tentu kawin tangkap tidak hanya terjadi di Sumba saja, tapi di tempat lain pun terjadi, bahkan lebih seru seperti terjadi di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB)," ungkapnya.

Dia menyebutkan, kawin tangkap atau paksa saat ini sudah jarang terjadi di Sumba dibandingkan 1970-an saat dirinya masih anak dan remaja di kampungnya Kodi, Sumba Barat Daya.

Alasan dilakukan kawin tangkap

Ramone menjelaskan, ada beberapa alasan munculnya kawin paksa, yakni pria dihina atau direndahkan oleh pihak keluarga wanita atau oleh wanita itu sendiri.

Sehingga, muncul balas dendam dengan cara menculik putrinya untuk dijadikan istri.

Dengan menculik, biasanya pria menunjukkan superioritasnya bahwa sebagai laki-laki mempunyai harga diri dan tidak mau diperlakukan semena-mena.

"Jadi Ada penindasan psikologis," kata Ramone.

Kemudian, status sosial tidak sama atau bahkan taraf pendidikan tidak sama biasanya wanita dari keluarga mapan atau berpendidikan.

Sementara pria dari keluarga biasa atau bahkan tidak berpendidikan.

Pihak pria ingin menunjukkan bahwa, biar pun dia dari keluarga miskin atau tidak berpendidikan, bisa memperistri seorang wanita dari keluarga mapan. Selanjutnya, dipaksa kawin.

Pada bagian ini, biasanya orangtua putri memaksa anak gadisnya untuk kawin dengan pria pilihan mereka dan bukan pilihan anak gadis mereka.

"Alasannya dapat terjadi, karena orangtua anak gadis berutang (kerbau) kepada orang lain namun tak sanggup melunasi utangnya. Di sini muncul negosiasi dari orangtua gadis atau dari pihak pemilik kerbau untuk menikahi putrinya. Dengan demikian, utang kerbau tidak akan ditagih lagi,"ungkapnya.

Kemudian tidak saling mencintai. Ini lebih sering terjadi. Jadi, kata Ramone, tak ada saling cinta yang seharusnya sebagai syarat sebuah pernikahan yang wajar antara pria dan wanita.

Biasanya, hanya laki-laki yang mau atau ngebet sementara pihak wanita tidak cinta (bertepuk sebelah tangan) lalu pria menculik wanita idamannya.\

Bila wanita sudah diculik, biasanya orangtuanya setuju kendati pun sangat terpaksa.

Satu prinsip yang dipegang oleh orangtua wanita adalah tidak mau malu dengan tetangga atau bahkan lebih menjaga putri mereka untuk tidak menjadi bahan pergunjingan tetangga dengan stempel “sudah ternoda”.

"Bisa saja orangtua wanita merebutnya kembali tapi akibat lebih lanjut adalah puteri mereka “tidak laku lagi," kata dia.

Biasanya pada alasan ini haruslah keluarga pihak pria lebih superior daripada keluarga wanita. Superior dalam banyak arti seperti punya pengaruh dan kedudukan dalam masyarakat dan keluarga kaya.

Satu hal pasti sebut dia, kawin tangkap di Sumba tidak pernah terjadi pada orang asing yang tidak dikenal.

Kawin paksa, hanya terjadi dalam satu suku atau antar-suku dengan catatan sudah saling kenal, atau salah satu pihak biasanya pria sudah lama mengincar wanita.

"Jangan khawatir untuk orang luar Sumba yang ingin berkunjung ke Sumba. Pasti aman. Tak pernah terjadi orang dari luar Sumba diculik atau kawin paksa. Oleh karena itu orang yang datang dari luar Sumba sebagai pengunjung jangan khawatir ajak pacar, istri atau putrinya berlibur di Sumba," ajaknya.

https://regional.kompas.com/read/2023/09/09/145654378/apa-itu-kawin-tangkap-yang-terjadi-di-sumba-ini-penjelasan-budayawan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke