Salin Artikel

Dilema Moratorium dan Maraknya Praktik Perdagangan Orang

CIANJUR, KOMPAS.com – Moratorium pengiriman pekerja migran Indonesia (PMI) ke sejumlah negara di kawasan Timur Tengah sejak 2015 memicu maraknya praktik perdagangan orang berkedok pengiriman tenaga kerja unprosedural.

Menurut Ketua Asosiasi Tenaga Kerja Indonesia Raya (Astakira) Cianjur, situasi itu tidak terlepas dari kebijakan yang tidak diimbangi solusi nyata bagi masyarakat.

Sejatinya, masyarakat diberdayakan, mendapatkan pelatihan kewirausahaan atau peningkatan kapasitas dan skill bagi yang ingin bekerja.

“Dan program-program itu tentunya harus dilakukan secara masif dan berkelanjutan, bukan yang sifatnya seremonial-seremonial,” ujar dia.

Karena itu, selama tidak ada kebijakan pemerintah yang lebih memberdayakan, Najib menyarankan moratorium dicabut.

“Moratorium tanpa solusi hanya akan menyuburkan bisnis kejam dan kotor (perdagangan orang) ini,” kata dia.


 

Najib menerangkan, pekerjaan di sektor domestik seperti pembantu rumah di kawasan Timur Tengah masih menjadi primadona masyarakat yang ingin mengadu nasib.

Padahal, peluang pekerjaan di sektor formal seperti di kawasan Asia Timur masih sangat terbuka lebar.

“Kalau alasan pemerintah ingin menjaga marwah dan harkat martabat bangsa dengan moratorium itu, ya bekali rakyatnya dengan keterampilan-keterampilan, soft skill agar mereka bisa bekerja di luar negeri secara bermartabat,” ujar Najib.

“Karena kebijakan tanpa solusi hanya akan menyengsarakan rakyat secara perlahan. Ini kan berkaitan dengan hajat hidup,” tandasnya.

https://regional.kompas.com/read/2023/07/14/130000478/dilema-moratorium-dan-maraknya-praktik-perdagangan-orang-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke