Salin Artikel

Pengusaha Rumput Laut di Nunukan Keluhkan Dugaan Pungli di Pelabuhan Tunon Taka Selama Bertahun-tahun

Dugaan pungli tersebut dilakukan oleh oknum di luar Asosiasi Pedagang Rumput Laut, dan sudah terjadi bertahun-tahun.

Dari penelusuran Kompas.com, penarikan uang pungli terjadi di dermaga masuk pelabuhan menuju kapal penumpang regular.

Biaya truk yang seharusnya dibayar Rp 150.000 sebagai retribusi PT Pelindo, dibayar Rp 250.000.

Dikonfirmasi atas dugaan pungli yang terjadi, General Manager PT Pelindo Cabang Nunukan, Nasib Sihombing, mengakui, pihaknya sudah pernah melakukan pertemuan terkait issue tersebut.

"Tahun lalu, ketika saya baru masuk Nunukan, sudah ada aduan dari Forum Masyarakat Adat Lintas Etnis (Formaline). Keluhan itu sudah saya sampaikan ke Kapolres, dan kita lakukan pertemuan. Saat itu, dijelaskan penarikan tersebut bukan pungli, tapi penarikan itu untuk bantuan sosial para pedagang rumput laut," ujarnya dihubungi, Senin (22/8/2022).

Nasib mengakui, hal tersebut memang butuh penelusuran dan penindakan. Terlebih, penarikan tersebut dilakukan di Pelabuhan Nunukan yang notabene adalah otoritas PT Pelindo.

Ia juga tidak membantah, dugaan pungli terhadap pedagang rumput laut tersebut selalu muncul dan menjadi image jelek pelabuhan.

"Jadi pengusaha yang mengambil uang tersebut mengatakan itu adalah kesepakatan semua pedagang dan sudah terjadi lama. Kita tidak bisa campuri urusan seperti itu, karena itu bagian dari mereka dalam bisnis," jelasnya.

Nasib meminta para pengusaha tidak usah membayar pungutan Rp 100.000, dan mendokumentasikan melalui foto, sebagai bukti untuk dilaporkan langsung ke KPK.

Karena jika dihitung-hitung, tradisi yang diduga terjadi bertahun-tahun ini, mengumpulkan nominal rupiah yang tidak sedikit.

Jika dalam sebulan, ada sekitar 200 truk yang mengangkut rumput laut ke kapal, maka jika dikalkulasikan bisa Rp 20 juta dalam sebulan.

"Jadi biar tuntas itu barang, silakan laporkan. Jangan selalu menjadi isu liar yang tidak bagus. Ini merusak tatanan yang sudah kita lakukan. Kalau rumput laut masuk dermaga, sesuai karcis Rp 150.000, itu resmi dari Pelindo. Di luar itu, silakan disampaikan. Saya akan terdepan memberantas itu," tegasnya.

Nasib juga tidak membantah, pungutan yang tidak disertai tanda terima atau bukan termasuk retribusi, apapun bentuknya merupakan pungli.

Kendalanya adalah, sulit mendapatkan orang yang mau bersaksi untuk masalah ini, sehingga dugaan pungli terus saja mengemuka dan menjadi bola liar yang berefek jelek ke PT Pelindo.

"Kalau ada yang mau bersaksi, kita teruskan ke penegak hukum. Saran saya jangan mau bayar yang Rp 100.000 itu. Kasih tahu saya kalau dipersulit. Itu otoritas Pelindo, kalau ada yang mempersulit, lapor ke kami, siapa dia, kewenangannya apa," tegasnya.

Pengakuan pengurus pedagang rumput laut

Pengurus pedagang rumput laut Nunukan, Kamaruddin saat ditemui, tidak membantah adanya pungutan Rp 100.000 setiap kali truk masuk dermaga Pelabuhan Tunon Taka, mengangkut puluhan karung rumput laut kering.

Setiap kedatangan kapal, rata-rata rumput laut yang dinaikkan ke bagasi seberat 3.500 sampai 4.000 ton.

"Yang kita mintai itu untuk rumput laut yang dikirim ke Sulawesi saja. Kalau yang ke Surabaya, dia pakai kontainer, sehingga tidak perlu truk yang masuk dermaga," kata Udin.

Untuk biaya rumput laut yang menggunakan kontainer atau stuffing container, para pengusaha membayar Rp 250.000.

Biaya stuffing tersebut, merupakan nominal resmi PT Pelindo Nunukan, dibuktikan dengan adanya kuitansi dan cap resmi perusahaan.

Berbeda halnya dengan biaya untuk pemasukan truk membawa barang ke dermaga untuk bagasi kapal regular. PT Pelindo mengenakan biaya Rp 150.000.

Faktanya, para pedagang harus menambah Rp 100.000, tanpa adanya karcis atau bukti pembayaran yang bisa dipertanggung jawabkan.

"Jadi nanti truk siapa saja yang masuk ke dermaga dicatat. Nanti uang pembayaran diminta setelah barang sudah masuk kapal. Cuman tidak wajib Rp 100.000, tapi seikhlasnya, untuk kegiatan sosial. Untuk kepentingan para pedagang juga, demi memudahkan urusan di dalam pelabuhan," kata Udin lagi.

Ia juga mengakui, uang tersebut menjadi pegangan, dan diperuntukkan demi memudahkan dan melancarkan kepentingan keluar masuk Pelabuhan Tunon Taka.

"Memang tidak ada bukti pembayaran, tapi itu adalah kesepakatan yang sudah terjadi sekitar sepuluh tahun. Saya meneruskan tradisi itu, dan ini semua untuk memudahkan urusan kita kita juga. Bukannya semua pelabuhan begitu? Ada saja urusan yang butuh pengertian kita," jelasnya.

Menurut Udin, tradisi tersebut justru bermanfaat bagi para pedagang rumput laut. Jika mengikuti aturan, maka setiap truk hanya dibolehkan mengangkut sekitar 60 karung untuk masuk pelabuhan.

Tapi selama ini, truk bisa mengangkut 80–100 karung. Barang yang seharusnya diangkut dua kali trip, bisa dilakukan sekali pengangkutan, dan biaya juga bisa ditekan.

"Kadang kami masih harus mengurus barang di pelabuhan di luar jam operasi petugas. Jadi kita juga mengertilah gimana biar kerjaan lancar. Jadi uang pungutan itu untuk biaya operasional, mengurus ketika barang ditolak kapal, dan pertemuan rapat kami, para pengusaha rumput laut," kata dia.

https://regional.kompas.com/read/2022/08/22/181145578/pengusaha-rumput-laut-di-nunukan-keluhkan-dugaan-pungli-di-pelabuhan-tunon

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke