Salin Artikel

Semarang Fashion Trend 2022, Ajang Asah Kemampuan Desainer Muda Berbakat

SEMARANG, KOMPAS.com - Kota Semarang kembali eksis menampakkan sinerginya dalam bidang fesyen. Hal itu dibuktikan dengan digelarnya Semarang Fashion Trend 2022. 

Acara tersebut digelar Indonesian Fashion Chamber (IFC) berkolaborasi dengan Balai Besar Pelatihan Vokasi dan Produktivitas (BPVP) Semarang pada 4-6 Agustus 2022.

Sebagai salah satu kota mode Indonesia, Semarang Fashion Trend kali ini mengangkat tema Co-Exist yang diambil dari Fashion Trend Forecasting 2023-2024.

Ada banyak rangkaian dalam gelaran tiga hari ini. Dari peragaan busana hingga kompetisi desainer yang terbagi 2 kategori, salah satunya Project Runaway Competition.

Uniknya, Project Runaway Competition ini merupakan kompetensi khusus untuk desainer muda pemula alumni BPVP dari berbagai daerah se-Indonesia.

Dari 17 peserta pendaftar, terseleksi 10 grand finalis. Lebih lanjut, dipilihlah 3 penilaian terbaik.

Pemenang juara 3 Project Runaway Competition, Siswati mengaku membuat karya desain yang diterapkan pada baju kasual dengan mengedepankan unsur warisan Nusantara (Wastra).

Perempuan asal Purbalingga itu menuturkan, tren fesyen tidak kalah bagus dan indah jika dipadukan dengan motif batik.

“Memang targetnya lebih ke anak muda. Jadi gimana caranya biar anak muda merasa lebih keren ketika pakai batik. Kita masih muda juga ya, makanya kita berupaya ingin melestarikan wastra,” tutur Siswati saat ditemui Kompas.com, Sabtu (6/8/2022).

Siswati mengaku mendapat banyak inspirasi model fesyen dari fenomena Citayam Fashion Week. Menurut dia, fenomena tersebut berpengaruh besar pada dunia fesyen, terlebih dalam membantu desainer pemula seperti dirinya.

“Apalagi street-nya, itu anak muda banget. Kita jadi lebih mudah untuk menentukan dan menyesuaikan,” tutur Siswati.

Berbeda dengan Siswati, pemenang juara 2 Project Runaway Competition, Dwi Susanti, menampilkan model fesyen muslim.

Dirinya membuat 2 model baju dengan mengombinasikan motif dan warna pastel yang tidak mencolok.

“Karena saya suka baju muslim, dari casual, semi formal, sampai formal. Ada baju atasan, tunik, sampai gamis juga,” jelas perempuan asal Pati ini.

Hebatnya, Dwi hanya membutuhkan waktu dua hari untuk menyelesaikan dua model baju yang diperagakan dalam gelaran Semarang Fashion Week 2022.

“Ngebut sekali, memang waktunya segitu. Karena waktu itu juga ada pesanan dari customer, mau tidak mau baju harus jadi,” tutur Dwi.

Sementara itu, pemenang juara 1 Project Runaway Competition, Yuli Tri Widiyanti, mengedepankan sustainable fashion dalam karya-karyanya.

Uniknya, pempuan asli Jawa Timur ini menggunakan perpaduan kain tenun, kain perca, yang juga diwarnai dengan pewarna alami.

“Ada yang disulam juga, jadi lebih lama. Untuk baju kemarin, perlu waktu kurang lebih 10 hari,” tutur Yuli.

Yuli menuturkan, tren desain fesyen saat ini sudah jauh lebih berkembang. Dengan itu, dirinya harus menetapkan ciri khas dan keunikan dari karya-karya yang dibuat.

“Pastinya banyak kompetitor yang karyanya hampir sama. Tapi bagaimana caranya biar tidak tergerus. Karena perlu bertahun-tahun untuk menemukan ciri khas kita," imbuh Yuli.

Mereka bertiga berharap, kedepannya, pasar bisnis fesyen akan terus berkembang dan lebih banyak menjembatani para desainer pemula seperti mereka.

"Setiap desainer pasti punya pasar bisnis masing-masing. Yang terpenting konsisten dan fokus dengan produk kita," pungkas dia.

https://regional.kompas.com/read/2022/08/07/080103678/semarang-fashion-trend-2022-ajang-asah-kemampuan-desainer-muda-berbakat

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke