Salin Artikel

Pakaian Bekas Impor Masih Menjamur di Perbatasan RI–Malaysia, KPPBC Nunukan: Kami Komitmen Selalu Merah Putih

Jokowi bahkan memerintahkan untuk menelusuri, dan menindak bisnis pakaian bekas atau thrift shop yang dinilainya sangat mengganggu tersebut.

Lalu, bagaimana dengan maraknya pakaian bekas/rombengan yang diperjualbelikan di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, yang notabene sudah berlangsung lama dan menjadi sumber ekonomi bagi banyak warga di perbatasan RI–Malaysia ini?

Kepala Seksi Pengawasan dan Penindakan (P2) Kantor Pelayanan dan Penindakan Bea Cukai (KPPBC) Type Madya Pabean C Nunukan, Kodratullah mengatakan, pihaknya konsisten dalam mencegah masuknya barang barang ilegal yang masuk ke perbatasan, khususnya ballpress atau pakaian impor bekas.

"Alhamdulillah, kami terus komitmen untuk mencegah masuknya barang ilegal termasuk rombengan atau ballpress, jauh sebelum Pak Presiden mengeluarkan statement bahwa impor pakaian bekas mengganggu," ujarnya, Jumat (17/3/2023).

KPPBC Nunukan kerap melakukan patroli dan memperketat pengawasan di jalur jalur pelayaran tradisional.

Dermaga rakyat yang biasa menjadi persinggahan kapal kapal dagang tradisional dari Tawau, Malaysia, di Pulau Sebatik, seperti Dermaga Aji Kuning dan Dermaga Lallo Sallo, mendapat perhatian khusus.

Sinergitas dan koordinasi dengan Aparat Penegak Hukum (APH) di wilayah perbatasan juga terjalin apik.

Kebersamaan tersebut, membuat KPPBC Nunukan memaksimalkan fungsi pengawasan dan pencegahan masuknya barang barang kategori larangan dan terbatas/Lartas.

"Untuk ballpres atau biasa disebut pakaian rombengan ataupun Cakar (Cap Karung), KPPBC Nunukan tetap Merah Putih dalam penindakan," tegasnya.

Kodratullah melanjutkan, selama pemasukan tidak melalui jalur resmi dan ada di kawasan pabean, penindakan terhadap ballpress maupun barang ilegal lain, berpatokan pada UU 17 perubahan dari UU Nomor 10 tahun 2017 terkait kepabeanan.

Demikian pula mengenai larangan penjualan baju bekas impor, tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2021, tentang barang dilarang ekspor dan barang dilarang impor.

Perlu dicatat, jika cara pemasukan barang yang diperdagangkan tersebut resmi, maka ada keterkaitan dengan UU perdagangan Nomor 7 tahun 2014, di mana Kemendag menunjuk pelabuhan resmi sebagai tempat bongkar muat barangnya.

Selain itu, dalam ketentuan UU Perdagangan Nomor 7 Tahun 2014, di Pasal 47 diterangkan, setiap impor harus dilaksanakan dalam keadaan baru.

Tidak boleh impor dalam kondisi bekas, di mana konsekuensi pidana dan dendanya dijelaskan secara gamblang di pasal 111.

"Satu contoh, ketika importasi legal menggunakan dokumen PIB kemudian ditemukan ternyata isinya ballpress, bisa kita kenakan UU pabean, di-juncto-kan dengan UU Perdagangan," jelasnya.

Modus masuk ballpress berubah

Upaya KPPBC Nunukan bersama aparat keamanan dalam melarang dan menangkapi upaya perdagangan pakaian bekas impor inipun telah dibaca para pelaku.

Yang tadinya mereka berani mengirim dengan kemasan karung besar dengan kapal kayu di jalur jalur perbatasan, atau memanfaatkan jasa pengiriman, modus mereka kini mulai berubah.

Para pelaku hanya membawa barang thrift sedikit demi sedikit, menggunakan kantong plastik maupun kardus.

Mereka beralasan, barang-barang tersebut adalah pakaian yang akan dibawa pulang kampung atau berkunjung ke tempat saudara.

"Ada perubahan pola pengiriman ke Nunukan. Tadinya mereka kirim masuk berkarung-karung ke Nunukan, sekarang dibungkus dalam tas, disamarkan sebagai barang bawaan, padahal itu barang branded bekas pilihan semua," katanya lagi.

Petugas Bea Cukai, tentu tidak bisa mengamankan atau mendeteksi kasus dengan modus demikian. Sehingga pakaian bekas dengan merek-merek terkenal tersebut, akhirnya dijual di second store atau dipajang di toko pakaian bekas impor.

"Setiap orang bepergian apalagi dari atau ke luar negeri, pastinya membawa pakaian. Dan modus baru seperti ini, menjadi aksi yang dipraktikkan para pelaku thrift saat ini," katanya lagi.

Butuh Perda untuk larangan penjualan pakaian bekas

Tradisi berburu baju bekas impor, sudah terjadi sangat lama di Nunukan. Tak dapat dipungkiri, bisnis ini menjadi sumber ekonomi banyak masyarakat.

Mereka menggelar dagangannya di lokasi-lokasi strategis dan masih ramai diburu pengunjung.

Bahkan, ada pasar khusus pakaian bekas impor. Sepatu, jaket kulit, tas, celana, ikat pinggang dan topi dengan merek terkenal biasa dijumpai dengan harga sangat murah di lokasi tersebut.

"Ketika barang sudah masuk dan beredar di Nunukan, fungsi penindakan bukan lagi Bea Cukai. Itu kembali lagi ke kebijakan Pemda Nunukan, apalagi kita mendengar ada bahasa banyak masyarakat Nunukan bergantung hidup dengan berjualan rombengan. Ini tentu menjadi kendala dalam penindakan," kata dia.

Kodratullah mengatakan, ketika sebuah kebijakan berbenturan dengan tradisi lama dan nasib masyarakat banyak, otomatis diperlukan sebuah mekanisme yang solutif dan pendekatan lebih intens.

Lebih baik lagi jika instruksi presiden terkait larangan pakaian bekas impor, dibuatkan turunan Perdanya.

"Terhadap problematika ini, Pemda berani tidak melarang itu dengan Perda. Agar semua APH terlibat, sampai Satpol PP juga memiliki kewenangan menindak itu," kata Kodratullah.

https://regional.kompas.com/read/2023/03/17/153342578/pakaian-bekas-impor-masih-menjamur-di-perbatasan-rimalaysia-kppbc-nunukan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke