Salin Artikel

Kisah Rendi Jadi Korban Penipuan Pekerjaan di Kamboja, Bayar Penalti Rp 163,5 Juta jika Mengundurkan Diri

Rendi - bukan nama sebenarnya - adalah salah satu korban yang berasal dari Indonesia.

Rendi pertama kali melihat lowongan pekerjaan sebagai customer service di Kamboja itu di Facebook, dengan iming-iming gaji sebesar 1.200 dollar AS (Rp 17,8 juta) per bulan.

Sebagai orang dengan pengalaman bekerja di luar negeri, terutama di Timur Tengah, Rendi mencoba mencari tahu melalui Whatsapp.

Rendi sempat diwawancarai oleh penipu tersebut. Awalnya dia ragu, karena si penipu yang mulanya dia kira sebagai staf personalia di perusahaan itu, tidak memberikan kontrak kerja.

Namun si penipu meyakinkan bahwa kontrak kerja akan diberikan begitu Rendi tiba di perusahaan. Dia pun memutuskan untuk berangkat ke Kamboja.

“Yang membuat saya yakin mereka membuka lowongan kerja ini di… istilahnya beberapa agensi yang sebetulnya legal,” kata Rendi kepada wartawan BBC News Indonesia, Nicky Aulia Widadio.

Si penipu pun membelikan dan mengirimkan tiket keberangkatan kepada Rendi pada tanggal yang telah disepakati pada Mei lalu.

Begitu tiba di bandara, dia langsung dijemput oleh si penipu tersebut. Dia kemudian dibawa ke perusahaan yang berlokasi di Sihanoukville.

Baru belakangan Rendi mengetahui bahwa orang yang dia kira sebagai staf personalia itu sebetulnya adalah agen penyalur yang mendapat komisi sebesar 2.000 dollar AS (Rp 29,7 juta) untuk setiap orang yang mereka jebak.

Pada hari pertama bekerja, Rendi diminta membuat akun media sosial palsu menggunakan foto dari model-model yang juga dipekerjakan di perusahaan itu.

Dia kemudian diminta membuat pertemanan dengan calon-calon korbannya melalui media sosial Facebook, Twitter, Instagram, hingga aplikasi kencan.

Targetnya adalah perempuan-perempuan di negara-negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia dan Vietnam.

Pada masa-masa awal itu, Rendi belum diberi target. Namun dari cerita orang-orang yang juga dipekerjakan di situ, dia mengetahui bahwa setiap tim yang terdiri dari enam hingga tujuh orang ditargetkan mendapatkan 35.000 dollar AS (Rp 520 juta) per bulan.

Rendi diminta untuk mendekati orang-orang yang potensial mencari korbannya dengan membangun pertemanan.

Dia harus mencari tahu keseharian hingga pekerjaan korban, bahkan membangun hubungan asmara dengan calon korbannya.

Untuk meyakinkan para korban bahwa pelaku ini “nyata”, perusahaan pun bersedia memodali.

“Misalnya kalau dia minta sampai kirim bunga, kalau memang dia potensinya besar, itu akan dikirim. Bos enggak masalah. Apalagi kalau [korban] sudah investasi,” ujar Rendi.

Apabila target sebesar 35.000 dollar AS sudah tercapai, mereka pun akan memutuskan komunikasi dan menghilang dari korban.

Uang itu didapat dengan menjebak korban menyetorkan uang untuk investasi bodong, menjual tiket palsu pertandingan Piala Dunia Qatar, atau belanja online di platform e-commerce palsu tanpa pernah mengirimkan barangnya.

Dengan dalih kinerjanya tidak memenuhi target, Rendi pun diopor-opor di antara tiga perusahaan tanpa digaji.

“Dibilang customer saya kurang lah, target dari customer itu kurang, tapi nyatanya setelah saya keluar pun mereka tetap pakai customer saya," kata dia.

“Teman-teman yang sudah punya target juga, dia dioper lagi, dijual lagi ke perusahaan lain. Hanya dimanfaatkan saja, dikuras saja,” tutur Rendi.

Selama di perusahaan itu, Rendi juga mengaku pernah mengalami kekerasan, namun dia belum bisa mengungkapkannya secara rinci.

“Saya masih trauma. Ada beberapa teman yang… meninggal juga [disiksa].”

Penyiksaan seperti disetrum dan diborgol, kata dia, menjadi hal yang umum dibicarakan antar para pekerja bila dianggap tidak bekerja dengan baik dan memenuhi target.

Situasi itu pula yang mendorong Rendi mencari cara untuk keluar dari perusahaan itu.

Namun, apabila dia mengundurkan diri, Rendi harus membayar penalti sebesar 11.000 dollar AS (Rp 163,5 juta) kepada perusahaan.

Rendi akhirnya mencari cara untuk kabur. Suatu hari, di tengah hujan, ketika dia berada di luar karena hendak dipindahkan ke perusahaan serupa lainnya, Rendi berhasil kabur.

Dia langsung mencari angkutan umum untuk pergi ke ibu kota Pnom Penh dan mendatangi Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI).

Pada 2 Agustus 2022, Rendi akhirnya berhasil pulang ke Indonesia.

Kisah Tin, korban asal Vietnam

Salah satu korban asal Vietnam, Chi Tin, kini menanggung utang senilai 88 juta VND atau sekitar Rp 55,5 juta dengan bunga 20% per bulan dari rentenir.

Kepada BBC Vietnam, Tin bercerita apa yang menimpa dirinya berawal dari obrolan singkat di aplikasi pengiriman pesan Zalo, setelah dia melihat iklan lowongan pekerjaan di Facebook.

Lowongan pekerjaan itu mensyaratkan keterampilan mengetik dengan upah sekitar US$900 atau Rp 13,2 juta per bulan.

Mengaku terbang ke Kamboja untuk melihat kantor yang menawari pekerjaan itu, Tin justru berakhir disekap dan harus menebus kebebasannya dengan banyak uang.

https://regional.kompas.com/read/2022/08/25/062600778/kisah-rendi-jadi-korban-penipuan-pekerjaan-di-kamboja-bayar-penalti-rp-1635

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke