Salin Artikel

Air Lindi, Limbah yang Menjadi Salah Satu Masalah dalam Pengelolaan TPA

KOMPAS.com - Pencemaran air lindi adalah salah satu permasalahan yang kerap muncul dari pengelolaan limbah di Tempat Pemrosesan Akhir Sampah (TPA) atau Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS).

Di tahun 2023, masih ditemukan beberapa TPA yang belum maksimal dalam melakukan pengelolaan tehadap limbah air lindi.

Di TPA Piyungan Yogyakarta, limbah air lindi sempat membuat resah karena masuk ke sawah-sawah milik warga.

Dilansir dari pemberitaan Kompas.com (20/2/2023), Sekretaris Daerah (Sekda) DIY Kadarmanta Baskara Aji mengungkap bahwa air lindi di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Piyungan yang belum terolah membeludak ke sawah-sawah sehingga dikeluhkan warga.

Menurut Aji, membeludaknya air lindi ini dikarenakan curah hujan di Yogyakarta yang akhir-akhir ini cukup tinggi.

Aji juga mengatakan, saat ini teknologi yang diterapkan untuk pengolahan lindi di TPA Piyungan masih belum dapat mengatasi luberan air ke sawah warga.

Menurut dia saat ini Pemerintah DIY sedang dalam proses lelang pengolahan air lindi diharapkan pada bulan Maret 2023 sudah mendapatkan rekanan yang mampu mengolah air lindi dengan teknologi baru.

Selanjutnya di TPA Sarimukti Kabupaten Bandung Barat ditemukan kasus pencemaran air lindi yang masuk ke Sungai Citarum.

Dilansir dari pemberitaan Kompas.com (21/7/2023), disebutkan bahwa pencemaran limbah air lindi TPA Sarimukti sudah masuk dalam kondisi mengkhawatirkan.

Dari investigasi yang dilakukan, limbah air lindi berwarna coklat dan berbusa itu keluar dari outlet IPAL TPA Sarimukti ke Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum.

Sungai yang langsung tercemar limbah air lindi itu yakni sungai Ciganas dan Cipanawuan, di mana aliran sungai tersebut mengalir menuju Sungai Cimeta kemudian masuk ke Sungai Citarum.

Imbasnya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memeberikan sanksi terhadap Tempat Pengolahan Kompos (TPK) Sarimukti yang berada di bawah Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Jawa Barat.

Permasalahan yang sama juga ditemukan di TPA Tlekung Kota Batu, yang enuai reaksi dari warga.

Seperti diberitakan SuryaMalang.com (9/8/2023), masalah pencermaran air lindi tersebut diungkap Kepala Dusun Gangsiran Ledok, Desa Tlekung Kecamatan Junrejo, Muhammad Ansori.

Muhammad Ansori menuturkan bahwa persoalan air lindi yang dihasilkan TPA Tlekung ketika musim kemarau seperti saat ini dampaknya tak begitu dirasakan masyarakat sekitar.

Namun ketika musim hujan, air lindi yang mengalir sangat ‘meresahkan’ warga, bahkan menimbulkan alergi kulit.

“Kalau air lindi itu karena sekarang musim kemarau jadinya tidak ada pencemaran, kalau hujan baru turun ke aliran sungai. Biasanya warnanya hitam pekat dan kalau pertanian itu kena kulit jadi gatal-gatal. Kalau sekarang musim kemarau agak berkurang. Pas hujan itu rembesan sampah mengeluarkan air dan kolam tampungnya tidak cukup,” terangnya.

Diluar permasalahan di ketiga TPA tersebut, solusi bagi permasalahan pencemaran limbah air lindi rupanya masih menjadi pekerjaan rumah bagi sejumlah TPA.

Berikut dibahas apa sebenarnya air lindi dan bagaimana aturan pengelolaan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat.

Apa itu Air Lindi?

Aturan tentang limbah air lindi disebutkan dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Nomor 59 Tahun 2016 tentang Baku Mutu Lindi bagi Usaha dan/atau Kegiatan Tempat Pemrosesan Akhir Sampah.

Dalam aturan tersebut, terutama di dalam Pasal 1, dijelaskan pengertian mengenai air lindi.

Lindi adalah cairan yang timbul akibat masuknya air eksternal ke dalam timbunan sampah, melarutkan dan membilas materi-materi terlarut, termasuk materi organik hasil proses dekomposisi secara biologi.

Sementara Damanhuri (2010) menjabarkan Lindi (leachate) sebagai cairan yang merembes melalui tumpukan sampah dengan membawa materi terlarut atau tersuspensi terutama hasil proses dekomposisi materi sampah.

Setiap TPA memiliki karakteristik air lindi yang berbeda tergantung dari kondisi dan proses yang terjadi di dalamnya.

Apa Itu Baku Mutu Lindi?

Dalam pengelolaannya baik bagi usaha atau tempat pemrosesan akhir sampah (TPA), dikenal istilah baku mutu lindi.

Baku mutu lindi adalah ukuran batas atau kadar unsur pencemar dan/atau jumlah unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam lindi yang akan dibuang atau dilepas ke dalam sumber air dari kegiatan TPA.

Dalam baku mutu lindi, terdapat nilai kadar paling tinggi yang merupakan ukuran batas tertinggi suatu unsur pencemar dalam air limbah yang diperbolehkan dibuang ke sumber air.

Dalam lampiran peraturan tersebut, ditetapkan baku mutu air lindi dengan nilai kadar paling tinggi untuk tiap parameter, antara lain:

Bagaimana Aturan Pengelolaan Air Lindi?

Peraturan menteri tersebut salah satunya menjadi pedoman gubernur dalam menetapkan baku mutu lindi, sekaligus bagi penanggung jawab usaha dan TPA dalam merencanakan pengolahan lindi.

Seperti termuat dalam Pasal 7, ada beberapa hal yang wajib dilakukan oleh pengelola TPA dalam pengelolaan lindi, antara lain:

1. menjamin seluruh lindi yang dihasilkan di TPA masuk ke instalasi pengolahan lindi;

2. menggunakan instalasi pengolahan lindi dan saluran lindi kedap air sehingga tidak terjadi perembesan lindi ke lingkungan;

3. memisahkan saluran pengumpulan lindi dengan saluran air hujan;

4. melakukan pengolahan lindi, sehingga mutu lindi yang dibuang ke sumber air tidak melampaui baku mutu lindi;

5. tidak melakukan pengenceran lindi ke dalam aliran buangan lindi;

6. menetapkan titik penaatan untuk pengambilan contoh uji lindi dan koordinat titik penaatan;

7. memasang alat ukur debit atau laju alir lindi di titik penaatan;

8. membuat sumur pantau di hulu dan hilir lokasi TPA sesuai peraturan perundang-undangan;

9. melakukan pencatatan sampah yang ditimbun harian;

10. melakukan pemantauan debit dan pH harian;

11. memeriksakan kadar parameter lindi sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri secara berkala paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan ke laboratorium yang telah terakreditasi dan/atau teregristrasi;

12. melakukan pemantauan kualitas air tanah setiap 3 (tiga) bulan sekali melalui pengambilan contoh uji pada sumur pantau/sumur uji dengan parameter sesuai dengan Lampiran Peraturan Menteri;

13. memiliki Prosedur Operasional Standar pengolahan lindi dan sistem tanggap darurat;

14. menyampaikan laporan debit dan pH harian lindi, pencatatan harian sampah yang diproses, data klimatologi antara lain curah hujan, dan temperatur, hasil analisa laboratorium terhadap air tanah, dan hasil analisa laboratorium terhadap lindi (termasuk koordinat titik sampling) paling sedikit 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulankepada bupati/walikota dengan tembusan gubernur, Menteri dan instansi terkait sesuai dengan kewenangannya; dan

15. melaporkan dan menyampaikan kegiatan penanggulangan pencemaran akibat kondisi tidak normal kepada bupati/walikota, dengan tembusan kepada Gubernur dan Menteri paling lama 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam.

Sumber:
peraturan.bpk.go.id  
suryamalang.tribunnews.com
kompas.com ( Penulis : Kontributor Yogyakarta, Wisang Seto Pangaribowo, Kontributor Bandung Barat dan Cimahi, Bagus Puji Panuntun, Editor : Khairina,Gloria Setyvani Putri, Reni Susanti)

Damanhuri, E.,dan Tri, P. 2010. Diktat Kuliah Pengelolaan Sampah. Bandung: Institut Teknologi Bandung.

https://regional.kompas.com/read/2023/08/24/221345978/air-lindi-limbah-yang-menjadi-salah-satu-masalah-dalam-pengelolaan-tpa

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke