Salin Artikel

Zona Megathrust Mentawai: Lokasi, Sejarah Kegempaan, dan Potensi Gempa

KOMPAS.com - Rangkaian kejadian gempa yang terjadi di sekitar Kepulauan Mentawai dan Nias tak lepas dari keberadaan zona megathrust Mentawai.

Zona megathrust Mentawai adalah daerah sumber gempa tumbukan lempeng di kedalaman dangkal yang lokasinya berada di sebelah barat Kepulauan Mentawai.

Zona megathrust Mentawai merupakan hasil dari aktivitas subduksi Lempeng Indo-Australia di bawah Lempeng Eurasia.

Keberadaan zona megathrust ini bukanlah hal baru, namun sudah ada sejak jutaan tahun lalu saat rangkaian busur kepulauan Indonesia terbentuk.

Namun aktivitas kegempaan pada segmen megathrust atau patahan raksasa Mentawai ini memang kerap diwaspadai.

Bahkan rentetan gempa kecil dan menengah dikhawatirkan dapat menggerakkan gempa bumi besar di segmen megathrust Mentawai yang sudah terkunci selama ratusan tahun.

Sejarah Kegempaan di Zona Megathrust Mentawai

Dilansir dari laman Antara (31/8/2022), Pelaksana Tugas Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari menyebut segmen megathrust Mentawai memiliki sejarah kegempaan yang panjang.

Catatan sejarah gempa di zona megathrust Mentawai pertama terekam pada tahun 1797, di mana terdapat kejadian gempa dengan magnitudo kisaran (M) 8,6—8,7 yang diikuti tsunami.

Sementara dilansir dari laman Kompas.tv (4/3/2022), Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati dalam konferensi pers daring menjabarkan secara lengkap catatan sejarah gempa di zona megathrust Mentawai ini.

Dwikorita menjelaskan pada 10 Februari 1797 telah terjadi gempa berkekuatan M 8,5 yang menyebabkan 300 orang meninggal dunia dan menyebabkan tsunami.

Selanjutnya, pada 4 Februari 1971 gempa M 6,3 menyebabkan sejumlah bangunan rusak.

Gempa kembali terjadi pada 8 Maret 1977 dengan berkekuatan M 5,5 yang membuat 982 rumah serta sejumlah fasilitas umum rusak.

Lalu, pada 28 April 1979 terjadi gempa bermagnitudo 5,8 yang membuat sebanyak 64 orang meninggal, sembilan orang hilang, dan 193 rumah rusak.

Lama berselang, catatan gempa kembali terjadi pada 16 Februari 2004 dengan M 5,6 yang membuat lima orang meninggal, tujuh orang luka-luka, dan 100 rumah rusak. Hanya berselang tujuh hari, gempa M 6,0 kembali mengguncang segmen Mentawai.

Pada 17 Desember 2006, gempa M 6,0 mengguncang dan membuat tujuh orang meninggal, 100 orang luka-luka, dan 680 rumah rusak.

Setahun berselang pada 6 Maret 2007, setidaknya 67 orang meninggal dunia dan 826 luka-luka akibat gempa M 6,3.

Lalu pada 13 September 2007 gempa berkekuatan 7,1 menyebabkan 25 meninggal dunia, 161 luka-luka, dan lebih dari 56 ribu bangunan rusak. Gempa berkekuatan 7,0 kembali mengguncang pada 25 Februari 2008.

16 Agustus 2009, gempa M 6,9 menyebabkan gelombang tsunami dan membuat sembilan orang luka-luka.

Lalu gempa lebih besar terjadi pada 30 September 2009 dengan kekuatan 7,6 membuat 1.100 meninggal dunia, 2.181 luka-luka, dan 2.650 bangunan rusak serta menyebabkan tsunami.

Pada 2010, 2014, 2017 kembali terjadi gempa dengan masing-masing magnitudo M 6,0, M 5,0, M 5,5, dan M 6,2.

Pada 2017 terjadi dua kali gempa, yakni M 5,5 pada 14 Juli dan M 6,2 pada 1 September.

Terbaru, Gempa dengan magnitudo (M) 5,9 mengguncang wilayah Pantai Barat Sumatera pada Minggu, 23 April 2023 pukul 04.17 WIB.

Episenter gempa berlokasi di laut pada jarak 178 kilometer Barat Laut Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat di kedalaman 23 kilometer.

Dilansir dari pemberitaan Kompas.com (23/4/2023), Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono mengatakan, bahwa dengan memerhatikan lokasi episenter dan kedalaman hiposenternya, gempa yang terjadi merupakan jenis gempa dangkal akibat adanya aktivitas subduksi Lempeng Indo-Australia.

Hasil analisis mekanisme sumber menunjukkan bahwa gempa tersebut memiliki mekanisme pergerakan naik atau thrust fault.

Potensi Magnitudo Gempa di Zona Megathrust Mentawai

Dwikorita mengungkap bahwa para pakar gempa telah memperhitungkan apabila segmen Megathrust bergerak skenario terburuknya dapat mencapai M 8,9.

"8,9 itu adalah perkiraan magnitudo yang dapat terjadi berdasarkan perhitungan panjang segmen dan kecepatan pergerakan di bidang pergeseran," ungkap Dwikorita, seperti dikutip dari laman Kompas.tv (4/3/2022).

Sebelumnya Kepala Bidang (Kabid) PK BPBD Provinsi Sumbar, Syahrazad Jamil juga pernah mengungkap hal yang sama pada sebuah diskusi virtual terkait upaya pengurangan risiko bencana tsunami di Provinsi Sumbar.

Dilansir dari laman Antara (13/11/2020), Syahrazad Jamil mengungkap akibat dari skenario terburuk gempa M 8,9 tersebut.

"20 sampai 30 menit kemudian disusul gelombang tsunami di Kota Padang setinggi enam hingga 10 meter dengan jarak dua hingga lima kilometer," ungkapnya.

Bencana alam tersebut diprediksi setidaknya berdampak pada 1,3 juta penduduk, yang dengan menggunakan skenario terburuk maka diperkirakan 39.321 jiwa meninggal dunia, 52.367 hilang dan 103.225 mengalami luka-luka.

"Pelabuhan Teluk Bayur dan Bandara Minangkabau hancur, itu prediksi para ahli," katanya.

Sumber:
ppid.sumbarprov.go.id  
antaranews.com   
antaranews.com   
kompas.tv  (Penulis : Nurul Fitriana, Editor : Iman Firdaus)
kompas.com (Penulis : Dandy Bayu Bramasta, Editor : Inten Esti Pratiwi)  

https://regional.kompas.com/read/2023/04/24/213442178/zona-megathrust-mentawai-lokasi-sejarah-kegempaan-dan-potensi-gempa

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke