Salin Artikel

Masalembo, Misteri Segitiga Bermuda Indonesia di Utara Sumenep

KOMPAS.com - Cerita tentang Segitiga Bermuda sebagai salah satu perairan paling berbahaya di dunia tidak hanya ditemukan di lepas pantai Amerika Utara, namun juga ada di Indonesia.

Lokasi Segitiga Bermuda ini berada di Masalembo, sebuah perairan yang berada di tengah Laut Jawa, tepatnya sebelah utara Kabupaten Sumenep, Jawa Timur.

Perairan Masalembo juga merupakan daerah pertigaan yang merupakan pertemuan antara Laut Jawa dengan Selat Makasar.

Julukan Segitiga Bermuda Indonesia disematkan ke Perairan Masalembo karena banyaknya kejadian kecelakaan kapal atau pesawat di wilayah ini.

Asal-usul Nama Masalembo

Dilansir dari laman sumenepkab.go.id, nama Masalembo diambil dari nama kepulauan yang ada di perairan tersebut yaitu Kepulauan Masalembu.

Pulau yang semula masih tanpa nama tersebut dahulu penuh dengan hewan jenis sapi atau lembu.

Oleh karenanya, orang-orang Bugis kemudian menyebut pulau tersebut dengan sebutan Nusa Lembu (pulau sapi).

Namun, lama kelamaan penyebutan Nusa Lembu berubah menjadi Masalembu, dari kata masa yang berarti banyak dan lembu yang bermakna sapi.

Sehingga nama Masalembu berarti banyak lembu yang merujuk populasi hewan mamalia yang ada di pulau tersebut.

Sedangkan wilayah perairan di sekitar kepulauan tersebut lebih dikenal dengan nama Masalembo.

Mitos di Perairan Masalembo

Dilansir dari laman news.unair.ac.id, Albar, salah satu warga di Masalembu mengungkap mitos yang ada di perairan ini.

Albar mengatakan bahwa Masalembu mempunyai misteri tentang kekuasaan Ratu Malaka.

Konon pada masa lalu, perairan Masalembu dikuasai oleh makhluk halus dan siluman yang berkumpul.

Sehingga ketika melewati tempat tersebut, nenek moyang memerlukan sesajen dan sesembahan agar bisa selamat.

”Jadi pantang bagi siapa saja (nenek moyang) yang ingin selamat melewati perairan itu tanpa membawa sesajen dan sesembahan. Kalau itu dilanggar itu bisa memakan tumbal,” ungkap Albar.
Fenomena Alam di Perairan Masalembo

Penjelasan Ilmiah Tentang Perairan Masalembo

Kondisi yang unik di Perairan Masalembo pernah dijelaskan dalam penelitian LIPI berjudul Menguak Mitos Segitiga Masalembo dalam Perspektif Oseanografi (2016) yang ditulis Adi Purwandana S.Si. M.Si.

Dalam penelitian tersebut dijelaskan adanya fenomena turbulensi di udara yang mengancam keselamatan penerbanga, serta pusaran yang mengancam keselamatan pelayaran.

Hal ini berawal dari perbedaan kondisi Laut Jawa yang merupakan merupakan perairan dangkal di sebelah barat kepulauan Masalembo, dengan Laut Flores yang merupakan perairan laut dalam di sebelah timur.

Fenomena turbulensi di Perairan Masalembo disebabkan oleh perairan Laut Jawa yang lebih cepat hangat dengan menghangatnya lapisan atmosfer di atasnya dibandingkan Laut Flores.

Hal Ini menyebabkan perbedaan tekanan udara karena tutupan awan sebagai dampak dari penguapan

Perbedaan tekanan udara yang secara tiba-tiba inilah yang menghasilkan fenomena turbulensi yang dapat mengancam keselamatan ketika pesawat udara melintasinya.

Selanjutnya, fenomena pusaran air di Perairan Masalembo disebabkan oleh adanya Arus lintas Indonesia (Arlindo) yang mengalirkan massa air dari Samudera Pasifik menuju Samudera Hindia.

Selain mengalir melalui Selat Makassar, Arlindo juga mengalir melalui perairan laut dangkal yaitu Laut Jawa, yang dibawa dari Laut China Selatan.

Kedua arus ini selanjutnya bertemu di wilayah segitiga Masalembo, sehingga menimbulkan pengacakan arus dan turbulensi yang disinyalir tidak hanya menghasilkan pusaran/eddy secara horizontal namun juga secara vertikal.

Fenomena pusaran inilah yang dapat mengancam keselamatan moda transportasi laut, terutama untuk kapal-kapal bertonase kecil ketika melintasinya.

Tragedi Kecelakaan di Perairan Masalembo

Dari banyaknya kecelakaan yang terjadi di Perairan Masalembo, berikut adalah dua kecelakaan yang paling membekas dalam sejarah.

1. Tenggelamnya Kapal Tampomas II

Tenggelamnya Kapal Tampomas II di perairan Masalembo, Laut Jawa pada Selasa, 27 Januari 1981.

Kapal Tampomas II berlayar dari Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta menuju Teluk Bayur, Ujung Pandang, pada Sabtu, 24 Januari 1981 sekitar pukul 19.00 WIB.

Tenggelamnya kapal yang dinahkodai oleh Abdul Rivai (44) ini menelan ribuan korban. Beberapa di antaranya berhasil selamat, sisanya meninggal dunia dan ratusan penumpang belum diketahui nasibnya.

Dilansir dari Kompas.com (2022), Sekditjen Perhubungan Laut saat itu, Fanny Habibie, dalam keadaan cuaca yang jelek itu penumpang mengalami kepanikan sehingga beberapa orang terjun ke laut.

Pada Selasa (27/1/1981) pukul 13.42 WITA, Kapal Tampomas II dilaporkan tenggelam di Selat Makassar dekat Pulau Masalembo, sekitar 220 mil laut menjelang Pelabuhan Telukbayur, Ujung Pandang.

Posisi tenggelamnya Kapal Tampomas II berada pada 05 derajat 36 menit Lintang Selatan dan 115 derajat 50 menit Bujur Timur.

2. Jatuhnya Pesawat Adam Air 574

Pesawat Adam Air dengan nomor penerbangan 574 jatuh di Perairan Masalembo, tepatnya di Selat Makassar pada tanggal 1 Januari 2007.

Melansir Kompas.id, 11 Januari 2021, pesawat itu membawa 96 penumpang dan 6 orang awak pesawat yang semuanya dinyatakan meninggal dunia.

Adam Air KI 574 tujuan Manado, Sulawesi Utara lepas landas dari Bandara Juanda pada pukul 12.59 WIB dan dijadwalkan mendarat di Manado pukul 16.14 WITA. Sayangnya, pesawat itu tak pernah tiba di Manado.

Diberitakan Harian Kompas, 2 Januari 2007, Adam Air KI 574 putus kontak dengan radar Air Traffic Centre (ATC) Bandara Makassar, Sulawesi Selatan sekitar 1 jam 7 menit setelah terbang.

Pada saat putus kontak, posisi pesawat berada pada 85 mil laut (157,42 kilometer) sebelah barat laut Makassar dengan ketinggian 35.000 kaki (10.668 meter).

Sampai hari itu, pukul 00.00, posisi pesawat Adam Air KI 574 belum diketahui. Namun, radar milik Singapura menangkap pancaran emergency locator beacon (elba) di Rantepao, Tanatoraja, Sulawesi Selatan, dengan titik koordinat 3.135.257 Lintang Selatan/119.917 Bujur Timur.

Pencarian sempat menunjukkan titik terang saat ekor pesawat Adam Air ditemukan seorang nelayan Majene pada 11 Januari 2007.

Kotak hitam pesawat Adam Air KI 574 baru ditemukan pada hari ke-25 pencarian, dan setelah itu pencarian pun dihentikan.

Sumber:
sumenepkab.go.id   
lipi.go.id  
lipi.go.id
news.unair.ac.id
gramedia.com 
kompas.com (Penulis : Alinda Hardiantoro, Nur Fitriatus Shalihah, Editor : Sari Hardiyanto, Rendika Ferri Kurniawan)

https://regional.kompas.com/read/2023/07/09/215151178/masalembo-misteri-segitiga-bermuda-indonesia-di-utara-sumenep

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke