Salin Artikel

Jalak Bali, Burung Endemik Bali yang Nyaris Punah

KOMPAS.com - Jalak Bali berasal dari Provinsi Bali.

Jalak Bali yang memiliki nama latin Leucopsar rothschildi ini merupakan burung yang hanya terdapat di Bali atau endemik Bali.

Masyarakat setempat mengenal sebagai curik putih atau curik Bali. Burung ini telah menjadi maskot Pulau Dewata sejak 1991.

Jalak Bali pernah menjadi gambar pada kepingan uang logam Rp 200 terbitan 2008.

Jalak Bali

Ciri-ciri Jalak Bali

Pertama kali, Jalak Bali ditemukan oleh Dr Walter Rothschild, pakar satwa berkebangsaan Inggris pada tahun 1910.

Kemudian Rothschild mempublikasikan melalui jurnal ilmiah. Saat itu, populasi Jalak Bali di alam liar mencapai 500 hingga 900 ekor.

Jalak Bali memiliki ukuran agak besar dengan panjang tubuh dari kepala sampai ekor sekitar 21-25cm.

Bulu burung dominan putih dengan corak hitam pada sayap dan ekor, sedangkan bagian pipi tidak ditumbuhi bulu.

Mata Jalak Bali berwarna coklat tua dengan daerah sekitar kelopak mata tidak berbulu dan berwarna biru tua.

Bagian kepala dihiasi jambul berwarna putih indah. Jalak Bali jantan memiliki jambul yang lebih panjang.

Kaki Jalak Bali berwarna abu-abu biru dengan empat jari jemari.

Paruh Jalak Bali berbentuk runcing dengan panjang 2-5 cm. Bentuk paruhnya khas, yaitu pada bagian atasnya ada peninggian yang memipih tegak.

Warna paruh berupa abu-abu kehitaman dengan ujung berwarna kuning kecoklatan.

Jalak Bali merupakan burung yang senang bergerombol, namun jika sudah menemukan pasangannya maka burung itu akan hidup berdua.

Habitat Jalak Bali

Persebaran terbanyak Jalak Bali di daerah Bubunan-Buleleng hingga Gilimanuk, sebagai pintu masuk Bali dari Pulau Jawa. Burung ini memiliki habitat asli terbatas.

Burung dengan berat sekitar 107 gram ini hanya ditemui di sekitar Taman Nasional Bali Barat (TNBB), tepatnya di daerah Semenanjung Tanjung Gelap Pahlengkong dan Prapat Agung.

Jalak Bali menyukai ekosistem berupa hutan mangrove, hutan pantai, hutan rawa, hutan musim dataran rendah, dan hutan sabana.

Satawa berada di daerah yang memiliki ketinggian 210 hingga 1.144 meter di atas permukaan laut.

Burung yang memiliki masa mengerami telur selama 17 hari ini juga dapat dijumpa di kawasan Lampu Merah, Tegal Bunder, Teluk Brumbun, Batu Gondang, dan Batu Licin.

Biasanya, Jalak Bali berada di semak-semak dan pohon palem di tempat terbuka yang berbatasan dengan hutan rimbun dan tertutup.

Mengapa Jalak Bali Terancam Punah?

Jalak Balik pernah mengalami masa suram pada tahun 1970. Dalam suatu sensus yang dilakukan pemerintah menunjukkan bahwa populasinya tiggal 112 ekor saja di alam.

Yang lebih mengkhawatirkan, pada tahun 2005-2006 diketahui Jalak Bali yang bertahan hidup hanya enam ekor saja di kawasan TNBB.

Penurunan populasi Jalak Balik disebabkan oleh berbagai faktor.

Pemburuan liar yang masif disebabkan oleh tingginya permintaan untuk koleksi, selain itu harga jual burung yang melambung di pasar domestik dan internasional menjadi penyebab utama.

Harga Jalak Bali di pasar gelap sempat diperdagangkan hingga mencapai ratusan juta rupiah.

Deforestasi habitat dengan tujuan alih fungsi lahan untuk pemukiman dan kawasan komersial turut menyumbang kepunahan.

Pada 2005, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Bali mencatat ruang hunian Jalak Bali hanya tersisa 1.000 hektare (ha).

Padahal pada tahun 1970, ruang hunian Jalak Bali masih sekitar 300.000 hektare, yang terbentang dari pesisi selatan hingga utara Bali.

Untuk menyelamatkan Jalak Bali dari kepunahan, pemerintah mengeluarkan kebijakan perlindungan satwa liar melalui Keputusan Menteri Pertanian Nomor 421/Kpts/Um/8/1970.

Perlindungan hukum lainnya adalah Peraturan Pemerintah nomor 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa Jalak Bali.

Populasi Jalak Bali Meningkat

Pada 2015, BKSDA mencatat terdapat 75 populasi Jalak bali di TNBB.

Populasi tersebut semakin bertambah setiap tahunnya, pada 2017 sebanyak 81 ekor, 2018 sebanyak 109 ekor, pada 2019 sebanyak 256 ekor, dan pada September 2020 sebanyak 355 ekor.

Upaya peningkatan populasi juga dilakukan dengan kebijakan yang dibuat pemerintah untuk pihak-pihak yang bersedia melakukan penangkaran.

Kebijakan itu berupa pihak yang bersedia melakukan penangkaran diwajibkan menyerahkan (restocking) minimal 10 persen dari total satwa penangkaran untuk dilepasliarkan ke habitat asli.

Burung yang dilepasliarkan berusia belum mencapai satu tahun supaya tidak kesulitan beradaptasi.

Sumber:

www.ksda-bali.go.id dan indonesia.go.id

https://regional.kompas.com/read/2022/09/07/224610078/jalak-bali-burung-endemik-bali-yang-nyaris-punah

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke