Salin Artikel

Warga Padang Menang Gugatan Utang Negara Tahun 1950, Hakim Tolak Alasan Utang Kedaluwarsa

PADANG, KOMPAS.com - Warga Padang, Sumatera Barat, Hardjanto Tutik berhasil memenangkan gugatan terkait utang Pemerintah Indonesia tahun 1950.

Salah satu alasan majelis hakim memenangkan gugatan Hardjanto Tutik karena alasan tergugat yang mengatakan utang sudah kedaluwarsa tidak bisa diterima.

Ketua Majelis Hakim Ferry Hardiansyah mengatakan salah satu pertimbangan memenangkan gugatan Hardjanto karena surat utang tahun 1950 itu tidak ada menyebutkan batas kedaluwarsa dan menyebut utang dianggap lunas jika sudah dibayarkan.

"Dalam surat utang tahun 1950 itu tidak ada menyebutkan batas kedaluwarsa dan menyebut utang dianggap lunas jika sudah dibayarkan," kata Ferry.

Ferry mengatakan, alasan tergugat tidak membayarkan utang karena adanya Putusan Menteri Keuangan (PMK) No.466a Tahun 1978 tidak bisa diterima.

Dalam PMK itu disebutkan utang negara jika tidak ditagih dalam waktu lima tahun sejak dikeluarkannya PMK dianggap kedaluwarsa.

Alasan tergugat itu, dibantah oleh kuasa hukum penggugat, Amiziduhu Mendrofa dalam sidang sebelumnya dengan menyebut aturan itu tidak ada dalam lembaran negara.

Kemudian dalam surat utang disebutkan tidak ada batas kedaluwarsa dan dianggap lunas jika sudah dilunasi.

Dasar penggugat itu akhirnya diterima hakim dengan memenangkan gugatan Hardjanto.

Sebelumnya diberitakan, warga Padang, Sumatera Barat, Hardjanto Tutik akhirnya memenangkan gugatan terkait utang Pemerintah Indonesia tahun 1950.

Ketua Majelis Hakim Ferry Hardiansyah yang membacakan putusannya mengabulkan gugatan Hardjanto dan memerintahkan tergugat I Presiden Joko Widodo, tergugat II Menteri Keuangan Sri Mulyadi dan turut tergugat III anggota DPR RI untuk membayar utang tersebut .

"Mengabulkan gugatan penggugat dan memerintahkan para tergugat membayarnya," kata Ferry saat membacakan putusan di Pengadilan Negeri Padang, Rabu (7/9/2022).

Dalam gugatannya kuasa hukum Hardjanto, Amiziduhu Mendrofa meminta tergugat membayar utang pemerintah tahun 1950 kepada kliennya sebesar Rp 80.300 saat itu ditambah bunga 3 persen per bulan.

Jika dikonversikan dengan harga emas maka didapat total utang Rp 62 miliar.

Dalam putusannya, Ferry menyebutkan alasan tergugat utang sudah kadaluarsa sesuai dengan Putusan Menteri Keuangan (PMK) No.466a Tahun 1978 tidak bisa diterima.

"Dalam surat utang tahun 1950 itu tidak ada menyebutkan batas kadaluarsa dan menyebut utang dianggap lunas jika sudah dibayarkan," kata Ferry.

Sebelumnya diberitakan, kuasa hukum tergugat, Amiziduhu Mendrofa menyebutkan orang tua kliennya, Lim Tjiang Poan telah meminjamkan uang sebesar Rp 80.300 pada negara pada tahun 1950.

Saat itu, negara dalam keadaan krisis dan mengeluarkan kebijakan undang-undang darurat RI No. 13 tahun 1950 tentang pinjaman darurat, yang ditetapkan di Jakarta tanggal 18 Maret 1950 dan ditanda tangani Presiden RI, Soekarno.

Jika ditotalkan utang ditambah bunga maka didapat utang yang harus dibayarkan negara sebanyak 63,913 kilogram emas murni atau sekitar Rp 62 miliar.

Sebelum masuk ke sidang pengadilan, kedua belah pihak sudah terlebih dahulu menjalani mediasi yang difasilitasi hakim Reza Himawan dari PN Padang, namun tidak berhasil.

Tergugat yang diwakili pengacaranya menyebut utang tersebut tidak dapat dibayarkan karena sudah kadaluarsa seperti yang tertuang dalam PMK No. 466a Tahun 1978.

Namun setelah menjalani persidangan sejak Januari 2022 lalu, akhirnya Pengadilan Negeri Padang memenangkan gugatan Hardjanto Tutik.

https://regional.kompas.com/read/2022/09/07/164834578/warga-padang-menang-gugatan-utang-negara-tahun-1950-hakim-tolak-alasan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke