Salin Artikel

Berkunjung ke MKI Wonogiri, Museum Karst Terbesar di Asia Tenggara

MKI yang diresmikan pada 30 Juni 2009 oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini disebut-sebut sebagai museum karst terbesar di Asia Tenggara dan satu-satunya di Indonesia.

Kawasan MKI diperkirakan memiliki luas 25 hektar dengan luas bangunan 3.000 meter persegi yang terbagi menjadi tiga lantai.

Bagi wisatawan yang hendak berkunjung tidak dibebani biaya masuk MKI. Pengunjung hanya perlu membayar tiket masuk Kawasan MKI sebesar Rp 5.000 per orang untuk dapat menyusuri situs geologi di sekitar MKI.

Diketahui MKI dikelilingi lima situs, yakni Gua Sodong, Gua Tembus, Luweng Sapen, Gua Mrico, Gua Potro-Bunder. Sedangkan Lembah Kering Purba Giritontro dan Pantai Sembukan harus dijangkau dengan kendaraan.

Pemandu MKI, Etik Restu Pramesti menjelaskan karst adalah kawasan yang tersusun dari batuan karbonat atau gamping yang mengalami pelarutan oleh air asam.

Di lantai pertama ia menunjukkan karst untuk kehidupan. Terlihat dengan jelas cara masyarakat lokal memanfaatkan karst untuk perekonomian dan wisata. Seperti mengelola situs atau geosite seperti gua-gua, luweng, dan pantai.

Kemudian di lantai dua ialah karst untuk Ilmu Pengetahuan. Di sana menjelaskan segala hal mengenai karst. Mulai dari awal proses pembentukan karst hingga berbagai jenis karst di Indonesia.

Terakhir, di lantai tiga terdapat auditorium yang digunakan untuk ruang pertemuan sekaligus ruang pemutaran film dokumenter geologi.

Kami mulai menyelami museum dari lantai satu. Begitu memasuki museum, pengunjung disuguhi tiga miniatur pegunungan karst di Indonesia.

Berikutnya, di bagian tengah merupakan pegunungan karst G di Kebumen. Lalu di bagian ujung ialah maket pegunungan karst Maros-Pangkep di Sulawesi.

Masing-masing memiliki karakteristik yang berbeda. Mulai dari jajaran gunung yang menjulang sangat tinggi di Sulawesi, hingga Gunung Sewu yang relatif rendah dan berderet seperti barusan tumpeng.

Bila menyelami museum dari sebelah kiri, pengunjung akan menyaksikan konservasi karst untuk melestarikan sumber daya alam.

Misalnya di Pacitan, warga sekitar Gunung Sewu mengadakan pertunjukan musik di gua dengan memukul stalaktit dan stalagmit untuk menghasilkan irama musik. Lalu dipadukan dengan alat musik kentrung dan diiringi nyanyian.

Air bawah tanah juga dimanfaatkan untuk pemenuhan kebutuhan air sehari-hari. Di sekitar karst, Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) mengelola wisata susur gua dan mengembangkan geosite lainnya seperti luweng, lembah, hingga pantai.

Sedikit ke tengah, terdapat sejumlah contoh batu gamping yang biasa disebut batu lintang. Bongkahan batu itu bersinar seakan tercampur berlian.

“Ini campuran juga dari batu kapur, batu karbonat yang nantinya akan diolah lagi (menjadi produk baru) lebih spesifik di pabriknya,” terang Etik.

Selanjutnya, di sebelah kanan terlihat miniatur proses penambangan batu gamping secara modern. Lalu ambang tradisional atau togong di bagian kiri.

“Contohnya di daerah Gresik menambang batu gamping secara modern. Di mana batu gamping dapat diolah untuk bahan baku semen, campuran pupuk, bahkan untuk kosmetik juga,” lanjutnya.

Pemandu juga menunjukkan hasil olahan batu gamping yang digunakan untuk ornamen pagar.

Selain itu, pegunungan karst dan gua di dalamnya juga menjadi habitat ideal bagi burung walet untuk membuat sarang. Biasanya masyarakat sekitar gunung karst membudidayakan sarang burung walet yang dikenal mahal untuk membantu perekonomian mereka.

“Gua-gua di sini ada beberapa yang mengelilingi museum. Salah satunya ada yang untuk pertapaan zaman dulu, sekarang sudah tidak ada (yang bertapa),” imbuhnya.

Dekat MKI terdapat Luweng Sapen. Luweng merupakan gua yang lubangnya tidak mendatar, tapi menurun ke bawah dan biasanya menyimpan banyak air.

“Itu debit airnya lumayan banyak. Kadang ada yang kekurangan air. Jadi kita memanfaatkan untuk disedot ke atas airnya dan digunakan masyarakat,” ucap Etik.

Di barisan sebelahnya, terpampang patung manusia prasejarah dan menggambarkan kehidupan masyarakat karst zaman dahulu.

Sepanjang 2022 sebanyak 21.475 wisatawan yang terdiri 3.695 pelajar, 17.772 umum, dan 8 turis asing. Jumlah tersebut terbilang ramai mengingat tahun sebelumnya museum ditutup total saat pandemi covid-19.

Sementara 2020 hanya 8.600 pengunjung karena telah terdampak pandemi.

“Ruang lingkup kita banyak, tapi edukasinya lebih ke pelajar, jadi SD-SMA dan mahasiswa. Mereka minat belajarnya tinggi,” kata Etik.

Meski Begitu, tidak menutup kemungkinan adanya rombongan lain yang ingin berkunjung ke MKI. Seperti rombongan keluarga, institusi pemerintah, atau perusahaan.

Selain warga asli Wonogiri, banyak wisatawan asal Yogyakarta, Solo, Jakarta, dan Semarang yang berkunjung. Sementara dari perguruan tinggi yang kerap datang yakni UPN Veteran, Undip, UGM, untuk penelitian geologi. 

Lebih lanjut, museum karst yang dibangun Kementrian ESDM di Wonogiri tersebut dengan tujuan untuk menunjang Gunung Sewu sebagai UNESCO Global Geopark.

Sehingga di samping mengunjungi ke tujuh situs atau geosite di Wonogiri, wisatawan juga dapat bersinggah ke MKI. Hal ini untuk memahami secara ilmiah tentang terjadinya pegunungan karst.

https://regional.kompas.com/read/2023/03/14/144211378/berkunjung-ke-mki-wonogiri-museum-karst-terbesar-di-asia-tenggara

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke