Salin Artikel

Mengurai Akar Masalah Tawuran Pelajar Berdarah di Lhokseumawe

Padahal, kekerasan semacam ini tidak pernah terjadi sebelumnya di Aceh.

Tercatat tiga tawuran berdarah terjadi di Lhokseumawe. Polisi menahan para pelajar dan menyita senjata tajam, mulai pisau, kelewang, parang hingga pedang.

Korban pun terluka dan terpaksa dilarikan ke rumah sakit. Bahkan kasus terakhir, polisi pun dibacok oleh para pelajar ini.

Kapolsek Banda Sakti, Lhokseumawe Iptu Faisal menyebutkan, aksi tawuran kerap terjadi Sabtu malam.

“Karena itu kita tingkatkan patroli Sabtu dan Minggu. Mereka ini alasannya dari rumah tidur tempat temannya. Lalu malamnya tawuran, sedangkan orang tua kurang kontrol terhadap anaknya,” kata Faisal saat dihubungi, Senin (27/2/2023)

Para pelajar ini juga melibatkan anak putus sekolah dalam aksinya.

“Sebagian mereka itu isap lem, sehingga daya mabuknya ada. Nah, dari situ dia merasa hebat dan superior. Jadi nekat saja dan berani agar terlihat gagah dimata teman-temannya,” kata Faisal.

Dalam kondisi mabuk atau setengah mabuk, mereka merasa sangat hebat.

“Maka, kita persuasif, kita datangi ke sekolah-sekolah. Satu hal mereka harus ingat, biaya berobat itu tidak ditanggung BPJS Kesehatan. Itu tanggung sendiri oleh orangtuanya,” terang Faisal.


Kapolres Lhokseumawe AKBP Henki Ismanto, sambung Faisal, sudah mengeluarkan telegram untuk razia rutin setiap Sabtu dan Minggu.

“Pendekatan ke semua lapisan juga kita lakukan. Agar ini bisa kita tangani bersama, bukan sebatas penegakan hukum saja,’ katanya.

Sementara itu, Direktur Lembaga Psikologi Tandaseru Lhokseumawe Lailan F Saidina menyarankan, pola pembelajaran di sekolah harus diubah.

“Sejauh ini metodenya ceramah saja. Padahal tidak semua anak cocok dengan metode ceramah. Ini perlu dievaluasi oleh dinas, agar anak ini bisa berubah karakternya kea rah lebih baik,” sebutnya.

Dia menyarankan kontrol sosial dari masyarakat kembali ditingkatkan.

“Dalam khasanah kearifan lokal Aceh, anak tetangga, anak kita juga. Jadi, menegur anak orang lain itu bagian dari menjaga anak orang lain itu sama seperti menjaga anak sendiri. Ini perlu digalakan lagi,” katanya.

Saran lainnya, Lailan meminta polisi untuk melakukan penegakan hukum hingga timbul efek jera.

“Tentu sesuai dengan regulasi UU Perlindungan Anak. Kalau tidak ada efek jera, anak-anak ini mikir tidak ada sanksinya. Paling berobat selesai tawuran,” terangnya.

https://regional.kompas.com/read/2023/02/27/161847478/mengurai-akar-masalah-tawuran-pelajar-berdarah-di-lhokseumawe

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke