Salin Artikel

Mengenang Letusan Tambora dari Peninggalan Kerajaan Sanggar

Tim Kompas.com melakukan Tapak Tilas 208 Tahun Letusan Tambora untuk menelusuri jejak letusan Gunung Tambora di Nusa Tenggara Barat. Nantikan persembahan tulisan berseri kami tentang dampak dahsyatnya letusan besar Tambora pada 10 April 1815.

DOMPU, KOMPAS.com - Hari ini, 11 April 2023, bertepatan dengan hari kedua meletusnya Gunung Tambora di Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Menjulang tinggi 4.300 meter di atas permukaan laut (MDPL) sebelum meletus, Gunung Tambora kini hanya menyisakan separuh dari tubuhnya.

Letusannya telah menenggelamkan Kerajaan Tambora dan Pekat. Menyisakan separuh dari Kerajaan Sanggar yang saat itu dipimpin oleh Raja Ismail Halilud Dayan, 1805-1815.

Kerajaan Sanggar semula berdiri koko di Desa Boro. Akibat meletusnya Gunung Tambora, pusat pemerintahan berpindah ke Desa Kore di Kecamatan Sanggar.

Sebelum benar-benar pulih dan melanjutkan roda pemerintahan di Desa Kore, Raja Sanggar bersama 40 orang penduduk yang selamat dari letusan hebat itu, mengungsi ke sebuah tempat yang kini disebut kampung kuno bernama Bedi.

Kampung kuno ini tidak jauh dari Desa Kore, namun tempat itu sebelumnya tak disangka adalah bekas perkampungan karena bentuknya sudah menyerupai bukit.

"Saat Tambora meletus Raja Ismail bersama lebih kurang 40 orang penduduk mengungsi di atas sini. Namanya Bedi, itu sebuah kampung kuno," kata Tajuddin Nur, Ketua Dewan Adat Kerajaan Sanggar di kediamannya.

Tajuddin Nur atau yang akrab dikenal Sanggar Abdul Aziz ini adalah cucu dari Abdullah Daeng Manggalai, Raja Sanggar terakhir yang berkuasa pada tahun 1900-1926.

Sanggar Abdul Aziz menuturkan, kampung kuno tempat Raja Ismail Halilud Dayan mengungsi terungkap setelah ia dan beberapa orang anggota Dewan Adat Kerajaan Sanggar melakukan penelitian.

"Setelah pindah dibangunlah perkampungan kuno di sana," ungkapnya.

Letusan paripurna Gunung Tambora pada April 1815 silam, memang tak sepenuhnya mengubur Kerajaan Sanggar di Desa Boro. Hal itu terekam pada jejak peninggalan yang masih tersimpan rapi di rumah Sanggar Abdul Aziz.

Rumah sekaligus museum Kerajaan Sanggar tersebut berseberangan dengan Masjid Al Munawar di Desa Kore.

Pada sisi timur masjid ini terdapat kompleks permakaman sang ayah Abdullah Azis, kakeknya Raja Abdullah Daeng Manggalai serta keluarga dan kerabat dari Kerajaan Sanggar.

Areal sekitar makam dulunya adalah letak terakhir Kerajaan Sanggar, namun kondisinya saat ini sudah dipadati oleh permukiman warga.

"Makam ayah saya ada di sini, juga kakek dan nenek serta keluarga kerajaan lainnya," jelas Sanggar Abdul Aziz.

Sejumlah peninggalan kerajaan yang masih tersisa seperti songkok kebesaran raja, gendang, tombak, keris, rantai kuda, mangkuk, cangkir dan masih banyak pusaka-pusaka lainnya.

Di samping itu, juga terdapat duplikat bendera kerajaan, foto-foto raja, peta kerajaan dan pelabuhan aktif hingga silsilah raja yang berkuasa pasca-letusan Gunung Tambora pada 1815.

Benda-benda tersebut tersimpan rapi dalam etalase kaca pada beberapa ruangan di rumah Sanggar Abdul Aziz.

"Benda-benda ini ditemukan di pusat kerjaan awal di Desa Boro yang terkena letusan Tambora," ungkapnya.

Keluarga besar Kerajaan Sanggar sudah mewacanakan untuk membuat agenda tertentu untuk mengenang letusan dahsyat Gunung Tambora, 1815.

Kegiatan semacam festival tersebut rencananya akan dilakukan di Kecamatan Sanggar dan rutin digelar setiap tahunnya pada Bulan April.

"Kita belum musyawarah keluarga, memang sudah ada rencana itu Insyaallah ke depan. Untuk tahun ini tidak ada kegiatan, tidak ada ritual-ritual khusus juga," kata Sanggar Abdul Aziz.

Peristiwa paling mengerikan sepanjang itu memang tidak sepenuhnya mengubur Kerajaan Sanggar di Desa Boro, seperti yang dialami oleh Kerajaan Tambora di sisi barat dan Pekat pada bagian selatan Gunung Tambora.

Namun, malapetaka ini menyebabkan penduduk Sanggar banyak yang mati akibat penyakit dan didera kelaparan. Bahkan, dalam beberapa catatan sejarah, lanjut Sanggar Abdul Aziz, salah seorang putri Raja Ismail Halilud Dayan meninggal akibat bencana tersebut.

"Kenapa tidak sampai mengubur Kerajaan Sanggar, karena saat letusan itu terjadi angin bertiup ke arah barat, sehingga materialnya banyak yang tumpah ke Pekat dan Tambora," kata Sangga Abdul Aziz.

https://regional.kompas.com/read/2023/04/11/195251078/mengenang-letusan-tambora-dari-peninggalan-kerajaan-sanggar

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke