Salin Artikel

Studi Banding ke SATP, Bupati Willem Ingin Jajaki Kerja Sama untuk Pendidikan Anak Puncak

KOMPAS.com - Bupati Kabupaten Puncak, Papua, Willem Wandik bersama anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Puncak dan rombongan melakukan studi banding ke Sekolah Asrama Taruna Papua (SATP), Senin (17/7/2023).

SATP merupakan sekolah berpola asrama dengan fasilitas lengkap berstandar internasional. Sekolah milik Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK) ini dikelola oleh Yayasan Pendidikan Lokon (YPL) Perwakilan Timika di Timika.

Kedatangan Bupati Willem dan rombongan disambut oleh manajemen SATP yang dipimpin Kepala Sekolah Johana Tnunay, termasuk Direktur Yayasan Pemberdayaan YPMAK Vebian Magal juga ikuta dalam kegiatan ini.

Saat kunjungan tersebut, Bupati Willem Wandik mengatakan, pihaknya ingin menjajaki kerja sama dengan YPMAK selaku pemilik SATP untuk menyambung pendidikan anak-anak di wilayahnya.

“Kami akan jajaki kerja sama dengan YPMAK dan sekolah ini (SATP). Apakah kami (bisa) titip anak-anak di sini (SATP) atau bangun sekolah berpola asrama, tapi tidak dalam jumlah besar. (Dengan begitu) pendidikan di Puncak tidak putus dan anak-anak tetap (bisa) belajar,” ujarnya dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Selasa (18/7/2023).

Willem mengungkapkan, studi banding ke SATP merupakan bagian dari rencana pihaknya ke depan, terkait masa depan anak-anak usia sekolah di Kabupaten Puncak,

Pasalnya, kata dia, kondisi keamanan di Kabupaten Puncak kurang kondusif hingga menyebabkan pendidikan di wilayah ini tidak berjalan dengan secara optimal.

Menurut Willem, kondisi tersebut akan berpengaruh terhadap generasi masa depan Kabupaten Puncak.

Oleh karenanya, hal tersebut menjadi perhatian penting bagi Willem beserta jajarannya. Dari masalah ini, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Puncak mencari solusi agar anak-anak di wilayahnya bisa bersekolah di daerah yang aman. Salah satunya, menempuh pendidikan pola asrama di luar Puncak.

“Maka (dari itu) dilakukan kunjungan ke sekolah berpola asrama milik YPMAK. Saya tak bisa bicara lagi karena pengelolaan sekolah ini luar biasa. Ada masa depan di sini (SATP). sangat luar biasa sekali sekolah ini,” imbuh Willem.

Untuk diketahui, SATP adalah fasilitas pendidikan yang dibiayai dari dana 1 persen PT Freeport Indonesia. YPMAK selaku pemilik resmi menyerahkan pengelolaan kepada mitranya, yaitu YPL.

SATP berdiri di tanah seluas 9 hektar (ha), dengan fasilitas bangunan sekolah berkelas internasional. Sekolah ini sehari-hari menggunakan percakapan wajib bahasa Inggris.

Selain itu, SATP dilengkapi dengan laboratorium bahasa Inggris, laboratorium komputer, laboratorium biologi, perpustakaan, ruang studio, ruang kesenian, lapangan olahraga, ruang klinik, hingga taman.

Menariknya lagi, SATP menyediakan siswa-siswi makan 5 kali sehari dengan makanan hasil olahan sendiri di dapur milik sekolah.

Respons positif YPMAK

Pada kesempatan yang sama, Direktur YPMAK Vebian Magal mengatakan, pihaknya siap mendukung peningkatan pendidikan di Kabupaten Puncak.

“(Pendidikan) sangat bermanfaat demi kemajuan daerah. Kalau Pemkab Puncak berniat menjalin kerja sama, kami tentu siap mendukung. Sebab, lewat Pendidikan bisa merubah dunia dan cara berpikir,” katanya.

Lebih lanjut, Vebian mengungkapkan bahwa kunjungan Pemkab Puncak memiliki makna mendalam untuk perubahan wilayah mereka.

Utamanya, kata dia, perubahan dalam aspek pendidikan bagi anak-anak asli Papua untuk meraih cita-cita mereka.

Menurut Vebian, sistem pendidikan berpola asrama merupakan salah satu cara untuk membangun generasi emas Papua.

Hal itu, kata dia, bisa berjalan dengan baik ketika ada komitmen bersama antara masyarakat, pemerintah, dan swasta.

“Di SATP ini kami terima semua suku, dua suku Amungme dan Kamoro serta lima suku lainnya, baik Dani, Damal, maupun Mee. Semua bisa sekolah di SATP dengan harapan menciptakan kedamaian untuk orang Papua,” imbuh Vebian.

Apabila di luar sekolah terjadi perang, lanjut dia, hal ini tidak menjadi masalah karena anak akan dididik dengan pola asrama.

Dengan pola tersebut, Vebian meyakini bahwa semangat kekeluargaan itu sudah terbangun sejak dini.

“Tidak ada cara lain untuk merubah Papua, hanya lewat pendidikan. Dengan pengetahuan yang tinggi, mereka akan menciptakan kedamaian. Mereka akan berpikir lebih maju dari pada kita saat ini, karena mereka dididik sejak usia dini,” jelasnya.

Kurikulum dengan kearifan lokal di Papua

Sementara itu, Kepala Sekolah SATP Johana Tnunay mengatakan, pihaknya mengembangkan kurikulum untuk para murid dengan memperhatikan nilai-nilai kearifan lokal di Papua.

Pembelajaran yang dikembangkan untuk murid sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP) itu diajarkan dalam bentuk kurikulum berbasis kehidupan.

“(Sebelum mengajarkan kurikulum kepada murid) para guru studi banding ke Bali dan Malang. Kami juga tetap mempertahankan karakteristik Papua di sekolah ini karena anak-anak Papua itu adalah anak yang hidup dekat dengan alam,” ucap Johana.

Lebih lanjut, ia mengungkapkan, pihaknya menggunakan sistem teknologi terbaru sebagai fasilitas pembelajaran di SATP.

Hal itu, kata Johana, dilakukan karena sekolah ingin mengejar kemajuan bukan ketertinggalan.

“Tentunya dengan cara penjajakan, anak dari SD hingga SMP sudah menggunakan komputer. (Dengan begitu) saat di jenjang yang lebih tinggi, mereka tidak kaget dengan teknologi meski kami tetap memperhatikan nilai-nilai kearifan lokal Papua,” ujarnya.

Dengan menggunakan fasilitas teknologi saat ini, lanjut Johana, guru-guru dari Filipina, maupun Amerika juga bisa mengajar para murid di SATP.

https://regional.kompas.com/read/2023/07/18/09275441/studi-banding-ke-satp-bupati-willem-ingin-jajaki-kerja-sama-untuk-pendidikan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke