Salin Artikel

Jalani Sidang Pleidoi, Perempuan yang Dituntut 2,5 Tahun Penjara karena Tagih Utang Merasa Dizalimi

Dalam sidang tersebut, Dian melalui kuasa hukumnya, M. Soleh, menilai kasus ini merupakan penzaliman.

Ia menyampaikan beberapa poin keberatan (pembelaan). Pertama, penanganan laporan yang dilayangkan pelapor, yakni DIPR, ke Polres Pasuruan Kota pada November 2020 dianggap salah secara hukum.

Seharusnya, kata Soleh, karena pelapor dan terlapor warga Malang, kasusnya dilaporkan ke Polres Malang.

"Jika ia membaca di Papua, maka penanganannya di Polda Papua. Saya kira pelaku gagal paham dalam hal ini," ungkapnya dalam persidangan.

Kedua, komentar Dian yang disampaikan di unggahan Facebook DIPR adalah fakta bahwa suami DIPR, BPA, mempunyai utang kepada Dian.

"Dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Komunikasi dan Informatika, Jaksa Agung, Kapolri Pasal 27 ayat 3 poin B dan D dikatakan apabila yang disampaikan itu fakta, maka fakta itu harus dibuktikan terlebih dahulu kebenarannya sebelum Aparat Penegak Hukum memproses pengaduan UU ITE," jelasnya.

Kemudian yang ketiga, laporan yang dibuat oleh DIPR ke Polres Pasuruan Kota sudah kedaluwarsa. Sebab, peristiwa itu terjadi pada September 2019, dan baru dilaporkan pada 7 November 2020.

"Seharusnya perkara ini sudah gugur demi hukum. Tapi nyatanya tetap berlanjut. Saya khawatir akibat perkara ini muncul perkara yang sama di kemudian hari," tuturnya.

"Jika ada orang menagih utang tidak dikembalikan, lalu ditagih melalui media sosial agar bisa dikembalikan malah dilaporkan pencemaran nama baik. Maka orang tidak bayar utang akan menjamur," imbuhnya.

Sebelumnya diberitakan, Dian Patria Arum Sari dituntut pasal 45 Ayat (3) jo pasal 27 ayat (3) UU RI No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU RI No. 11 TAHUN 2008 tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik.

Jeratan kasus itu adalah buntut dari penagihan utang yang dilakukan Dian melalui komentar di unggahan Facebook seorang perempuan berinisial DIPR. Sebab, suami DIPR, BPA, diduga mempunyai utang kepada Dian.

Tidak disangka, komentar itu dijadikan barang bukti DIPR untuk melaporkan Dian dengan tuduhan ITE ke Polres Pasuruan pada November 2020. Laporan kasus itu pun terus bergulir hingga ke tahap persidangan di Pengadian Negeri Kepanjen.

Padahal, ia terpaksa menagih utang itu melalui media sosial karena emosi lantaran penagihannya secara langsung ke rumah BPD tidak diindahkan.

Nilai kerugian yang dialami Dian akibat utang itu mencapai Rp 25 juta. Dian menceritakan, utang piutang itu awalnya terjadi pada September 2019. Saat itu, seseorang temannya, WD, meminjam uang kepada Dian, dengan alasan untuk pengembangan usaha ayam petelur.

"Ia meminjam uang dengan jaminan satu unit mobil. Saya bersedia, meski saat itu saya curiga karena surat-surat mobil itu bukan atas nama WD," terangnya.

Sepulang WD dari rumah Dian, BPA datang bersama teman-temannya, meminta unit mobil yang diberikan oleh WD, dengan alasan mobil itu sudah dibawa WD selama 3 bulan dan tidak dikembalikan.

"Saya pun terkejut. Di saat itu pula nomor telepon WD juga sudah tidak bisa dihubungi," ujarnya.

Kemudian, dua pekan kemudian, pemilik mobil yang asli juga datang ke rumah Dian untuk meminta mobilnya, karena selama ini mobil itu sudah dibawa oleh BPA dan digadaikan selama beberapa bulan.

"Akhirnya saya dengan pemilik mobil ini ke rumah BPA untuk menagih. Namun, kami tidak pernah ditemui," katanya.

Sementara saat Dian menagih kepada WD juga menemukan jalan buntu karena sejak saat itu ia sudah menghilang. Begitu pun ketika dicari ke rumahnya juga tidak ditemukan keberadaannya.

"Saya akhirnya membuat laporan ke Polres Malang atas tuduhan penipuan dan penggelapan, dengan terlapor DPA dan WD. Namun, kasus itu mandek karena saya tidak bisa menghadirkan WD," jelasnya.

Berselang beberapa waktu, ia pun berupaya menagih utang melalui komentar yang ia tulis di postingan istrinya DIPR. Namun, akhirnya DIPR melaporkan komentar itu ke jajaran Polres Pasuruan atas tuduhan pelanggaran ITE.

https://regional.kompas.com/read/2023/02/14/162904378/jalani-sidang-pleidoi-perempuan-yang-dituntut-25-tahun-penjara-karena-tagih

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke