Salin Artikel

Belajar Sejarah dan Astronomi di Petilasan Pangeran Diponegoro di Kaki Bukit Menoreh

PANDEMI mulai berangsur pulih. Kegiatan ekonomi di berbagai bidang mulai menggeliat, termasuk pariwisata.

Banyak tempat tujuan wisata sudah mulai dibuka, pengunjung sudah mulai ramai berdatangan.

Efek pembatasan selama pandemi, maka kebutuhan untuk ‘healing’ meningkat. Masyarakat beramai-ramai meluapkan kebutuhan untuk refreshing dan rekreasi, dengan tetap menerapkan protokol kesehatan.

Kegiatan outdoor menjadi salah satu pilihan bijak, karena pengunjung bisa lebih aman dengan tetap mendapatkan udara segar selama beraktifitas.

Ada alternatif tempat menepi yang cukup unik di Borobudur. Selama ini orang cenderung mengenal Borobudur sebatas candi saja.

Namun sebetulnya ada ‘hidden gem’ yang tersembunyi, yang belum banyak orang tahu. Ada 20 desa di Kawasan Borobudur yang menawarkan banyak atraksi wisata pedesaan. Alam lingkungan Kawasan Borobudur yang masih asri menambah indahnya nuansa pedesaan.

Kawasan Borobudur merupakan sebuah wilayah yang memiliki nilai-nilai penting sebagai saujana (cultural landscape) yang perlu dilestarikan.

Saat ini Borobudur menjadi salah satu dari 5 Destinasi Pariwisata Super Prioritas yang ditetapkan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Tren wisata di kawasan Borobudur mulai berkembang berupa wisata alternatif ke desa-desa di sekitarnya.

Peluang pengembangan desa-desa di sekitar Candi Borobudur juga ditangkap oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, dengan penyusunan Borobudur Trail of Civilization (BToC).

BToC ini merupakan tema utama pengembangan produk wisata budaya yang menyusun pola perjalanan wisata sekaligus sebagai sarana edukasi untuk medium transfer pengetahuan.

Pengembangan pola perjalanan tematik Borobudur Trail of Civilization menitikberatkan pada proses penceritaan narasi (storytelling) yang berasal dari interpretasi panel-panel relief Candi Borobudur dan mengaktualisasi aktivitas pendukungnya di desa-desa yang ada di sekitar kawasan Borobudur.

Jadi pengembangan kawasan tidak hanya fokus di candinya saja, namun juga pada penguatan budaya untuk masyarakat dan pengunjung, pelestarian lingkungan desa-desa sekitar, serta untuk menguatkan ekonomi lokal.

Desa Giritengah merupakan salah satu dari 20 desa di Kecamatan Borobudur yang terletak di sisi barat daya Candi Borobudur. Desa ini memiliki banyak potensi menarik sehingga dikembangkan sebagai salah satu destinasi wisata desa.

Salah satunya adalah Puncak Bukit Pos Mati yang merupakan destinasi wisata punthuk (puncak bukit) yang pertama kali dikenal di Desa Giritengah sejak tahun 2004.

Pos Mati merupakan nama sebuah puncak bukit yang terletak di sisi barat laut Desa Giritengah, berbatasan dengan Desa Ngadiharjo.

Pos Mati berupa puncak bukit kecil yang berukuran sekitar 10 m x 20 m berada di ketinggian 600 m di atas permukaan laut.

Dari puncak bukit Pos Mati dapat terlihat pemandangan Candi Borobudur dan sekitarnya, termasuk gunung-gunung yang mengelilinginya.

Tak heran, Pos Mati merupakan salah satu tempat untuk menikmati panorama indah matahari terbit di pagi hari.

Selain pesona keindahan alamnya, Pos Mati memiliki nilai kesejarahan di mana puncak ini merupakan tempat Pangeran Diponegoro dan pasukannya untuk mengintai musuh pada saat Perang Jawa (1825-1830).

Di atas puncaknya terdapat dua pohon serut yang hidup sampai sekarang. Tempat ini juga sering digunakan untuk rute arak-arakan takbir keliling anak-anak dusun sekitar saat menjelang Hari Raya.

Pos Mati kemudian berkembang menjadi destinasi wisata sekitar tahun 2004, ketika ada wisatawan datang bersama pemandu wisata.

Biasanya pengunjung datang pagi-pagi untuk menikmati matahari terbit serta menikmati panorama alam di Kawasan Borobudur.

Candi Borobudur tampak di kejauhan, di kelilingi hamparan hijau persawahan dan pedesaan. Di sisi timur jauh nampak Gunung Merapi bersanding dengan Gunung Merbabu.

Di sisi utara, nampak Gunung Sumbing berdiri dengan anggunnya, dengan latar belakang Gunung Sindoro di arah barat laut. Inilah saujana (cultural landscape) Borobudur.

Untuk mencapai puncak Pos Mati, pengunjung perlu berjalan kaki (trekking) sekitar 300 meter dari pemberhentian kendaraan di dusun terdekat, yakni Dusun Secang.

Dari situ ada jalan setapak yang sudah disediakan sebagai akses menuju puncak Pos Mati. Di atas bukit, pengunjung bisa menikmati panorama indah dari atas dek observasi.

Sebagai sarana pendukung, telah disediakan juga beberapa gazebo dan juga bangku untuk istirahat, serta toilet.

Saat ini Pos Mati tidak hanya dikunjungi pada pagi, siang atau sore hari, bahkan pada malam hari juga bisa digunakan untuk kegiatan berkemah.

Lahan rata yang ada di puncak bukit bisa menampung beberapa buah tenda. Ada wacana untuk memperluas area camping ground dengan memanfaatkan lahan tegalan di sisi selatannya.

Saat ini infrastruktur pencahayaan masih seadanya dengan aliran listrik diambilkan dari rumah penduduk. Kegiatan berkemah ini juga sejalan dengan salah satu tema yang diangkat dalam Borobudur Trail of Civilization (BToC) yaitu ‘Walking with the Stars’.

Kebetulan untuk tema ini mengambil lokasi Desa Giritengah dan Desa Kenalan. Tema perjalanan ini mengajak wisatawan untuk melakukan wisata berkemah dengan rangkaian pembelajaran tentang hubungan antara ilmu astronomi dan keberadaan di Candi Borobudur.

Pengenalan benda-benda langit menjadi sarana penting untuk membangun peradaban, antara lain berfungsi sebagai penanda waktu, pergantian musim, serta penentu waktu untuk pelaksanaan kegiatan-kegiatan spiritual.

Candi Borobudur selain sebagai situs arsitektural, juga situs arkeoastronomi, menjadi bahan edukasi yang sangat menarik untuk disimak.

Dengan demikian, berkemah di Pos Mati tidak hanya sekedar bisa healing dan refreshing, tapi juga bisa sekaligus belajar tentang sejarah perjuangan Pangeran Diponegoro dan juga astronomi.

Saat ini Pos Mati dikelola secara swadaya oleh masyarakat Dusun Secang, Desa Giritengah. Masyarakat menyambut baik perkembangan Pos Mati menjadi salah satu destinasi wisata di Giritengah.

*Titin Fatimah (Dosen tetap Magister Arsitektur Fakultas Teknik UNTAR), Fransisca Iriani Roesmala Dewi (Dosen tetap Fakultas Psikologi UNTAR), Endah Setyaningsih (Dosen tetap Prodi Teknik Elektro Fakultas Teknik UNTAR)

https://regional.kompas.com/read/2022/11/27/072136378/belajar-sejarah-dan-astronomi-di-petilasan-pangeran-diponegoro-di-kaki

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke