Salin Artikel

Kisahkan Penderitaan Warga Terdampak Banjir Rob, Film Pendek Karya Mahasiswa Udinus Semarang Dapat Penghargaan Festival Film di AS

Ajang festival film internasional bergengsi itu digelar secara hybrid, dengan event offline di California, Amerika Serikat (AS) 2022 lalu. Lebih dari 10.000 sineas muda dari 120 negara mengirimkan karyanya, tapi hanya 3.000 yang terpilih, termasuk Salas.

Pemuda asli Demak itu sengaja mengangkat kisah warga Bedono yang harus hidup berdampingan dengan banjir rob. Ia mengibaratkan hal itu seperti ikan terpaksa hidup di daratan, dalam judul filmnya, like a fish living on land.

“Ini paling berkesan, soalnya ngalamin sendiri banjir rob di Bedono, karena saya emang tanggal di sana. Jadi sengaja menyelipkan pesan yang bisa ditangkap semua penonton lewat film ini,” kata Salas, Senin (6/3/2023).

Salas mengaku telah terbiasa mengalami banjir rob di kesehariannya. Saat mendapat tugas kuliah pada akhir 2020, ia terpikirkan untuk mengangkat pengalaman pribadinya ke dalam karya film pendek.

Namun dirinya tak pernah menyangka bila karyanya bakal mendapat penghargaan baik di kancah nasional maupun internasional.

SWIFF 2022 sendiri sengaja mencuri filmmaker yang menggunakan kekuatan karya filmnya untuk membuat perubahan positif terhadap dunia saat ini.

Tentu saja tema ekologi yang diangkut Salas menarik bagi SWIFF, mengingat saat ini krisis iklim melanda seluruh belahan dunia.

“Yang bikin film ini menarik kan, enggak semua dari mereka (SWIFF) tau kejadian banjir rob seperti ini,” katanya.

Pada level nasional, mahasiswa akhir jurusan film dan televisi di Udinus itu pernah lolos seleksi dalam Brawijaya Film Festival pada 2021 lalu.

Film berdurasi 10 menit 30 detik itu menceritakan keputusasaan seorang warga karena banjir rob menyebabkan banyak kerugian. Ia kemudian meminta tolong bantuan dukun, lalu diminta memelihara ikan dalam rumahnya.

Akan tetapi kondisi yang terjadi memburuk. Bahkan anaknya kesulitan belajar dan mengalami gatal-gatal. Istrinya pun mengajak anaknya pergi keluar rumah.

Diceritakan, proses produksi melibatkan sekitar 25-30 orang kru. Bahkan timnya ikut merasakan langsung kehidupan yang dijalani Salas dan warga Bedono yang harus berdampingan dengan Banjir rob sehari-hari.

Sementara pra produksi memakan 4 bulan dan post produksi seperti editing selama sebulan. Total sekitar 5 bulan, dan film baru selesai pada awal 2021.

Lelaki 22 tahun itu kini telah menyutradarai enam film bergenre drama dan komedi. Baginya setiap film yang diproduksi memiliki pesan dan kesan tersendiri. Setiap proses produksi juga ia jadikan pembelajaran untuk karya selanjutnya.

Menurutnya menjadi tantangan tersendiri untuk dapat menemukan isu baru yang penting diangkut dalam sebuah film.

“Tantangannya saat cari tim yang pas untuk menggarap film, itu sangat penting juga dalam menentukan dan mengeksplor tema atau isu besar untuk filmnya,” jelasnya.

Salah mengaku memiliki hobi menonton film sejak kecil. Kemudian saat duduk di bangku SMK Negeri 1 Demak, lelaki itu bergabung di ekstra kurikuler perfilman. Lalu mencoba membuat film dan mengikuti lomba antar-pelajar.

“Ikut komunitas sinema di Demak juga, sering ngadain nobar dan diskusi film, jadi belajar banyak,” ungkapnya.

Akhirnya saat menempuh studi sarjana, ia memantabkan diri untuk mendalami dunia perfilman dengan memilih jurusan televisi dan film di Udinus.

Tanpsa disangka, di semester tiga, Salas telah menyutradarai film yang kini mendapat sejumlah penghargaan dan dijadikan bahan nobar dan diskusi.

“Memang film itu bagi saya membuka tentang dunia baru, isu baru, dan media yang tepat untuk menyampaikan pesan ke banyak orang,” tandasnya.

https://regional.kompas.com/read/2023/03/07/134829678/kisahkan-penderitaan-warga-terdampak-banjir-rob-film-pendek-karya-mahasiswa

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke