Salin Artikel

Parahnya Abrasi Pantai di Bengkulu dan Penanganannya yang Butuh Rp 5 Triliun

Tidak sedikit jalan negara, perkebunan warga, rumah, Tempat Pelelangan Ikan (TPI), wisata, pusat ekonomi tenggelam menyisakan kemiskinan.

Ranian seorang perempuan warga Desa Pondok Kelapa, Kecamatan Pondok Kelapa, Kabupaten Bengkulu Tengah, Provinsi Bengkulu mengisahkan tak kurang dua hektar kebun kelapa miliknya hilang menjadi samudera akibat abrasi.

Hilangnya kebun kelapa menyebabkan pendapatan keluarganya berkurang akibatkan kemiskinan. Kemiskinan seperti virus menyebar tersendatnya pendidikan anak-anak, pengangguran dan seterusnya.

"Abrasi menghilangkan kebun-kebun warga, menenggelamkan pusat penjemuran ikan, merusak dermaga nelayan. Akibatnya banyak nelayan kehilangan pencarian menjadi pengangguran," kisah Raniah kepada Kompas.com beberapa waktu lalu.

Kisah Raniah korban abrasi teramat banyak bila dikumpulkan di sepanjang pesisir Bengkulu.

Setidaknya tujuh kabupaten membentang di pesisir Bengkulu berhadapan dengan Samudera Hindia.

Samudera Hindia begitu ganas, angin yang kencang, ombak yang ganas setiap detik menyapu bibir pantai Bengkulu, wajar bila daratan Bengkulu terus menghilang saban tahun.

Kepala Balai Wilayah Sungai Sumatera (BWSS) VII, Adi Umar Dani menyebutkan daratan Bengkulu yang menghadap Samudera Hindia hilang dua meter per tahun akibat laju abrasi di pesisir Bengkulu.

"Per tahunnya ada dua meter daratan Bengkulu hilang ditelan laut akibat abrasi dampaknya sawah, jalan negara, fasilitas publik dan lainnya menjadi terancam bahkan sudah ada yang tenggelam. Ini menjadi perhatian kita bersama," kata Kepala Balai Wilayah Sungai Sumatera (BWSS) VII, Adi Umar Dani, saat dijumpai di Kabupaten Kaur, Provinsi Bengkulu, Kamis (24/8/2023).


Ia tambahkan, estimasi pihaknya garis pantai Bengkulu mencapai 525 kilometer membentang di tujuh kabupaten di Provinsi Bengkulu terdapat 200 kilometer saat ini terancam akibat abrasi.

Pemerintah jelasnya sejak 1995 terus memperbaiki pesisir pantai yang rusak namun belum mencapai 50 persen yang mampu diperbaiki.

"Dari jumlah yang terancam dan rusak itu kami menggunakan skala prioritas bekerjasama dengan balai jalan nasional bina marga termasuk titik longsor. Skala prioritas dilakukan karena terbatasnya anggaran yang kita kelola," ungkap Adi Umar Dani.

Kerusakan akibat abrasi menurutnya banyak terjadi di Kabupaten Bengkulu Utara, Kaur dan beberapa kabupaten lain.

Dikatakannya secara keseluruhan perbaikan pesisir Bengkulu yang rusak dan terancam abrasi bila harus diproteksi maka membutuhkan biaya yang cukup tinggi berkisar Rp 5 triliun.

"Itu kalau kita rata-ratakan Rp 50 juta per meter maka sekitar Rp 5 triliun, itu semua sepanjang 525 kilometer. Hanya saja kita tentu memilih skala prioritas terkait kemampuan anggaran," ujarnya.

Perbaikan pesisir dilakukan pembangunan kubus beton serta sejumlah jenis konstruksi lainnya disesuaikan dengan karakter pesisir yang ada.

Raniah warga Desa Pondok Kelapa dengan sejumlah perempuan pesisir membentuk organisasi Kelompok Perempuan Sungai Lemau yang membangun kesadaran merawat pesisir.

Sejumlah program penanaman mangrove dilakukan dengan upaya mandiri. Namun penanaman selalu gagal karena ombak begitu kencang.

"Banyak pohon bakau kami tersapu ombak karena langsung berhadapan dengan laut. Harusnya dibangun penahan abrasi baru ditanami mangrove," ujarnya.


184 desa di Bengkulu terancam abrasi

Direktur Walhi Bengkulu, Abdullah Ibrahim Ritonga menyatakan terdapat 184 desa di Bengkulu terancam abrasi mulai dari Kabupaten Kaur hingga Mukomuko berbatasan dengan Provinsi Lampung dan Sumatera Barat.

Walhi mengingatkan, Bengkulu telah mengalami krisis iklim dan harus menjadi perhatian serius mengingat daerah itu ditetapkan BNPB sebagai potensi bencana maka pemerintah diminta untuk mempunyai peta penanganan bencana.

Kedua Bengkulu yang identik dengan pesisir ada 184 desa di tepian pesisir maka pemerintah harus memperhatikan kerentanan daerah pesisir dan mendorong pemerintah mempunyai fokus yang serius menyikapi dampak perubahan iklim pada masyarakat dan nelayan.

Ketiga, sebagai wilayah yang juga dengan kawasan hutan yakni Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) dan Taman Nasional Kerinci Sebelat (TNKS) Bengkulu harus mempertahankan fungsi kawasan hutan terakhir di Bengkulu.

Ancaman pelepasan fungsi kawasan hutan sebesar 120.000 hektar akan berdampak serius mempercepat krisis iklim itu sendiri.

"Pemerintah harus mempertimbangkan kembali usulan pelepasan fungsi kawasan hutan dari Pemprov Bengkulu karena pelepasan fungsi kawasan itu dapat memperluas industri pertambangan di Bengkulu," ujar Ibrahim.

Walhi juga mengusulkan agar pemerintah melibatkan masyarakat nelayan terdampak krisis iklim untuk diajak mengambil kebijakan dalam menyikapi soal krisi iklim.

"Harus ada pelibatan masayarakat baik teknis dan substansi dalam menangani krisis iklim yang turunannya baik dalam bentuk adaptasi dan mitigasi perubahan iklim di Bengkulu," demikian Ibrahim.

Bagi masyarakat, mereka inginkan desa mereka tidak hilang ditelan laut.

Bila tidak ada intervensi pemerintah maka dalam waktu 10 tahun mereka dapat memastikan desa mereka ikut tenggelam.

"Kami sudah tak bisa lagi banyak berbuat perlu campur tangan pemerintah untuk selamatkan desa kami dari abrasi," demikian Raniah.

https://regional.kompas.com/read/2023/08/25/114536078/parahnya-abrasi-pantai-di-bengkulu-dan-penanganannya-yang-butuh-rp-5

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke