Salin Artikel

7 Hari Kematian Santri di Sragen, Dwi Minto Menunggu Hasil Otopsi Sang Anak yang Tewas di Pesantren

Dugaan penganiayaan terjadi karena korban diduga melanggar aturan terkait kebersihan dan mendapat hukuman pukulan serta tendangan.

Sebelum meninggal dunia, Korban sempat mendapat perawatan medis dan dinyatakan meninggal dunia pada pukul 02.00 WIB, Minggu (20/11/2022).

DWW tercatat sebagai warga Kecamatan Kedunggalar, Ngawi, Jawa Timur.

Sang ayah belum terima hasil otopsi

Tujuh hari setelah kematian sang anak, Dwi Minto Waluyo mengaku belum mendapatkan hasil otopi anak semata wayangnya dari RS Moewardi, Solo.

“Kemarin selamatan 7 hari dan sampai saat in kami belum menerima surat hasil otopsi. Katanya hasilnya satu minggu, ini sudah satu minggu,” ujar Dwi ditemui di rumahnya, Sabtu (26/11/2022).

Ia mengaku akan mendatangi Polsek Masaran, Sragen untuk meminta kejelaan hasil otopsi serta penyebab kematian DWW.

“Kita mau menanyakan hal itu, tapi masih nunggu habis selamatan 7 hari,” imbuhnya.

Dwi bercerita mendapatkan keterangan dari teman sepondok anaknya jika DWW dipukul oleh kakak kelasnya karena melanggar peraturan.

Namun saat DWW terkapar karena dipukuli, sang kakak melarang membantu remaja berusia 14 tahun tersebut.

“Dari temannya cerita dipukul sampai tersungkur sampai kejang-kejang ditolong itu tidak boleh sama kaka kelasnya itu,” katanya.

Karena itu, Dwi berharap hasil otopsi mengungkap penyebab kematian DWW sehingga polisi bisa mengambil langkah hukum terkait kematian DWW.

“Kita pengen tahu itu nanti siapa yang bertanggung jawab. Kita menitipkan sekolah di situ supaya mendapat bekal ilmu agama ke depan,” pungkasnya.

Terduga pelaku dikeluarkan

Pondok Pesantren (Ponpes) Ta'mirul Islam, Kecamatan Masaran, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, bersikap tegas atas kasus yang melibatkan santrinya yang meninggal dunia pada Kamis (24/11/2022).

Pihak pesantren telah mengeluarkan terduga pelaku penganiayaan, MHN (16) serta dua santri lainnya yang terlibat.

Hal tersebut disampaikan Anggota Forum Masyayikh (sesepuh) Ponpes Ta’mirul Islam Muhammad Wazir Tamam.

"Ada tiga anak, itu kita lihat dari tingkat kesalahannya. Yang satu sudah kita kembalikan kepada orangtua. Kita keluarkan. Bagaimana pun mereka kan wajib lapor," kata Muhammad Wazir Tamam, Kamis (24/11/2022).

Sementara itu untuk santri lainnya telah mendapatkan sanksi lebih ringan yakni dengan menjalani karantina di Ponpes Ta'mirul Islam Pusat di Kota Solo.

"Kita karantina agar anak-anak yang lain tidak terlalu marah. Dua anak ini kan ikut menendang. Keterlibatannya sejauh mana akan kita buka lagi," jelasnya.

Ia mengatakan terduga pelaku adalah pengurus Organisasi Santri Ta’mirul Islam (OSTI) yang bertugas menggerakkan para santri untuk mengikuti semua aturan pesantren.

Termasuk memberi hukuman terhadap santri yang lalai menjalankan tugas piket. OSTI beranggotakan santri-santri senior.

"Dalam jangka waktu dekat ini pengurus OSTI kita bekukan. Bagaimanapun, mereka juga harus ikut bertanggung jawab," jelasnya.

Wazir mengeklaim pihaknya sudah tidak memberlakukan hukuman fisik di lingkungan pondok.

"Pemberian hukuman untuk yang melanggar pasti ada. Tapi tidak dalam bentuk fisik. Biasanya dalam disuruh menghafal, membersihkan WC. Itu tegas kita imbau," ucap Wazir.

SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Fristin Intan Sulistyowati, Sukoco | Editor : Ardi Priyatno Utomo, Reni Susanti, Khairina)

https://regional.kompas.com/read/2022/11/27/165000978/7-hari-kematian-santri-di-sragen-dwi-minto-menunggu-hasil-otopsi-sang-anak

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke