Salin Artikel

Harapan Korban Tragedi Simpang KAA Usai Jokowi Akui Pelanggaran HAM Berat di Indonesia

BANDA ACEH, KOMPAS.com - Korban pelanggaran HAM (hak asasi manusia) hingga NGO menyampaikan harapannya kepada pemerintah usai pernyataan Presiden Joko Widodo yang mengakui pelanggaran HAM berat di Indonesia. 

Direktur Koalisi NGO HAM Aceh, Khairil mengatakan, ini merupakan bagian dari perjuangan panjang korban dan keluarga korban pelanggaran HAM untuk mendapat pengakuan negara terkait peristiwa-peristiwa pelanggaran HAM di masa lalu.

“Karena ini menjadi sebuah langkah baik, maka, pemerintah harus melakukan upaya pemulihan korban dan keluarga korban secara masif, baik secara psikologis, ataupun secara ekonomi,” ujar Khairil, Kamis (12/1/2023).

Saat ini, sebut Khairil, Koalisi NGO HAM  bersama masyarakat korban sedang membangun mekanisme reparasi untuk korban pelanggaran HAM yang berkeadilan dan konprehensif.

Senada itu, Koordinator KontraS Aceh, Azharul Husna menegaskan, agar pernyataan Presiden Joko Widodo bukan merupakan komoditi politik di penghujung masa pemerintahan.

“Jika berulang kali negara menjanjikan pemulihan terhadap korban pelanggaran HAM tanpa langkah-langkah konkret, terlebih pernyataan kali ini disampaikan di penghujung masa pemerintahan Presiden Jokowi, patut kita duga ini cuma dagangan politik semata,” sebut Azharul Husna.

Bagi Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Aceh, pengakuan tersebut sama sekali tidak cukup menandakan bahwa negara benar-benar telah meminta maaf atas sejumlah tragedi itu.

“Sebagai wujud pertanggung jawabannya, negara seharusnya meminta maaf secara formal kepada para korban pelanggaran HAM berat tersebut,” kata Azharul Husna.

Pengakuan negara ini juga harus ditindaklanjuti dengan rangkaian tindakan pemenuhan hak-hak korban secara keseluruhan. Mulai dari hak atas kebenaran, keadilan, pemulihan, hingga ketidakberulangan.

Seorang korban tragedi Simpang KKA 3 Mei 1999, Murtala mengakui, pernyataan presiden Joko Widodo ini sebagai angin segar bagi para korban pelanggaran HAM berat, terutama di Aceh. Namun pernyataan tersebut harus segera ditindak lanjuti dengan tindakan konkrit.

Pria yang juga ditunjuk sebagai Ketua Forum Komunikasi Korban dan Keluarga Korban Tragedi Simpang KKA ini mengungkapkan, tindak lanjut yang dimaksud seperti segera memerhatikan kondisi korban dan keluarga korban terutama pemulihan kondisi psikologis, luka fisik, dan perbaikan kondisi ekonomi.

“Selain itu yang tak kalah pentingnya adalah bagaimana pemerintah juga memberikan perintah kepada Kejaksaan Agung, agar bisa menyelenggarakan pengadilan Adhoc, demi memenuhi rasa keadilan bagi para korban dan keluarga korban,” jelas Murtala.

Tanpa sebab apapun, Murtala, pada 24 tahun lalu, tepatnya 3 Mei 1999, menjadi korban pelanggaran HAM berupa pemukulan dan penyiksaan yang dilakukan TNI. Kejadian tersebut membuat fisiknya rusak hingga membuat dirinya tidak bisa beraktivitas normal.

Murtala berharap, pemerintah serius memberi perhatian pada semua korban dan keluarga korban tindak pelanggaran HAM di Indonesia, terutama pemulihan ekonomi bagi korban dan keluarga korban.

Diberitakan sebelumnya, Presiden RI Joko Widodo menggelar konferensi pers terkait pernyataan resmi negara atas 12 kasus Pelanggaran HAM Berat di Indonesia.

Dalam pidatonya, Jokowi menyampaikan pengakuan dan penyesalan atas terjadinya Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu.

Untuk pertama kalinya, negara secara terbuka dan resmi menyatakan pengakuan atas 12 kasus pelanggaran HAM berat. 

Yakni peristiwa 1965-1966 (peristiwa 65), peristiwa penembakan misterius 1982-1985 (kasus Petrus), peristiwa Talangsari di Lampung 1989, peristiwa penghilangan orang secara paksa kurun 1997-1998.

Kemudian peristiwa kerusuhan Mei 1998, peristiwa Trisakti dan Semanggi I - II 1998-1999, peristiwa pembunuhan dukun santet 1998-1999, peristiwa Wasior di Papua pada 2001-2002, dan peristiwa Wamena di Papua pada 2003.

Tiga peristiwa pelanggaran HAM berat di Aceh juga termasuk di dalamnya, yakni peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis (Aceh pada 1989), peristiwa Jambo Keupok di Aceh pada tahun 2003, dan peristiwa Simpang KKA di Aceh pada 1999. 

https://regional.kompas.com/read/2023/01/12/144000278/harapan-korban-tragedi-simpang-kaa-usai-jokowi-akui-pelanggaran-ham-berat

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke