Salin Artikel

Dokter di Surabaya Dapat Tagihan Rp 80 Juta dari PLN, Ini Penyebabnya

KOMPAS.com - Seorang dokter di Surabaya, Jawa Timur, dikenai tagihan sebesar Rp 80 juta oleh PLN.

Melalui akun @dr.maitra_sp.and_mce, dokter tersebut mengunggah foto surat tagihan yang dikirim oleh PLN ke media sosial Instagram pada Selasa (09/08/2022) hingga ramai dibicarakan oleh warganet.

Melalui unggahannya, dr. Maitra mengatakan, tagihan tersebut merupakan denda karena segel meteran di rumahnya ada yang terbuka dan ditemukan kabel yang seharusnya tidak ada.

Kabel tersebut diduga memperlambat putaran meteran yang menyebabkan berkurangnya tagihan listrik.

"Diberilah denda 80jt tsb, yg tentunya jika tdk dibayar, listrik diputus," tulis dr. Maitra dalam unggahannya.

dr. Maitra mengaku bahwa ia sempat menanyakan pada petugas PLN mengenai meteran listrik di rumahnya saat ia menaikkan daya listrik sekitar 1 tahun yang lalu.

"Artinya, sejak membeli rumah, sampai naik daya terakhir sekitar 1 tahun yang lalu, seharusnya semua beres dong," ungkapnya.

"Juga, setiap bulan seharusnya ada petugas PLN yang mencatat meteran, juga tidak pernah ada laporan masalah," imbuh dr. Maitra.

Di akhir unggahannya, dr. Maitra memberi pesan agar selalu mengunci box meteran listrik dan meminta petugas PLN untuk mengecek hingga ke bagian dalam meteran.

Penjelasan PLN

Manajer Komunikasi dan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) PLN UID Jawa Timur, Anas Febrian, mengonfirmasi peristiwa yang diunggah dr. Maitra di media sosial.

Surat tagihan tersebut bermula dari kegiatan Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik (P2TL) oleh PLN di suatu perumahan di Surabaya Barat pada Senin (8/8/2022).

Saat itu, ada sekitar 15 rumah yang diperiksa. Saat di rumah dr. Maitra, petugas PLN menemukan segel meteran listrik dalam kondisi rusak atau terputus.

"Kami lihat segelnya terputus ternyata. Setelah terputus, tindakan yang dilakukan petugas adalah melakukan pemeriksaan meteran atau APP (alat pengukur dan pembatas)," ungkap Anas, dikutip dari Kompas.com, Minggu (14/08/2022).

Setelah diperiksa, meteran rupanya mengalami eror dengan nilai minus 28 persen.

Anas menjelaskan, minus ini berarti meteran tidak mengukur dengan normal.

Misalnya, jika seharusnya meteran normal mengukur 100, karena minus 28 persen maka hanya terukur 72.

Setelah petugas memeriksa lebih lanjut, ditemukan isolasi hitam di kotak terminal meteran. 

"Isolasi tidak seharusnya di situ, maka kami buka dan ternyata isolasi itu menutupi kabel kecil yaitu kabel (jumper) yang menghubungkan antara IN dan OUT," katanya.

Anas mengatakan, kabel tersebut bukan standar PLN. Kabel itu juga yang menyebabkan meteran listrik tidak berjalan sebagaimana mestinya.

Mengenai penuturan pemilik rumah yang mengatakan bahwa ia tidak tahu-menahu mengenai kabel tersebut, pihak PLN juga tidak bisa mengecek siapa yang memasang kabel tersebut.

"Sehingga ketika melakukan P2TL, prinsip yang kami kedepankan adalah apa yang kami dapatkan, apa yang kami temukan," tutur Anas.

"Jadi kita tidak berbicara ini bukan saya, siapa pelakunya, ini akan panjang," tambahnya.

Menurut Anas, pelanggan PLN memiliki tanggung jawab untuk turut menjaga instalasi listrik, yang dalam kasus ini adalah meteran.

Kemudian, nominal tagihan yang besar disebabkan oleh daya listrik di rumah dr. Maitra yang cukup besar.

Dalam hal ini, pelanggan dikenakan tagihan susulan sesuai dengan kategori P2, dengan rumus perhitungan:

Tagihan Susulan Golongan 2 = 9 x 720 jam x daya tersambung x 0,85 x harga per kwh tertinggi pada golongan tarif pelanggan.

"Pada hari itu juga, pelanggan sudah memahami dan bersedia untuk melunasi kurang lebih sekitar Rp 80 juta tadi," kata Anas.

Selain itu, meteran di rumah pelanggan pun diganti dengan meteran baru sehingga pelanggan dapat menikmati listrik seperti biasa.

Penulis: Diva Lufiana Putri | Editor: Inten Esti Pratiwi

https://regional.kompas.com/read/2022/08/14/202854878/dokter-di-surabaya-dapat-tagihan-rp-80-juta-dari-pln-ini-penyebabnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke