Salin Artikel

Menghidupkan Kembali Paradigma "Emas Biru" dan "Emas Hijau" di Maluku

Kodam XVI Pattimura meliputi wilayah Maluku dan Maluku Utara, dua provinsi yang sering disebut Maluku Raya ini memang memiliki sumber daya alam yang melimpah, di laut dan darat.

Menyadari akan hal itu, Doni Monardo kemudian menggagas program yang merupakan ‘prototipe’ atau percontohan untuk dikembangkan lebih lanjut, baik oleh pemerintah maupun swasta, juga terutama generasi muda.

Selain fokus pada pengelolaan potensi sumber daya alam, program yang diinisiasi itu juga diberi nama “emas biru” dan “emas hijau”, sesuatu yang dalam konteks komunikasi dapat disebut gimmick positif.

Diksi yang dipilih, emas biru dan emas hijau, seakan mengajak dan menyadarkan orang Maluku, bahwa kekayaan mereka sesungguhnya ada pada laut yang luas serta flora atau rempah-rempah yang turut memantik datangnya bangsa Eropa selama berabad-abad.

Hal itu pula yang saya sampaikan dalam satu wawancara dengan Rosi di Kompas TV tahun 2018 lalu.

Saya turut menegaskan bahwa paradigma emas hijau dan emas biru memantik kesadaran bersama, penting dilanjutkan dan ditumbuhkembangkan oleh komponen masyarakat kepulauan Maluku.

Emas Biru

Emas biru merujuk pada potensi kelautan di kepulauan Maluku yang sangat besar, bahkan lebih dari 35 persen perikanan Indonesia ada di kepulauan yang bagian selatan berbatasan dengan perairan Australia dan Timor Leste, serta bagian utara dengan Filipina.

Provinsi Maluku yang menempati laut dan kepulauan Maluku bagian selatan, memiliki 1.340 jumlah pulau dengan persentase lautan mencapai 92,4 persen dan daratan 7,6 persen.

Potensi sumber daya perikanan di Maluku tersebar di tiga Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) nasional, yakni WPP 714 meliputi Laut Banda dan sekitarnya, WPP 715 meliputi Laut Seram dan sekitarnya, WPP 718 meliputi Laut Arafura dan sekitarnya.

Sementara Provinsi Maluku Utara yang menempati kepulauan Maluku bagian utara memiliki 1.474 jumlah pulau dengan persentase lautan 69,08 persen dan luas daratan 30,92 persen, memiliki potensi sumber daya perikanan tersebar di empat WPP.

Antara lain WPP 714 meliputi perairan Teluk Tolo dan sekitarnya, WPP 715 meliputi perairan Teluk Tomini, Teluk Berau dan sekitarnya, WPP 716 meliputi perairan Laut Halmahera dan sekitarnya, WPP 717 meliputi perairan Teluk Cendrawasih dan sekitarnya.

Potensi perikanan tangkap di kedua propinsi ini sangat besar, lebih dari 4,8 juta ton per tahun (Maluku 3,4 juta ton dan Maluku Utara 1,4 juta ton). Kalau ambil rata-rata per kilo sekitar Rp 40.000 saja, maka itu setara dengan Rp 192 triliun per tahun.

Ini belum terhitung bila potensi sektor perikanan budidaya dioptimalkan, karena didukung oleh kondisi iklim dan alam kepulauan Maluku. Itu pula mengapa program emas biru lebih diarahkan untuk perikanan budidaya.

Emas Hijau

Potensi emas hijau sendiri merujuk pada kekayaan jenis tanaman atau pepohonan yang tumbuh di kepulauan Maluku. Kekayaan alam itu bahkan telah dimanfaatkan sejak ratusan tahun lalu, terutama oleh bangsa asing.

Selain cengkeh dan pala yang sudah melegenda, Maluku Raya memiliki banyak sekali jenis pohon, di antaranya mulai langka. Padahal merupakan komoditas ekspor dengan harga yang mahal atau fantastis.

Misalnya pohon torem. Tanaman endemik yang punya keunggulan tidak mudah dimakan rayap dan dapat tahan hingga ratusan tahun ini, saking langkanya, hanya ditemukan di Yamdena Kepulauan Tanimbar, dan di Negara Brasil.

Karena itu, tidak heran bila harga jual pohon jenis ini cukup mahal. Setiap satu meter kubik (m3) pohon torem dapat dijual dengan harga lebih Rp 3,5 juta, dan diekspor ke sejumlah negara Asia hingga Eropa.

Juga ada pohon masoya, yang juga termasuk pohon langka dan sudah jarang ditemukan, ekstraknya sangat mahal, digunakan untuk pembuatan parfum dari sejumlah merk terkenal.

Hermes adalah salah satu produsen ternama yang juga memproduksi parfum beraroma masoya ini. Untuk ukuran 30 ml saja, produk parfum papan atas itu membanderolnya lebih dari Rp 2,5 juta per botol.

Selain itu ada pohon cendana yang ada di Pulau Moa dan Wetar. Pohon ini kayunya juga dimanfaatkan untuk sejumlah produk, mulai dari furniture, dupa, aromaterapi hingga campuran produk parfum.

Ada pula pohon damar, lingua, palaka, pahara, gaharu, eboni yang juga adalah komoditas ekspor ke sejumlah negara. Demikian juga buah-buahan khas, seperti sukun, durian, kenari, pinang dan kopi sapalewa.

Upaya budidaya dan produksi

Sebagaimana yang diinisiasi oleh Kodam XVI Pattimura dengan tim yang dibentuk, antara lain diambil dari kalangan masyarakat, program emas biru dan emas hijau dikampanyekan serta disosialisasikan dalam berbagai kesempatan dan forum.

Program emas biru kemudian ditindaklanjuti dengan dilakukannya budidaya ikan di sejumlah titik. Saat itu tim emas biru membuat lokasi percontohan kerambah ikan di Pulau Ambon, Pulau Seram dan Pulau Haruku.

Perlu komitmen dan energi besar agar kedepan program dapat terus dilanjutkan dan dikembangkan, karena memang potensial di Maluku Raya, mengingat kepulauan ini memiliki ribuan teluk yang dapat dijadikan ‘kandang’ atau ‘bank’ ikan.

Upaya yang penting dan strategis, tidak saja dalam mengantisipasi aspek ketersediaan ikan bila cuaca buruk dan masyarakat atau nelayan tidak dapat melaut, namun bisa untuk memenuhi kebutuhan domestik dan diekspor.

Sehingga nantinya masyarakat tidak bergantung hanya pada perikanan tangkap, namun juga pada program dan upaya perikanan budidaya. Dalam konteks ini, tentu pula diperlukan adanya terobosan atau pendekatan teknologi.

Hal ini dimungkinkan, apalagi laut di kepulauan Maluku boleh dikata adalah salah satu laut terbaik di dunia karena relatif bersih, arus lautnya yang bergerak naik atau upwelling-nya rata-rata baik dan temperaturnya stabil.

Apalagi terkait budidaya, pemerintah pusat juga telah menerbitkan panduan khusus terkait cara budidaya ikan, yang merupakan tata cara memelihara, membesarkan dan memanen ikan di lingkungan yang terkontrol. Sehingga budidaya ikan berkualitas, ramah lingkungan, dan berkelanjutan.

Satu ikhtiar penting, selain untuk memberikan jaminan ketahanan pangan, juga dapat tetap memperhatikan sanitasi, pakan, obat ikan, bahan kimia dan bahan biologis dalam proses budidaya ikan. Sesuatu yang krusial bagi produsen dan juga konsumen.

Hal ini sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No.2/2007 tentang Cara Budidaya Ikan yang Baik dan Perdirjen PB No.87/2022 tentang Pedoman Sistem Pembinaan Cara Pembesaran Ikan yang Baik.

Harapannya perikanan budidaya juga dapat dilakukan dengan optimal, termasuk pula budidaya kepiting, lobster, teripang, rumput laut, dan lainnya.

Mengingat sektor ini akan jauh lebih menguntungkan dari sisi pendapatan asli daerah bila dibandingkan dari sektor perikanan tangkap.

Karena sekalipun potensi sektor perikanan tangkap sangat besar, namun dalam realitasnya belum menguntungkan daerah penghasil, dikarenakan sistem Dana Bagi Hasil (DBH) yang sejauh ini regulasinya belum adil dan tidak proporsional.

Sebabnya jelas, dilihat dari sistem DBH perikanan, 80 persen justru dibagikan secara merata ke seluruh kabupaten dan kota di Indonesia. Padahal semestinya sebelum dibagikan ke se-Indonesia, harus diberikan persentase tersendiri ke daerah penghasil.

Dengan mengoptimalkan sektor perikanan budidaya, sembari terus mendorong adanya perubahan regulasi yang lebih adil dan proporsional terhadap sektor perikanan tangkap, tentu akan memberikan dampak signifikan bagi majunya perekonomian daerah.

Meningkatnya produksi perikanan, baik itu tangkap maupun budidaya ditunjang oleh investasi dan hilirisasi industri perikanan, akan turut menciptakan lapangan kerja, mengurangi tingkat pengangguran terbuka, meningkatkan ketahanan pangan dan memenuhi kebutuhan gizi masyarakat.

Begitu pula dengan emas hijau. Upaya budidaya juga dapat terus dilakukan, sebagaimana telah diinisiasi Kodam XVI Pattimura, dengan mengambil sejumlah bibit atau anakan pohon dari habitatnya untuk disemai, kemudian ditanam di berbagai lokasi, atau dibagikan ke masyarakat untuk terus dibudidayakan.

Kedepan pendekatan teknologi juga bisa dilakukan, untuk menghasilkan varietas baru yang lebih unggul dan mudah dibudidayakan.

Selanjutnya bisa digunakan dalam program reboisasi untuk menutup lahan-lahan atau hutan yang gundul akibat deforestasi.

Pastinya, hasil dari budidaya emas hijau ini, terutama untuk komoditas unggulan yang diminati oleh pasar mancanegara akan turut mengangkat taraf hidup masyarakat, apalagi bila juga ditunjang oleh hilirisasi produk oleh wirausaha lokal.

Lebih dari itu, pada ujungnya daerah akan lebih kompetitif baik itu melalui produksi perikanan dan perdagangan ikan atau hasil laut, maupun dari hasil hutan. Hal ini tentu dapat meningkatkan kesejahteraan dan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah.

Apa yang telah diinisiasi, baik itu dalam konteks penerapan atau implementasi program maupun gimmick positif oleh Doni Monardo, yang belakangan ini mulai meredup mestinya dapat dihidupkan atau dikembangkan lagi oleh para stakeholder yang ada, melalui berbagai sinergi dan kolaborasi.

Semua ini dapat terjadi bila ada visi dan kemauan yang kuat dari pemerintah di daerah, provinsi, kabupaten dan kota.

Ditunjang oleh dunia usaha lewat investasi, riset oleh lembaga pendidikan, kemudian didukung penuh oleh masyarakat dengan kemauan dan etos kerja yang kuat.

Dengan bertumpu dan mengoptimalkan emas biru dan emas hijau, serta berbagai kekayaan alam yang dimiliki, kepulauan Maluku bisa berdiri kuat, maju dan sejahtera. Tidak lagi berada di urutan buncit daerah termiskin di Indonesia.

https://regional.kompas.com/read/2023/05/09/09364411/menghidupkan-kembali-paradigma-emas-biru-dan-emas-hijau-di-maluku

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke