Salin Artikel

6 Kasus Bom Bunuh Diri di Indonesia, Pelaku Ada yang Pasangan Suami Istri hingga Libatkan Anak

Sebelum ledakan terjadi, seorang laki-laki masuk ke Mapolsek Astana Anyar dan mengacungkan senjata tajam. Ia juga menerobos barisan apel pagi

Setelah itu terdengar suara ledakan yang menewaskan seorang pelalu. Sementara tiga anggota polisi luka-luka. Diduga ledakan tersebut adalah bom bunuh diri.

Selain di Bandung, berikut 6 kasus bom bunuh di Tanah Air:

1. Bom bunuh diri di Solo tahun 2016

Serangan bom bunuh diri terjadi di depan SPKT Markas Polresta Solo pada Selasa (5/7/2016) sekitar pukul 07.30.

Pelaku yakni Nur Rohman (31) dinyatakan tewas di lokasi kejadian. Sementara salah satu anggota Provos Polresta Solo Brigadir Bambang Adi Cahyanto (sekarang berpangkat Ipda) terluka saat menahani motor yang dinaiki pelaku.

Nur Rohman alias Wiknyo Wiyono tercatat sebagai warga RT 01 RW 12 Kelurahan Sangkrah, Kecamatan Pasar Kliwon, Solo.

Sebelum kejadian tersebut, nama ia masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) terorisme jaringan Bekasi sejak tahun 2015. Ia berasal dari jaringan kelompok Jamaah Anshar Daulah Khilafah Nusantara (JADKN).

Berdasarkan pemeriksaan, diduga pelaku merakit sendiri bom. Rangkaian bom yang digunakan pelaku terbuat dari rice cooker yang diisi bahan peledak low explosive.

Sebelum meledakkan bom bunuh diri, Nur sempat menulis surat kepada istrinya dan berpesan agar sang istri rajin berdoa serta mengasuh dua anaknya agar menjadi anak yang saleh.

Nur juga diketahui sempat tinggal di peternakan ayam seorang diri milik W (40) di Desa Gedong Jetis, Tulung, Klate, Jawa Tengah.

Terkait kasus tersebut, Densus mengamankan empat orang yakni AS, CBS, W dan ZB. Keempatnya merupakan pasangan suami istri yang diduga membantu Nur melakukan aksi bom bunuh diri di Solo.

Serangan terjadi di Gereja Santa Maria Tak Bercela di Jalan Ngagel Madya, Gereja Kristen Indonesia (GKI) di Jalan Diponegoro, dan Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS) di Jalan Arjuno.

Ledakan pertama terjadi di Gereja Maria Tak Tercela, dan dua ledakan lain berjeda masing-masing 5 menit setelah ledakan pertama.

Dalam peristiwa ledakan bom bunuh diri tersebut mengakibatkan 14 orang tewas dan 43 lainnya mengalami luka-luka.

Wakapolrestabes Surabaya saat itu, Ajun Komisaris Besar Benny Pramono, mengatakan bahwa pelaku bom bunuh diri di salah satu gereja di Surabaya ialah seorang ibu yang membawa dua anaknya.

Ketiganya sempat memaksa masuk ke ruang kebaktian, namun sempat dihalau oleh satpam gereja sebelum meledakkan diri di halaman gereja.

Pelaku berasal dari satu keluarga, terdiri atas enam orang, yaitu ayah, ibu, dan keempat anaknya.

Kepala Polri Jenderal (Pol) saat itu, Tito Karnavian menjelaskan bahwa Dita Apriyanto (48), pelaku bom bunuh diri, menjadi pelaku tunggal dengan memakai mobil di GPPS.

Ia sebelumnya mengantar istrinya, Puji Kuswati (43) bersama dua putrinya, FS (12) dan PR (9), menjadi pelaku bom yang diikatkan pada pinggang di GKI.

Sementara dua pelaku bom Gereja Santa Maria Tak Bercela adalah YF (17) dan adiknya, FH (15), dengan memakai sepeda motor.

"Semua bom bunuh diri. Dita adalah amir (pemimpin) kelompok JAD (Jamaah Ansharut Daulah) di Surabaya," kata Tito.

Mereka adalah keluarga Anton Febrianto (47) yang terdiri dari bapak, ibu dan tiga anak yang naik dua sepeda motor berboncengan.

Empat orang tewas dalam peristiwa ini, sedangkan sang anak yang berusia 8 tahun selamat setelah terlempar saat ledakan terjadi.

Ledakan bom menewaskan istri Anton, Puspitasari (47), dan anak perempuan mereka, HAR (17), terlebih dahulu, dan kemudian melukai ketiga anak yang lain.

Sementara Anton tewas ditembak polisi yang datang ke lokasi saat memegang saklar bom di Blok B lantai 5 nomor 2 Rusunawa Wonocolo.

Peristiwa itu berawal ketika dua buah motor yang kemudian diidentifikasi berjenis Supra dan Beat masuk ke arah pintu gerbang pengamanan Mapolrestabes Surabaya.

Saat itu, ada sebuah mobil Avanza berwarna hitam yang sedang mengantre masuk dan sejumlah polisi yang sedang berjaga.

Namun kedua motor itu berusaha masuk dan mereka distop oleh anggota polisi yang berjaga. Namun, ledakan tiba-tiba terjadi pada pukul 09.04 WIB.

Tiga anak Anton lainnya selamat, yaitu AR (15), FP (11), dan GHA (10). AR diketahui menolak doktrin orantuanya untuk menjadi teroris.

Dia memutuskan untuk tidak seperti kakak dan adik-adiknya yang tidak bersekolah. AR memilih sekolah dan tinggal bersama sang nenek.

AR menjauh saat ada bom, dan dia juga menyelamatkan dua adiknya yang terkena ledakan bom. Ia juga yang membawa adik-adiknya ke rumah sakit.

Dua pelaku yang mengendarai motor diduga membawa bom panci menerobos penjagaan Polres Indramayu.

Namun bom panci yang dibawa pelaku tidak sempat diledakan. Sehingga, petugas jaga melepas beberapa tembakan untuk melumpuhkan pelaku.

Meski demikian, pelaku bisa lolos keluar Mapolres dan kabur dengan luka tembakan. Saat kabur pelaku melemparkan panci diduga berisi bahan peledak dan kabur ke arah Bunderan Mangga Indramayu.

Diduga pasangan suami istri tersebut, hendak melakukan aksi bom bunuh diri dengan sasaran Mako Polres Indramayu Jawa Barat.

Mereka adalah suami istri berinisial GL dan AN itu merupakan anggota dari jaringan Jemaah Ansharut Daulah (JAD) Haurgeulis Kabupaten Indramayu, Jawa Barat.

Keduanya berasal dari kelompok yang sama dengan lima terduga teroris lainnya yang sudah ditangkap polisi pada Sabtu (14/7/2018) dan Minggu.

Dalam ledakan tersebut, istri terduga teroris Husein alias Abu Hamzah dan anaknya yang berusia 2 tahun tewas.

Diduga ia meledakkan diri menggunakan bom rakitan lontong saat akan akan ditangkap petugas.

Husain ditangkap lebih dulu oleh Densus 88 Antiteror Polri. Namun, istri dan anak Husain saat itu bertahan di dalam rumah.

Sebelumnya, polisi telah berusaha membujuk pelaku menggunakan pengeras suara di masjid terdekat.

Bom lontong tersebut merupakan bom rakitan dari pipa paralon yang berisikan berbagai bahan berbahaya seperti potasium, paku, baut, dan pecahan kaca.

Saat itu kedua pelaku masuk menggunakan roda dua ke pelataran pintu gerbang Gereja Katedral dan meledakkan diri. Ada sekitar 20 orang yang terluka.

Terungkap kedua pelaku adalah pasangan suami istri, L dan YSF.

Mereka merupakan anggota kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD) Sulsel dan baru menikah selama enam bulan.

Mereka dinikahkan oleh sesama teroris, Risaldi yang ditembak mati di di Villa Mutiara Cluster Biru, Makassar, bulan Januari 2021 lalu.

Selain Rizaldi, aparat juga menembak mati menantunya yang bernama Zulfikar.

Risaldi dan Zulfikar ini merupakan jaringan JAD yang memiliki keterkaitan dengan pengeboman di Jolo Filipina 2018.

Sebelum melakukan bom bunuh diri, L meninggalkan surat wasiat yang berisi pernyataan siap mati.

L dan YSF aktif dalam pengajian yang digelar Jamaah Ansharut Daulah (JAD) Sulsel. Tak hanya mengikuti pengajian, keduanya juga berperan memberikan doktrin kepada para pengikut JAD.

SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: M Wismabrata, Dandy Bayu Bramasta, Achmad Faizal, Fadlyanto Sugiono, Himawan | Laksono Hari Wiwiho, Inten Esti Pratiwi, Caroline Damanik, Sandro Gatra, Khairina)

https://regional.kompas.com/read/2022/12/07/120200178/6-kasus-bom-bunuh-diri-di-indonesia-pelaku-ada-yang-pasangan-suami-istri

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke