Salin Artikel

Anak Berkonflik dengan Hukum di LPKA Kupang Ingin Jadi Pendeta Saat Bebas

G dan 26 temannya yang lain, adalah penghuni Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Klas 1 Kupang. Mereka duduk berjejer dalam ruangan sambil mengikuti ibadah yang dipimpin oleh pendeta Alexander Tenu.

Ibadah itu juga dihadiri juga Ketua PGLII Wilayah NTT Pendeta Gatsper Anderius Hawu Lado, Pelaksana Tugas Kepala LPKA Kupang Gidion Pally, serta sejumlah jemaat lainnya.

G dan rekan-rekannya khusyuk mengikuti ibadah. Mereka juga diberi kesempatan bernyanyi di depan para peserta yang hadir. Beberapa orang terlihat meneteskan air mata ketika mendengar nyanyian tulus para Andikpas.

Selesai ibadah, Ketua PGLII Wilayah NTT Pendeta Gatsper Anderius Hawu Lado, sempat bertanya kepada G dan teman-temannya soal rencana mereka setelah selesai menjalani masa pembinaan.

"Siapa di sini yang setelah keluar mau jadi pendeta? Angkat tangan," tanya Pendeta Gatsper.

Dari puluhan anak-anak yang hadir, hanya tiga orang yang mengangkat tangan. Satu di antaranya adalah G.

Melihat itu, Pendeta Gatsper lantas mengatakan akan menunggu tiga anak itu bila keluar nanti. Dia akan memfasilitasi ketiganya untuk menempuh pendidikan calon Pendeta atau Teologi.

Keinginan kuat G untuk menjadi seorang pendeta bukan tanpa alasan. Dia ingin meneruskan profesi kakeknya yang seorang pendeta.

"Saya ingin gantikan Opa (kakek) sebagai Pendeta jika nanti Opa sudah tidak ada lagi," kata G, saat ditemui Kompas.com, usai kegiatan ibadah.

Kepada wartawan, G mengaku menjadi penghuni LPKA Klas 1 Kupang, sejak 2021 lalu.

Dia terlibat kasus pembunuhan di Gelanggang Olahraga Kota Kupang saat usianya masih 15 tahun.

Saat itu kata G masih duduk di bangku kelas III salah satu Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kota Kupang.

Waktu kejadian, dirinya dalam kondisi mabuk minuman keras jenis sopi. G akhirnya divonis enam tahun empat bulan penjara.

Di awal-awal masa pembinaan, G sempat frustrasi.

Dia sempat berpikir akan terkurung lama dan tidak akan diterima lagi di masyarakat saat bebas nanti.

Namun, di tempat tersebut, G mengaku diperlakukan dengan baik. Banyak pihak memberinya dukungan untuk menjadi manusia yang lebih baik lagi.

"Pelajaran yang kami terima dari orang-orang luar yang datang dan juga para pembina kami di sini, tentu menjadikan bekal nanti ketika kami keluar akan menjadi lebih baik dan berubah," kata G.

Tetap kejar pendidikan

Selama menjalani pembinaan, G tetap memperjuangkan pendidikannya. Di dalam LPKA Klas 1 Kupang, G mengikuti pendidikan kejar paket C bersama rekannya yang lain.

Ada fasilitas ruang kelas dan perpustakaan dalam LPKA tersebut.

"Saya sekarang kelas 2 SMA. Teman kelas Saya ada sembilan orang. Kami belajar di dalam kelas setiap hari Senin hingga Kamis," ungkap dia.

Selain pendidikan, G juga rajin mengikuti kegiatan lainnya seperti membuat kerajinan, main musik dan olahraga tinju, serta kegiatan kerohanian.

Semua kegiatan itu kata G, rutin dilakukan setiap hari. Meski masih lama menjalani masa pembinaan, tetapi G tetapi optimistis cita-citanya sebagai pendeta bisa terwujud karena dukungan dari semua pihak, mulai dari keluarga, teman, warga yang sering berkunjung.

Juga peran dari para pembina di LPKA Kupang.

G pun selalu mengingatkan rekan-rekannya yang lain untuk tetap optimistis mengejar cita-cita dan berubah menjadi manusia yang lebih baik setelah bebas nanti.

Pelaksana Tugas Kepala LPKA Kupang Gidion Pally, mengatakan, jumlah anak-anak binaan LPKA Kupang sebanyak 29 orang.

"Di sini semuanya laki-laki. Dulunya ada satu anak perempuan, tetapi baru-baru ini sudah keluar," kata Gidion.

Sebagian besar kata dia, anak-anak yang menjalani masa pembinaan terjerat kasus pencabulan.

Dia mengklaim pemenuhan hak anak-anak sudah terpenuhi seperti makan minum, informasi, pendidikan, kesehatan, rekreasi, kreativitas, kegiatan kerohanian, berdoa serta olahraga

Bahkan kata dia, beberapa fasilitas olahraga juga disiapkan dengan baik oleh pihaknya seperti lapangan voli dan peralatan tinju.

"Semua itu rutin dilakukan setiap hari. Artinya semua waktu mereka terisi untuk hal-hal yang berguna dan bermanfaat bagi anak-anak, jika kelak mereka keluar nanti," kata Gidion.

"Kita memberikan pendidikan peningkatan intelektual. Yang kemarin putus sekolah di SD, SMP dan SMA kita kerjasama dengan Dinas Pendidikan Kota dan Sanggar Kegiatan Belajar (SKB), setiap hari datang melatih mereka sesuai dengan tingkat pendidikan," sambungnya.

Sedangkan untuk kepribadian dan mental, ada pembinaan kerohanian dari para rohaniawan dari Kristen, Katolik, serta Islam.

Anak-anak binaan juga dilatih membuat kerajinan tangan, seperti gedung baja ringan, lantai keramik, pengelasan, tanaman hidroponik, dan jahit menjahit.

"Harapan kita, anak-anak kita yang ada memiliki potensi dan kepribadian. Dengan latar belakang di lingkungan yang kurang baik, pendidikan yang belum terlalu baik sehingga ketika mereka berada di sini kita harapkan ada perubahan perilaku setiap waktu," katanya.

Gidion menyimpan harapan anak berkonflik dengan hukum tersebut akan 'terlahir' kembali menjadi pribadi yang baru setelah keluar dari LPKA.

"Kalau sudah bebas mereka sudah menjadi manusia mandiri dan tidak mengulangi lagi perbuatannya. Mereka sudah tahu mana hal yang baik dan tidak baik," ujar dia. 

https://regional.kompas.com/read/2023/08/24/172953978/anak-berkonflik-dengan-hukum-di-lpka-kupang-ingin-jadi-pendeta-saat-bebas

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke