Salin Artikel

Perjuangan Bocah-bocah Pedalaman Flores Timur, Bertaruh Nyawa Seberangi Sungai demi Sekolah

Beberapa siswa tampak bersiap menuju Sekolah Dasar Inpres (SDI) Bou di Desa Lamatutu, yang berjarak empat kilometer dari kampung itu.

Simon Petrus Waiklak (12) siswa kelas VI SDI Bou pun demikian. Ia mulai memasukkan buku dan pakaian seragam sekolah ke dalam kantong plastik.

"Kami tidak bisa pakai seragam sekolah karena takut basah, apalagi sekarang lagi musim hujan," ucap Simon lirih.

Setelah berkemas, Simon memanggil siswa yang lain berkumpul di halaman rumahnya. Lalu mereka bersama-sama ke sekolah dengan berjalan kaki.

Perjalanan ke SDI Bou bukan perkara mudah. Para siswa harus melintasi hutan dengan kondisi jalan yang menanjak dan terjal. Terkadang saat musim hujan ada yang jatuh tergelincir.

Namun, kata Simon, itu belum seberapa.

"Ada yang lebih parah, kami akan melewati sungai besar, namanya Sungai Waiwulo," ucap dia.

Sungai Waiwulo berjarak dua km dari Kampung Wulokolong. Lebarnya sekitar belasan meter. Saat musim penghujan kondisinya dipastikan selalu banjir.

Para siswa terkadang tidak ke sekolah karena takut terbawa arus.

Sekitar 40 menit perjalanan, suara derasnya arus sungai mulai terdengar.

"Sepertinya hari ini banjir tidak terlalu besar, kami bisa lewat," ujar siswa lain, Maksimus Lamabewa (8).

Setibanya di tepi Sungai Waiwulo, Simon terlihat cemas. Mereka saling menatap satu sama lain, sembari berbicara dengan bahasa setempat.

Simon kemudian memberanikan diri melintasi sungai yang sedang banjir. Ia mulai melangkah pelan, mencari celah agar tidak terbawa arus.

Setelah dirasa cukup aman, Simon kemudian berteriak memanggil sahabat yang lain agar segera melintas. Belasan siswa itu pun bergandengan tangan dan melewati sungai.

Simon mengungkapkan, kondisi ini sudah sering mereka alami. Bahkan, jika hujan tak kunjung berhenti mereka tidak mau ke sekolah.

Simon dan kawan-kawannya berharap agar pemerintah bisa membangun jalan dan jembatan ke kampung mereka.

"Kami mohon bantuan pemerintah agar bangun jembatan dan jalan biar kami bisa pergi sekolah dengan aman dan nyaman," pinta mereka.

Gregorius Lai (57) warga Kampung Wulokolong mengatakan, ketiadaan akses jalan dan jembatan membuat para siswa di kampung itu kesulitan saat pergi ke sekolah.

Bahkan kondisi demikian juga dialami warga yang hendak menjual hasil komoditi pertanian dan perkebunan ke Larantuka, Kabupaten Flores Timur.

"Tanah kami di sini subur, hasilnya banyak ada pisang, kelapa, mete, jagung tapi kami sulit untuk menjual ke tempat lain karena jembatan dan jalan tidak ada," ujarnya.

Gregorius mengungkapkan, pemerintah pernah membuka akses jalan ke kampung itu tahun 2013 silam, namun sampai saat ini belum ada tindak lanjut.

Ia pun berharap, status jalan ke Kampung Wulokolong bisa ditingkatkan, sehingga bisa dibangun jalan.

"Kalau memang pemerintah kabupaten dan provinsi tidak ada anggaran, kami butuh bantuan pemerintah pusat khususnya uluran tangan dari Presiden Joko Widodo," ucapnya.

Ketua RT Wulokolong Simon Sake Lamabewa membenarkan bahwa pembangunan ruas jalan ke kampung itu pernah dibuka tahun 2013.

Jalan tersebut menghubungkan Tanah Belen, Desa Lamatutu menuju Desa Aransina. Namun belum ada tindak lanjut dari pemerintah.

"Kami sudah usulkan berkali-kali untuk peningkatan jalan tetapi sampai sekarang ada respons. Mungkin anggarannya belum ada," kata dia.

https://regional.kompas.com/read/2023/02/10/074923578/perjuangan-bocah-bocah-pedalaman-flores-timur-bertaruh-nyawa-seberangi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke