Salin Artikel

Cerita Penyelam TNI AL tentang Horornya "Kuburan Massal" Kapal Era Perang di Perairan Cilacap

CILACAP, KOMPAS.com - "Horor" demikian ucapan pertama yang terlontar dari mulut penyelam Komando Pasukan Katak (Kopaska) TNI AL, Letkol Yudo Ponco.

Kesan itu disampaikan Ponco kepada Komandan Pangkalan TNI AL (Danlanal) Cilacap Kolonel Bambang Beno, sesaat usai menyelesaikan misi penyelaman di perairan Cilacap, Jawa Tengah, Jumat (21/7/2023).

Perairan antara Nusakambangan dan Cilacap yang merupakan alur Pelabuhan Tanjung Intan Cilacap ini memang menjadi "kuburan massal" kapal-kapal era Perang Dunia (PD) II dan pasca-kemerdekaan.

Selama dua hari, Kamis-Jumat (20-21/7/2023), Ponco bersama anggota Kopaska lainnya menyelami perairan itu untuk menindaklanjuti temuan ribuan amunisi oleh nelayan.

Amunisi itu dipastikan berasal dari gudang senjata dan amunisi pada bangkai kapal perang era PD II yang tenggelam di perairan tersebut.

Ponco mengatakan, tim menjangkau bangkai kapal perang yang masih misterius itu di kedalaman antara 20 meter sampai 23 meter. Pada hari kedua Ponco menelusuri reruntuhan besi tua itu sekitar 22 menit.

Lantas seperti apa horornya "kuburan massal" kapal di Perairan Cilacap?

"Yang jelas wreck diving itu tidak pernah suasananya biasa, karena dia (kapal yang belum diketahui identitasnya) pasti tenggelam karena pertempuran," kata Ponco.

Menurut Ponco, dalam setiap pertempuran hampir bisa dipastikan memakan korban jiwa. Kondisi itu menyebabkan aura di bawah air sangat berbeda.

"Dalam pertempuran, kecil kemungkinan tidak ada korban (jiwa). Jadi memang auranya berbeda, itu rumah mereka, bukan alam kita," ujar Ponco.

Ponco mengatakan, dari sejumlah misi yang pernah dijalani, penyelaman di Perairan Cilacap ini adalah yang paling menantang.

Sebelumnya, Ponco tercatat pernah melakukan penyelaman pada bangkai kapal U-Boot Nazi, USS Houston, HMAS Perth dan bangkai pesawat Thunderbolt.

Selain karena aura mistis yang kuat, kondisi Perairan Cilacap juga kurang bersahabat.

"Ini paling menantang dari sekian (bangkai) kapal (yang pernah diselami), karena visbilitas jelek dan arus kencang," kata Ponco.

Saking gelapnya, Ponco mengalami disorientasi. Ia hanya berpatokan pada tali yang digunakan sebagai petunjuk arah.

"Jadi jalan kami pulang hanya berpegangan pada tali, di mana tempat masuk, di situ lah kami keluar. Kami tidak punya petunjuk lain untuk melihat kiri kanan, seperti orang buta berjalan," tutur Ponco.

"Kami takut karena tidak tahu batas pintunya sampai mana," kata Ponco.

Selain itu, arus bawah air juga sangat kencang.

"Arus kencang banget, kalau berpegangan pada tali itu terbang seperti Superman," ujar Ponco.

Menurut historical diver yang tergabung dalam misi ini, Ady Setyawan, di Perairan Cilacap ada puluhan bangkai kapal.

Dari catatan sejarah, pada tahun 1942 saja di alur tersebut ada 23 kapal yang ditenggelamkan Jepang. Kapal itu diduga membawa orang-orang Belanda yang akan duevakuasi ke Australia.

Kemudian pada Agresi Militer 1942, berdasarkan arsip Belanda yang dibaca Ady, seluruh kapal di lokasi itu ditenggelamkan tentara Belanda.

Saat itu, hanya satu kapal yang selamat. Namun, tidak disebutkan jumlah kapal yang ditenggelamkan.

https://regional.kompas.com/read/2023/07/21/221943178/cerita-penyelam-tni-al-tentang-horornya-kuburan-massal-kapal-era-perang-di

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke