Salin Artikel

Saksi Bisu Saat Perempuan Muda Semarang Dilecehkan dan Dijadikan Jugun Ianfu "Budak Seks" Tentara Jepang

Melalui penelitian berjudul Jugun Ianfu: Derita Perempuan dalam Pusaran Perang, sejarawan Universitas Diponegoro, Titiek Suliyatim mengatakan bahwa di Hotel Singapore pernah dijadikan tempat untuk jugun ianfu.

Jugun ianfu merupakan sekumpulan perempuan yang dipaksa melayani hasrat seksual tentara Jepang di Kota Semarang dan tempat jajahan yang lain. Jugun ianfu berbeda dengan perempuan penghibur.

Para perempuan di jugun ianfu dipaksa melayani secara sukarela dan tidak memperoleh bayaran. Mereka rata-rata perempuan korban perang yang sengaja dilacurkan untuk memenuhi hasrat seksual tentara Jepang.

Dalam penelitian tersebut, tentara Jepang memiliki empat rumah bordil atau tempat lokalisasi jugun ianfu di Kota Semarang. Namun, bangunan yang masih bisa dilihat sampai saat ini hanya Hotel Singapore.

Jika dilihat dari luar, hotel tersebut memang terlihat kurang terawat. Warna bangunan tersebut juga kusam dan beberapa bagian mengelupas. Maklum saja, bangunan tersebut memang sudah dimakan usia.

Meski Hotel Singapore terlihat kurang terawat, nyatanya masih banyak warga yang berdatangan untuk menginap di bangunan bersejarah tersebut karena harganya murah. Untuk menginap semalam, pengunjung hanya dipatok Rp 50.000.

Pemerhati sejarah Kota Semarang, Mozes Christian Budiono, mengatakan, rumah bordil itu didirikan pada Februari 1944 oleh seorang perwira tentang Jepang, Kolonel Okubo.

"Rumah bordil itu untuk mencegah dan mengawasi tentara Jepang melampiaskan hasrat seksual di sembarang tempat," jelasnya kepada Kompas.com melalui sambungan telepon, Selasa (18/7/2023).

Pada saat itu, bangunan bersejarah tersebut cukup penting agar pasukan Jepang terhindar dari penyakit kelamin. Ada sekitar 35 perempuan dipekerjakan untuk melayani hasrat seksual prajurit Jepang.

"Bangunan Hotel Singapore dulunya bernama Hinomaru," kata pemerhati sejarah yang aktif di media sosial itu.

Para perempuan korban perang itu wajib melayani militer Jepang. Jika tidak, mereka akan dipukul, ditodong pedang katana dan dianiya.

Rata-rata perempuan yang dijadikan jugun ianfu merupakan perempuan-perempuan muda yang berumur 16 hingga 30 tahun. Dalam sehari, mereka diminta untuk melayani lima tentara Jepang.

"Mereka (jugun ianfu) seperti itu bukan atas keinginan sendiri," ungkap pria yang akrab disapa Mozes itu.

Jugun Ianfu harus ditulis

Menurut Mozes, jugun ianfu merupakan peristiwa perbudakan kejam. Para perempuan yang dijadikan pelayan oleh tentara Jepang mengalami trauma dan terhina.

Apalagi perbudakan yang dilakukan tentara Jepang tidak hanya di Indonesia. Ada beberapa negara lain, seperti China, Korea, Belanda, Singapura, Malaysia, Vietnam, Mnyamar yang bernasib sama.

Kisah jugun ianfu sempat kabur hingga salah satu penyintas perempuan bernama Kim Hak Soon asal Korea berani bersuara.

"Ada beberapa penyitas yang membuat buku, salah satunya Jan Ruff O'Herne, warga Belanda yang menulis buku berjudul '50 Years Of Silence Comport Women Of Indonesia', yang berisi pengalaman pahit korban dijadikan budak seks di Semarang," ungkap Mozes.

Pada akhirnya, peristiwa jugun ianfu dibawa ke Pengadilan Internasional di Den Haag, Belanda. Pada 4 Desember 2001, pemerintah Jepang dinyatakan bersalah atas peristiwa tersebut.

"Keputusan pengadilan menyatakan Jepang harus bertanggung jawab atas perbudakan pada 200.000 perempuan di wilayah Asia," imbuh dia.

https://regional.kompas.com/read/2023/07/18/144914478/saksi-bisu-saat-perempuan-muda-semarang-dilecehkan-dan-dijadikan-jugun

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke