Salin Artikel

Baku Tembak Aparat dan OPM Kembali Picu Gelombang Pengungsi Nduga

Pemerintah Indonesia melalui Tim Operasi Damai Cartenz mengatakan tidak ada anggota polisi yang terluka, namun pihak OPM mengeklaim telah menembak tujuh anggota TNI hingga meninggal dunia.

TNI/Polri menyatakan telah menangkap tujuh warga sipil yang dicurigai bagian dari apa yang disebut “kelompok kriminal bersenjata”. Satu di antara mereka ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pembunuhan pada 2022.

Sementara itu, pihak gereja menyerukan agar pasukan TNI/Polri ditarik sebagai jeda kemanusiaan bagi pengungsi.

Warga Nduga mengatakan terjadi eskalasi kontak senjata dalam beberapa pekan terakhir, menyusul penetapan status operasi Siaga Tempur pada pertengahan April.

“Telinga saya sampai sakit,” kata Otomi Gwijangge kepada BBC News Indonesia.

Keluhan ini disampaikan Otomi, warga Kabupaten Nduga, Papua Pegunungan yang mendengar baku tembak antara pasukan TNI/Polri dengan kelompok bersenjata OPM antara 26-29 Mei lalu.

Kejadian itu terjadi di Kampung Nogolaid yang disebut Otomi jaraknya “tidak sampai satu kilometer” dari perbatasan Distrik Kenyam yang juga ibu kota Kabupaten Nduga.

“Kalau suara tembakan sudah biasa. Sudah seperti makan dan minum,“ kata Otomi.

Kabupaten Nduga telah ditetapkan sebagai salah satu "wilayah perang” oleh OPM selain Intan Jaya, Puncak Jaya, Puncak Papua, Pegunungan Bintang, dan Sorong-Maybrat.

Pada Kamis (02/06) suara tembakan sudah tidak terdengar lagi, kata Otomi.

Layanan publik dan pertokoan sudah buka. "Jadi sudah aman-aman saja,” lanjutnya.

Namun demikian, menurut Otomi, beberapa pekan belakangan ini terjadi eskalasi kontak senjata di wilayahnya.

Pada pertengahan April lalu, TNI menetapkan status operasi "Siaga Tempur” setelah sejumlah anggota TNI gugur dalam pertempuran.

Analis memperingatkan operasi Siaga Tempur berpotensi meningkatkan intensitas kekerasan dan rasa takut masyarakat.

Warga Kenyam benar-benar belum bisa tenang sepenuhnya.

"Kalau masyarakat memang takut. Kita takut juga. Penembakan ini kan sering-sering ada telan korban toh,” kata Otomi, yang mengaku mulai mempertimbangkan untuk mengungsi ke wilayah lain yang lebih aman.

Insiden kontak senjata yang dimulai Jumat (26/05) ini juga menyisakan ratusan pengungsi di pertigaan Batas Batu Sekolah Dasar Negeri 1 Kenyam. Mereka belum bisa kembali ke rumah masing-masing karena khawatir dengan baku tembak susulan.

"Masyarakat pengungsi kebanyakan dari pegunungan, tempat sandera orang pilot itu [pilot Susi Air, Philip Max Mehrtens], di tempat-tempat itu kebanyakan di arah sana,“ kata Otomi yang ikut mendistribusikan logistik untuk para pengungsi.

Menurut tim Operasi Damai Cartenz – unit yang dibentuk pemerintah Indonesia untuk penanganan konflik di Papua – jumlah pengungsi yang terdata mencapai 162 jiwa, seperti dikutip dari media jubi.id.

“Mereka merasa ketakutan lantaran kontak tembak antara aparat keamanan dan kelompok TPNPB pimpinan Yotam Bugiangge,” kata Kepala Operasi Damai Cartenz, Kombes Faizal Ramadhani, seperti dikutip Jubi.

Faizal menambahkan dari 162 warga Nogolait yang mengungsi, terdapat 54 laki-laki dewasa, 84 ibu, serta 24 anak-anak.

Jumlah ini juga dikonfirmasi Kapolres Nduga, AKBP Rio Alexander Panelewen.

"Jumlah pengungsi ada tambahan enam orang, dari sebelumnya 152 orang menjadi 162 oraang, mereka semua ada di Gereja Siloam di dalam Kota Kenyam," ujar kata Rio Alexander Panelewen kepada Kompas.com.

Sebelumnya, OPM mengeklaim telah menembak tujuh anggota TNI hingga meninggal dunia di wilayah Kenyam .

"Tujuh orang [TNI] tewas dan pihak pasukan TPNPB dipastikan tidak ada korban dalam baku tembak,“ kata juru bicara OPM, Sebby Sambom, dalam keterangan kepada media.

Sementara itu, Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) Humas Operasi Damai Cartenz, Donny Charles Go, mengatakan, “Kalau dari Polri tidak ada korban,“ katanya kepada BBC News Indonesia, Kamis (01/06).

Dalam operasinya, TNI/Polri juga sempat menangkap tujuh warga yang dicurigai sebagai bagian dari "kelompok kriminal bersenjata“.

“Kemudian setelah kita periksa, ada satu yang sudah kita tetapkan sebagai tersangka,“ tambah Donny yang mengatakan tersangka ini diduga terlibat aksi penembakan 11 orang pada 2022 silam.

Selain itu, pihak TNI/Polri juga masih melakukan "operasi penegakan hukum“ di Kabupaten Nduga, terhadap mereka yang terlibat dalam pembakaran pesawat di Papua dan penyanderaan pilot Susi Air.

"Karena dari beberapa orang itu kan memang ada yang masuk dalam daftar pencarian orang kita,“ jelas Donny.

Seruan agar TNI/Polri dan OPM mengambil jeda kemanusiaan pun pupus di tengah jalan.

Kedua belah pihak masih sama-sama keras untuk saling menyerang, tanpa mempertimbangkan keberadaan nasib pengungsi, kata Pengurus Gereja Gema Injil di Tanah Papua, Pendeta Eliezer Tabuni.

"Memang hari-hari ini perlu juga kita pertimbangkan tentang nasib pengungsi. Negara punya pikiran atau tidak… Mereka tidur di luar, makan tidak benar, dari negara ini sudah timbang, pikir atau tidak?“ kata Eliezer bertanya-tanya.

Menurutnya, cara paling mudah untuk berpihak kepada warga sipil adalah penarikan pasukan dari Papua. "Kami minta mengurangi tenaga militer, atau pasukan non-organik ditarik, supaya [pengungsi] bisa masuk [pulang],“ kata Eliezer.

Kontak senjata ini terus terjadi, karena pihak OPM merasa "memiliki lawan”. "Kalau ada lawan, pengungsi tidak bisa masuk,” kata Eliezer.

Menurut laporan Amnesty International Indonesia pada periode 2018 - 2022, terdapat setidaknya 94 kasus pembunuhan di luar hukum yang melibatkan aparat TNI, Polri, petugas lembaga pemasyarakatan, dan kelompok pro-kemerdekaan Papua yang menewaskan setidaknya 179 warga sipil.

Jumlah korban yang meninggal dari pihak TNI sebanyak 35 jiwa dari 24 kasus pembunuhan di luar hukum, sembilan anggota Polri dari delapan kasus, dan 23 anggota kelompok pro-kemerdekaan Papua dari 17 kasus.

“Selama puluhan tahun, Jakarta menerapkan pendekatan keamanan dalam mengatasi konflik di Papua, selama itu pula korban terus berjatuhan. Pendekatan keamanan terbukti tidak menyelesaikan kekerasan di Papua. Namun negara tidak pernah belajar dari pengalaman ini,” kata Usman Hamid dari Amnesty Internasional Indonesia, dalam sebuah pernyataan.

Pegiat HAM Papua, Theo Hasegem, mengatakan untuk mencabut nestapa para pengungsi, kedua belah pihak baik pemerintah dan OPM " harus ada yang mengalah untuk melakukan dialog”.

"Kalau itu tidak dilakukan, nanti semua pihak akan jadi korban. Lebih khusus itu adalah masyarakat sipil, itu susah,” kata Theo.

Kasus baku tembak TNI/Polri dengan OPM yang memicu gelombang pengungsi bukan pertama kali terjadi. Sebelumnya, terjadi eksodus ribuan warga Kabupaten Nduga dalam peristiwa pembunuhan pekerja proyek Trans Papua.

Kasus perpindahan pendudukan karena konflik bersenjata juga terjadi lokasi lainnya seperti di Maybrat dan pengungsi di Intan Jaya.

https://regional.kompas.com/read/2023/06/06/200500978/baku-tembak-aparat-dan-opm-kembali-picu-gelombang-pengungsi-nduga

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke