Salin Artikel

Mengintip Tradisi Jamasan Keris Kiai Cinthaka Milik Sunan Kudus

KUDUS, KOMPAS.com - Pusaka peninggalan Sunan Kudus (Syekh Ja'far Shodiq) yaitu keris Kiai Cinthaka dan dua tombak trisula dijamas di bangunan tajug kompleks Masjid Menara Kudus, Jawa Tengah, Senin (3/7/2023).

Ritual penjamasan senjata kuno yang diperkirakan berusia sekitar 600 tahun itu dikerjakan oleh para ahli jamas pusaka.

Tradisi mensucikan pusaka warisan salah satu "Walisongo" itu digelar rutin setiap tahun oleh Yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus (YM3SK) pada bulan Zulhijjah setelah hari tasyrik.

Kepala Penelitian dan Pengembangan YM3SK Abdul Jalil menyampaikan, prosesi penjamasan dimulai pada pagi sekitar pukul 07.00 diawali dengan ziarah ke Makam Sunan Kudus.

Selanjutnya dengan diiringi bacaan shalawat, petugas berjalan pelan mengambil keris Kiai Cinthaka yang diletakkan di bagian atas pendapa tajuk. 

Keris berkelok sembilan yang disemayamkan di kotak kayu tersebut lantas diturunkan secara hati-hati.     

Keris bertuah itu kemudian dicelupkan hingga disiram "banyu landa" (bahasa jawa) atau air rendaman merang ketan hitam hingga tiga kali.     

Selepas itu, keris milik Sunan Kudus tersebut dibersihkan menggunakan air jeruk nipis dan dikeringkan dengan cara dijemur di atas sekam ketan hitam. 

"Langkah ini bisa mempertahankan keaslian efek hitam dan mengkilap pada keris. Keris ratusan tahun juga menjadi tahan karat. Selain keris, dua trisula yang biasa terpasang di sisi mihrab Masjid Al-Aqsha juga turut dijamas. Air jamas didatangkan dari Keraton Solo dan diberi wewangian non alkohol yang didatangkan dari Makkah," kata Jalil.

Dijelaskan Jalil, keris Kiai Cinthaka adalah pusaka yang diperkirakan diciptakan pada era Majapahit akhir. Sedangkan bentuk atau tipe bilah kerisnya adalah "dapur penimbal" yang memiliki makna kebijaksanaan dan kekuasaan.

Sementara pamor keris Kiai Cinthaka adalah "wos wutah" yang melambangkan kemakmuran, keselamatan dan kepasrahan kepada Allah SWT.

Keris Kiai Cinthaka memiliki kelengkapan di antaranya luk sembilan, lambe gajah satu, jalen, pejetan, tikel alis, sogokan ngajeng lan wingking, sraweyan, dan greneng duri di ekor keris. Emas yang menempel di gandhik keris adalah jenis "kinatah panji wilis" yang merupakan simbol topeng emas untuk wajah keris.

Setelah penjamasan, keris dikembalikan ke tempat semula, di tempat khusus di atap bangunan tajuk dengan diiringi bacaan shalawat.   

Sebelumnya keris dimasukkan ke peti dan dibungkus kain mori berwarna putih. Pun demikian juga dengan dua trisula yang dikembalikan di sisi mihrab atau tempat pengimaman Masjid Al Aqsha.

"Ritual penjamasan keris Sunan Kudus tersebut, kini ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda dari pemerintah. Tradisi ini turun menurun dari leluhur untuk menjaga kelestarian peninggalan Sunan Kudus. Yang terpenting, kita ambil sisi positifnya," terang Jalil.

Rampung prosesi penjamasan, dilanjutkan dengan acara makan bersama dengan menu khas jajanan pasar dan nasi opor ayam panggang.

Pemilihan jajan pasar sebagai bentuk dan upaya melestarikan tradisi leluhur. Sementara untuk opor ayam panggang dipilih karena merupakan menu kesukaan Sunan Kudus semasa hidup. 

"Menu hidangan sama setiap tahunnya," pungkasnya.

https://regional.kompas.com/read/2023/07/04/061118778/mengintip-tradisi-jamasan-keris-kiai-cinthaka-milik-sunan-kudus

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke