Salin Artikel

Wagub Jabar Larang Orangtua Santri Bayar Denda Ponpes Rp 37 Juta

Jumlah denda yang ditagihkan ke orangtua korban, dengan alasan denda Rp 50.000 per hari dikalikan 745 hari selama sang anak mondok di pesantren itu.

Uu menyebut aturan pesantren seperti itu sangat mencoreng citra lembaga pesantren di Indonesia dan dinilai sangat keterlaluan.

Uu pun memastikan dalam waktu dekat akan mendatangi pesantren itu yang alamat dan nama pesantrennya sudah jelas diketahui.

“Silakan boleh orangtua dan santrinya menghadap saya ke Manonjaya. Kami sebagai panglima santri, akan datangi pesantrennya, mempertanyakan kenapa bisa sampai ada denda, kaya bayar pajak saja didenda. Saya minta ke orang tua santri jangan bayar denda. Ini sudah keterlaluan," jelas Uu kepada Kompas.com lewat telepon, Senin (7/11/2022).

Uu sangat menyesalkan adanya aturan denda yang harus dibayar ke yayasan karena yang bersangkutan kabur dari pondok pesantren.

Bahkan, dia meminta pesantren ini ditutup kalau masih terus memberlakukan perjanjian ke anak didiknya untuk bayar denda jika tidak menyelesaikan pendidikan.

“Tutup saja pesantren seperti ini. Kalau masih memberlakukan aturan ngaco seperti ini, saya akan tutup. Saya yang datang dari kalangan pesantren dengan santri berjumlah 7.000-an, dengan alumni puluhan ribu sangat menyayangkan ada pesantren yang denda anak didiknya," sebut Uu.

Uu pun mengingatkan, pendirian lembaga pendidikan dengan label pesantren selama ini bukan untuk mencari keuntungan.

Justru pondok pesantren adalah lembaga pendidikan untuk mengajarkan pendidikan agama sesuai ajaran para ulama.


Apalagi pesantren ini memproklamirkan diri sebagai lembaga pendidikan yang mencetak anak tahfiz Quran, sudah sangat tak masuk akal dan keterlaluan.

“Mendirikan pesantren itu jangan untuk cari untung. Kalau mau, jangan pesantren. Karena kalau pesantren ada denda seperti itu, tidak pantas dan elok. Kan tujuan pesantren adalah untuk mencetak imamal muttaqin, ulama, mengajar di pesantren, dan lembaga keagamaan,” ujarnya.

Sebelumnya, Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, tengah mendampingi kasus anak 12 tahun asal Rajapolah, Kabupaten Tasikmalaya yang harus bayar denda oleh yayasan pondok pesantren tempat menimba ilmunya di Cilangkreng, Kabupaten Bandung.

Orangtua anak tersebut kaget karena jumlah denda yang harus dibayar ke pesantren itu sangat besar mencapai Rp 37.250.000.

Sang anak selama ini nekat kabur dari pesantren itu dengan alasan tidak betah belajar dan menjadi pemicu munculnya jumlah tagihan uang denda ke orangtuanya.

"Padahal sesuai keterangan orangtua anak ke kami (KPAID Kabupaten Tasikmalaya) awal mula belajar di pesantren itu tidak bayar alias gratis. Cuman sempat dibilang kalau anak tak selesai pendidikannya akan ada denda. Namun, orangtua anak tidak diberitahu jumlah denda sampai akhirnya kaget harus bayar denda sampai Rp 37 juta lebih," jelas Ketua KPAID Kabupaten Tasikmalaya, Ato Rinanto, kepada Kompas.com, lewat telepon, Sabtu (5/11/2022).

Ato menambahkan, mulanya orang tua bersama sang anak datang melapor meminta perlindungan ke kantor KPAID Kabupaten Tasikmalaya, Jumat (4/11/2022).

Dia pun akan mendampingi penyelesaian permasalahan anak tersebut yang diwajibkan bayar denda lembaga pendidikannya sendiri dengan sebutan denda disiplin.

"Kami akan melakukan pendampingan terhadap korban. Selain itu, kami melakukan konfirmasi terhadap yayasan tempat pelapor mondok di sana. Kami juga akan mengupayakan keberlangsungan pendidikan korban. Soalnya, setelah kabur dari pondok, sang anak masih belum bisa melanjutkan sekolah, baik formal maupun nonformalnya,” tambah Ato.

https://regional.kompas.com/read/2022/11/07/132328778/wagub-jabar-larang-orangtua-santri-bayar-denda-ponpes-rp-37-juta

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke