Salin Artikel

Semangat Transmigran Daerah Terisolasi di Gorontalo, Buat Sekolah Kampung, Raih Ijazah dengan Kejar Paket

GORONTALO, KOMPAS.com – Sarimah (46), seorang ibu rumah tangga warga transmigrasi, berbunga hati saat mendapatkan ijazah Paket B atau setara SMP di usianya yang mendekati setengah abad.

Ia adalah warga transmigrasi yang tinggal di Satuan Permukiman (SP) 3 Desa Saritani Kecamatan Wonosari, Kabupaten Boalemo, Gorontalo.

“Saya tidak malu belajar lagi meskipun usia sudah tua, saya bertekad memiliki ijazah dengan mengikuti Kejar Paket B waktu itu,” kata Sarimah, Selasa (2/5/2023).

Sarimah menceritakan beberapa tahun lalu saat kelompok tani transmigrasi Marsudi Lestantun yang berada di desanya mendata anak-anak putus sekolah untuk difasilitasi program kejar paket ini.

Kelompok tani ini menggandeng salah satu PKBM untuk menyelenggarakan sekolah yang mereka namakan Sekolah Kampung Pabuto Nantu.

Nama Pabuto Nantu ini dilekatkan karena letak kampung mereka bersebelahan dengan Suaka Margasatwa Nantu dan Hutan Pabuto.

Ia mendaftar dengan membawa beberapa berkas persyaratan, ia tak malu mengantre pelayanan di rumah Vial Gruvi Bullyanto, Ketua Kelompok Tani Marsudi Lestantun.

Setiap pekan pada hari Kamis dilakukan pertemuan di bangunan bekas gudang penyimpanan jatah hidup warga transmigran. Gudang ini telah diminta petani untuk digunakan sebagai sarana pendidikan, selain untuk pertemuan peserta Kejar Paket, bangunan ini juga dimanfaatkan untuk perpustakaan oleh para petani.

Para petani dan pemuda putus sekolah ini berkumpul untuk memperoleh tutorial yang dilakukan oleh Rojer Manopo.

“Saat pandemi Covid-19 kami belajar membuat masker dari kain, di tempat ini juga ada pelatihan membuat pupuk organik,” ujar Sarimah, transmigran asal Jawa Tengah ini.

Kondisi jalan desa sangat parah untuk dilalui, apalagi saat musim hujan. Jika sungai meluap, acap kali mereka tidak bisa keluar dari daerahnya.

Kawasan transmigrasi ini berada di tepi Suaka Margasatwa Nantu, letaknya bersebelahan hanya dibatasi sungai Nantu.

Di bagian lain terdapat Hutan Pabuto yang juga bersebelahan dengan ladang mereka. Setiap hari para petani ini mengolah ladang yang berada di perbukitan, termasuk Sarimah.

Saat ini Sarimah melanjutkan pendidikan untuk Paket C setara SMA bersama para petani lain, seperti Sumiati dan Rahmat Subroto.

“Kegiatan sekolah ini digelar tiap hari Kamis selama dua jam,” ujar Indah, pegiat perempuan di daerah transmigrasi ini.

Bagi para transmigran, ini pendidikan merupakan harapan untuk hidup lebih baik di masa depan. Mereka secara kolektif membangun kekuatan melalui gerakan pertanian untuk meraih pendidikan ini. Di sela-sela kegiatan pertanian di ladang, mereka menyempatkan diri mengikuti pendidikan nonregular ini.

Pada tahun pelajaran awal, sekolah ini mampu meluluskan 12 orang petani, mulai dari paket A, B, dan C. Peserta didik di periode ini merupakan petani yang mendiami kawasan SP3. Pada tahun ajaran berikutnya sekolah yang dirintis para petani diminati warga lain di SP1 dan SP2.

Para petani Marsudi Lestantun di SP3 ini berhasil menggalang kolaborasi di tengah kegiatan merawat kebunnya dan keterisolasian lokasinya.

Mereka mampu menggandeng UPT SP3 Pangea Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Boalemo, PKBM, termasuk program GEF-SGP yang menyasar wilayah mereka.

https://regional.kompas.com/read/2023/05/02/160904078/semangat-transmigran-daerah-terisolasi-di-gorontalo-buat-sekolah-kampung

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke