Salin Artikel

Cerita Inspiratif Mbah Sadiman, Peraih Kalpataru Asal Wonogiri (1): Tanam Ribuan "Pohon Rumah Makhluk Halus" demi Hijaukan Lereng Gunung Lawu

Kakek yang tinggal di bawah lereng Gunung Lawu bagian selatan itu mendapatkan trofi Kalpataru, yakni penghargaan utama dalam bidang lingkungan dari Kementerian Lingkungan Hidup yang saat itu diserahkan langsung oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla.

Mbah Sadiman didapuk sebagai sosok yang inspiratif dan pahlawan penghijauan lantaran keberaniannya seorang diri menghijaukan lereng Gunung Lawu bagian selatan.

Perjuangan Mbah Sadiman menghijaukan lereng Gunung Lawu seorang diri yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Magetan, Jawa Timur bukan setahun atau dua tahun saja.

Selama dua dekade lebih, kakek yang memiliki dua cucu ini berjuang keras menanam pohon dari satu titik ke titik lain, hingga akhirnya mencapai ribuan titik di lereng Gunung Lawu bagian selatan. Getolnya Mbah Sadiman menanam pohon di lereng Gunung Lawu bagian selatan bukan tanpa sebab.

Kakek itu mengelus dada ketika melihat warga yang tinggal di bawah lereng Gunung Lawu bagian selatan kesulitan mendapatkan air bersih. Untuk mendapatkan air bersih kala itu warga harus rela mengantre di beberapa titik sumber air.

Sulitnya warga mengakses air bersih saat itu rupanya ada sebab musababnya. Setengah abad silam, kebakaran hebat melanda hutan yang berada di lereng Gunung Lawu bagian selatan itu.

Kondisi itu mengakibatkan lereng hutan di gunung menjadi gundul. Pohon yang ada habis dilalap si jago merah. Tak berhenti disitu, setelah hutan habis terbakar, saat musim hujan banjir air bercampur lumpur meluluhlantakkan aneka pepohonan di hutan.

Usai tragedi kebakaran hutan dan banjir bandang, warga yang tinggal dibawah lereng Gunung Lawu bagian selatan mengalami petaka. Masyarakat banyak yang mengalami kelaparan hingga berujung kematian.

“Tahun 1964 dilereng gunung terjadi kebakaran. Banyak kayu yang hilang dan hutan menjadi gundul. Setelah itu terjadi banjir besar disertai lumpur. Usai kebakaran dan banjir melanda, warga yang tinggal dilereng gunung susah mendapatkan air bersih,” ujar Sadiman kepada Kompas.com, Sabtu (23/10/2022).

Tak hanya kesusahan mendapatkan air bersih, petani yang memiliki lahan di lereng pun banyak yang gagal panen. Rata-rata petani hanya mampu memanen satu kali dalam satu tahun.

Kondisi itu menjadikan banyak terjadi kelaparan hingga mendatangkan berbagai penyakit akibat kurang gizi. “Masyarakat banyak yang kelaparan, anak-anak kecil menangis lantaran belum makan. Penyakit aneh seperti cacar air hingga telinganya keluar nanah pun merajalela,” tutur Sadiman.

Banyaknya warga yang kekurangan gizi dan terserang penyakit menjadikan kasus kematian saat itu melonjak tinggi.

Hampir tiap hari bunyi kentongan tanda kematian tak pernah berhenti. Warga pun sampai kewalahan memakamkan jenazah korban kelaparan saat itu.“Saat itu orang belum selesai buat lubang untuk jenazah sudah mendengar kabar ada yang mati lagi,” kata Sadiman.

Sadiman bersyukur dirinya yang saat itu masih kecil bersama keluarganya selamat dari wabah kelaparan yang mematikan. Saat remaja, Sadiman pun berkelana ke berbagai daerah untuk mendapatkan pekerjaan.

Sekitar medio 1991, Mbah Sadiman kembali ke kampung halamannya. Saat kembali ke kampung halaman, Mbah Sadiman mendapati warga masih susah mendapatkan air bersih. Untuk mendapatkan air bersih, warga setempat harus berebut di beberapa mata air yang kecil debit airnya.

Namun lantaran penghasilannya yang pas-pasan sebagai petani penggarap lahan dan penyadap getah pinus, tak banyak yang bisa dilakukan Mbah Sadiman. Hingga pada 1996, muncul ide Mbah Sadiman untuk menanam pohon beringin di lereng Gunung Lawu bagian selatan agar mata air melimpah.

Mbah Sadiman memilih pohon beringin sebagai tanaman penghijaunya. Pilihan Mbah Sadiman untuk menanam pohon beringin sebagai penghijau lereng Gunung Lawu awalnya dinilai tak lazim bagi warga sekitar.

Terlebih pohon beringin bagi orang jawa identik dengan tempat atau rumah bagi makhluk halus. Namun bagi Mbah Sadiman, pohon beringin memiliki banyak manfaat bagi manusia. “Pohon beringin itu bisa menyimpan air. Jadi kalau ditanam di mana saja, biasanya di bawahnya akan ditemukan sumber mata air,” kata Mbah Sadiman.

Ia mencontohkan salah satu sumber air yang berada di belakang Kantor Bupati Wonogiri di Kota Wonogiri. Di sumber mata air itu di atasnya terdapat pohon beringin besar yang menaunginya.

Bagi Mbah Sadiman, menanam pohon beringin selain mampu menabung banyak air juga akan terus terjaga keberadaannya. Terlebih pohon beringin identik dengan rumah para makhluk halus. Dengan demikian bila sudah besar, dipastikan tidak akan orang yang berani menebang pohon tersebut.

Berbekal keyakinannya itu, 1996 menjadi awal mula Mbah Sadiman menanam pohon beringin di beberapa titik yang berdekatan dengan sungai kecil di lereng Gunung Lawu bagian selatan. Saat itu yang ditanam sekitar belasan pohon saja.

Setelah 26 tahun berlalu, kini sudah ribuan pohon ditanam Mbah Sadiman di lereng Gunung Lawu bagian selatan. Ribuan pohon beringin yang tumbuh menjulang pun sudah dirasakan manfaatnya oleh warga sekitar.

Bila Anda berkunjung ke lereng tersebut, tak sulit mendapatkan mata air yang ditemukan dibawah naungan pohon beringin yang ditanam Mbah Sadiman. (Bersambung)

https://regional.kompas.com/read/2022/11/04/120242378/cerita-inspiratif-mbah-sadiman-peraih-kalpataru-asal-wonogiri-1-tanam

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke