Salin Artikel

Anak Berhadapan Hukum di Pangkalpinang Didominasi Kasus Asusila, Dinas Andalkan RPS

Halaman yang cukup luas hanya berisi satu kendaraan minibus milik warga yang kebetulan menumpang parkir di sana.

Pintu RPS dalam keadaan terkunci dengan jendela tertutup. Tidak ada petugas dan aktivitas pelayanan di dalamnya.

Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial Anak dan Lansia Dinsos Pangkalpinang Sepriyandi mengatakan, RPS dalam keadaan kosong karena memang belum ada kasus anak yang sedang ditangani.

RPS, kata Yandi, difungsikan sebagai rumah singgah sementara bagi anak yang berhadapan dengan hukum (ABH).

Pelayanan terhadap ABH itu mencakup mereka yang menjadi korban maupun pelaku.

"Kami dari Dinsos melakukan pendampingan di RPS selama tujuh hari. Selanjutnya nanti proses sesuai mekanisme hukum yang berlaku terhadap anak," ujar Yandi kepada Kompas.com di Kantor Dinas Sosial Pangkalpinang, Kamis.

Yandi mengungkapkan, pendampingan dilakukan untuk memastikan hak-hak anak selama proses hukum bisa terpenuhi.

Salah satunya ancaman hukuman terhadap anak hanya separuh dari tuntutan hukum yang berlaku bagi orang dewasa.

"Pendampingan dan penilaian dari asessment yang kita lakukan menjadi pertimbangan bagi aparat penegak hukum," ujar Yandi.

Selama 2021, jumlah ABH yang ditangani di Kota Pangkalpinang tercatat sebanyak 31 orang yang terdiri dari anak sebagai pelaku 27 dan anak korban empat.

Kemudian pada 2022 tercatat sebanyak 43 orang yang terdiri dari anak sebagai pelaku 20 dan anak sebagai korban 23 orang.

Sementara hingga Juli 2023 tercatat 34 ABH dengan rincian anak sebagai pelaku 11, anak sebagai korban 14 dan anak sebagai saksi sembilan orang.

"Kasus ABH paling banyak terkait asusila, kemudian pencurian dan zat adiktif seperti narkoba atau mabuk lem," ujar Yandi.


Kepala Bidang Rehabilitasi Sosial Dinsos Pangkalpinang M Hartomo Effendy mengatakan, kasus terhadap anak tidak begitu menonjol karena situasi keamanan yang relatif lebih terjaga.

Jika diambil rata-rata dalam setahun maka ABH di Pangkalpinang masih di bawah 50.

"Artinya dengan RPS saat ini masih memadai untuk pelayanan terhadap ABH," ujar Hartomo.

Terkait pembangunan gedung Lembaga Penjamin Kesejahteraan Sosial (LPKS), kata Hartomo masih terlalu jauh untuk direalisasikan.

Sebab dinas harus mempertimbangkan banyak hal. Seperti anggaran, ketersediaan pegawai umum hingga tenaga ahli.

"Kebutuhannya juga kita lihat dulu. Dengan kasus-kasus saat ini masih bisa difasilitasi dengan RPS," ujar Hartomo.

Hartomo memastikan, layanan terhadap ABH saat ini tetap berjalan lancar karena dinas tidak berjalan sendiri, melainkan bersinergi juga dengan Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) kepolisian serta Kementerian Sosial.

"Sebagai pencegahan terjadinya kasus, pemkot selalu menekankan aspek keamanan dan kondusifitas daerah bersama stakeholders terkait. Karena ini bagian dari pembangunan dan minat orang untuk berinvestasi juga," pungkas Hartomo.

https://regional.kompas.com/read/2023/08/24/124916878/anak-berhadapan-hukum-di-pangkalpinang-didominasi-kasus-asusila-dinas

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke