Salin Artikel

Curhat Warga Semarang, Habis Ratusan Juta Agar Rumahnya Tak Ditenggelamkan Rob

SEMARANG, KOMPAS.com - Kota Semarang menjadi salah satu daerah di Jawa Tengah yang mengalami fenomena penurunan tanah atau land subsidence.

Amron (57) warga Tambaklorok hanya bisa gigit jari. Setiap tujuh tahun sekali dia wajib meninggikan rumahnya agar rumahnya tidak tenggelam.

Biaya untuk meninggikan rumah juga tak sedikit. Amron harus menyiapkan minimal Rp 50 juta setiap kali meninggikan rumahnya yang berada di pesisir.

Jika dihitung, sampai saat ini Amron sudah meninggikan rumah empat kali. Jika ditotal, Amron sudah menghabiskan sekitar Rp 300 juta hanya untuk meninggikan rumah.

"Biaya Rp 50 juta itu belum jadi. Barang material itu makin mahal karena akses ke sini sulit," jelasnya kepada Kompas.com, Rabu (2/11/2022).

Untuk renovasi rumah kali ini cukup memakan waktu. Amron mengaku sudah kehabisan uang untuk membangun rumah karena tangkapan ikan sepi.

"Jadi penghasilan juga sedikit. Sekarang cuaca sedang tidak bagus," keluhnya.

Hal itu membuat renovasi untuk meninggikan rumah tahun ini berhenti. Baginya yang terpenting, tempat tinggalnya tak bocor saat hujan.

"Memang ini mandek di jalan. Yang penting lantainya dan atapnya tak bocor," ujarnya.

Ketika musim pancaroba seperti ini, Amron sudah pasrah. Menurutnya, bakal terjadi gelombang tinggi yang bakal menghantui warga Tambaklorok.

"Itu sudah setiap tahun kalau cuaca buruk ya. Kita sudah siap-siap menderita," katanya.

Hal yang sama dikatakan Saadan warga Tambaklorok yang lain. Tiga rumahnya kini sudah hilang karena terdampak penurunan tanah.

"Sudah tiga rumah hilang ini karena penurunan tanah dan rob," ujarnya.

Saat ini Saadan membangun rumah ketiga. Dana sebanyak Rp 350 juta sudah dia habiskan untuk membangun rumah.

"Ini saya harus membangun rumah lagi karena sudah tenggelam semua rumah saya," imbuhnya.

Satu tahun 10 sentimeter 

Pakar lingkungan dan tata kota Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang, Mila Karmila menyebut, pesisir Kota Semarang setiap tahunnya mengalami penurunan tanah sekitar 10 sentimeter.

"Penurunan tanah itu ada di daerah pesisir. Karena memang ini tanah muda," jelasnya kepada Kompas.com.

Meski tanpa adanya bangunan di pesisir Kota Semarang, dia memprediksi tetap permukaan tanah di Kota Semarang tetap terjadi penurunan.

"Karena ada beban bangunan juga sekarang, jadi penurunannya tambah banyak," paparnya.

Selain kontur tanah pesisir yang masi muda, pengambilan air tanah secara masif juga mwnyandi penyebab penurunan tanah di Kota Semarang.

"Jadi semakin parah penurunan tanah di Kota Semarang. Ini sudah mencapai lebih dari 10 sentimeter per tahun," ujarnya.

Soal pengambilan air tanah juga menjadi permasalahan yang lain. Sampai saat ini banyak perusahaan yang masih menggunakan air tanah.

"Pemerintah harus menyediakan dulu air yang bisa menjadi pengganti air bawah tanah, kalau airnya jelek industri pasti tak mau," tambahnya.

Menurutnya, sampai saat ini pemerintah Kota Semarang juga belum melakukan apa-apa terkait dengan bagaimana agar air permukaan itu siap digunakan oleh industri.

"Minimal air permukaan yang disediakan pemerintah itu layak diminum," harapannya.

Ditanya soal air permukaan yang disediakan PDAM Kota Semarang, Mila menyebut jika perusahaan air plat merah itu belum bisa mencukupi kebutuhan semua warga Semarang.

"Ada beberapa daerah yang airnya sudah tak lancar lagi. Jadi PDAM belum bisa jika menggantikan air tanah untuk industri," ungkap Mila.

https://regional.kompas.com/read/2022/11/02/173210978/curhat-warga-semarang-habis-ratusan-juta-agar-rumahnya-tak-ditenggelamkan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke