Salin Artikel

Saat Warga Grobogan Berburu Tetesan Air Asin dari "Belik" demi Bisa Mandi dan Mencuci

Sumur tadah hujan yang menjadi andalan sudah kering kerontang. Pun demikian juga dengan sungai setempat yang telah gersang.

Desa Geyer adalah salah satu permukiman terpencil di Kabupaten Grobogan yang menjadi langganan kekeringan saat kemarau.

Untuk mencukupi kebutuhan air bersih sehari-hari, desa yang dihuni oleh 5.800 jiwa ini bersandar pada sumur tadah hujan. Selain itu, mereka juga bertumpu pada pasokan air dari sungai setempat.

Selama ini, Desa Geyer memang tidak terakses pasokan air bersih dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Terlebih lagi, Program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Pamsimas) tak menyasar Desa Geyer lantaran minim kandungan air.

Kondisi pun memprihatinkan saat hujan tak lagi mengguyur pedesaan di kawasan hutan ini. Mereka benar-benar berada dalam situasi terpuruk akibat darurat air bersih.

Para warga kurang mampu harus bersusah payah berburu tetesan air dari dasar sungai yang mengering. Tanah tandus itu pun mereka gali seukuran tong sampah dengan harapan muncul cadangan air.

Selasa (18/7/2023) sore, puluhan warga Desa Geyer mengantre air di depan beberapa kubangan yang telah digali dari dasar sungai kering itu.

Rongga-rongga di dasar sungai itu biasa disebutnya dengan nama "belik". Di alur sungai yang gersang itu, warga sudah membuat sejumlah belik yang menampung resapan air sungai itu.

Setiap belik dimanfaatkan warga bergiliran. Meski airnya keruh dan berasa asin, warga tidak ada pilihan lain dan tidak mempersoalkannya.

Lubang-lubang sedalam sekitar 1 meter itu perlahan terisi air. Setelah penuh, air keruh itu diciduk menggunakan gayung lantas diisikan ke ember, galon dan jeriken.

Untuk memenuhi satu jeriken kemasan 40 liter dibutuhkan waktu paling cepat 10 menit. Jeriken diangkut menuju rumah menggunakan motor, dan ada juga yang digendong dengan berjalan kaki.

Seperti halnya Siti Rukayah (53) yang mengaku kelimpungan harus bolak-balik menggendong jeriken dari belik menuju rumahnya.

Buruh tani Desa Geyer ini terpaksa berjalan kaki sejauh hampir 200 meter dari belik menuju rumahnya.

Meski merasa kelelahan, ia tak memedulikannya. Baginya, saat ini, yang terpenting kebutuhan air di rumahnya terpenuhi setiap hari.

"Sehari bolak-balik tujuh kali agar air di rumah tercukupi. Mau beli juga mahal. Bisa untuk cuci dan mandi. Air dari belik itu asin, tapi mau bagaimana lagi," tutur ibu tiga anak itu.

Sore itu Siti tak sendiri. Dia mengantre di belik berbarengan dengan belasan ibu lainnya. Selain untuk keperluan mencuci, air dari belik juga dipersiapkan untuk kebutuhan mandi sekeluarga .

"Kami sudah terbiasa saat kemarau melanda. Kalau sudah kepepet, air dari belik yang kadang asin rasanya, kami masak terlebih dulu sebelum dikonsumsi," tutur Sri warga Desa Geyer lainnya.

Sekretaris Pemdes Geyer, Joko Purnomo menyampaikan, kemarau melanda enam dusun di desanya sejak dua bulan ini. Sementara warga yang hidup di garis kemiskinan terpaksa memanfaatkan belik untuk keperluan kebutuhan akan air.

Joko pun berharap segera ada bantuan dari pemerintah untuk membantu memenuhi pasokan air bersih.

"Kami sudah mengajukan droping air ke Pemkab Grobogan. Saat kemarau panjang selalu krisis air. Air dari belik umumya berasa asin, entah bagaimana ceritanya kami belum paham," kata Joko.

https://regional.kompas.com/read/2023/07/19/051700778/saat-warga-grobogan-berburu-tetesan-air-asin-dari-belik-demi-bisa-mandi-dan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke