Salin Artikel

Sopir Angkot di Perbatasan RI–Malaysia Arisan Rp 5.000 Sehari demi Bisa Memiliki SIM

NUNUKAN, KOMPAS.com – Sejumlah mobil angkutan kota (angkot) terlihat berjajar di halaman Mapolres Nunukan, Kalimantan Utara, Rabu (3/8/2022).

Tak lama kemudian, terlihat puluhan sopir angkot yang berombongan dan mengantre di unit pelayanan pembuatan SIM.

Keberadaan mereka cukup menarik perhatian karena berombongan membawa mobil angkot, bergaya parlente, lalu dengan tertib menunggu antrean.

‘’Lagi membuat SIM, Pak. Kami setiap bulan berombongan membuat SIM. Ini bulan kedua,’’ ujar Gregory Sambo.

Pria berusia 48 tahun ini merupakan salah satu inisiator pembuatan SIM bagi komunitas sopir angkot.

Ia menuturkan, mayoritas sopir angkot di Nunukan belum dilengkapi dengan SIM A umum, sehingga persoalan tersebut kadang membuat mereka kerap berurusan dengan Satlantas.

Gregory dan kawan kawannya sangat sadar dan cukup paham bahwa setiap sopir angkutan penumpang seharusnya wajib memiliki SIM A umum, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Tanpa kepemilikan SIM tersebut, kemampuan mengemudi sopir tidak teruji dan pelanggarnya bisa mendapat sanksi hukum.

‘’Kami biasa berkumpul di bengkel, berbicara bagaimana supaya sopir angkot yang jumlahnya banyak ini, semua punya SIM. Kita putuskan membuat arisan, sehari Rp 5.000 dan kita membuat SIM bergiliran. Sementara baru 30 sopir yang arisan. Yang lain akan menyusul,’’ tuturnya.

Menurut Gregory, pendapatan sopir angkot saat ini jauh dibandingkan dulu. Banyak anggota masyarakat memiliki kendaraan pribadi, sehingga order angkot lebih terfokus pada pendatang yang turun di Pelabuhan Tunon Taka Nunukan, atau memuat pengiriman barang milik warga dengan volume tertentu.

‘’Mayoritas sopir angkot ini menyewa mobil dan setor harian. Pendapatan tidak pasti per harinya. Kalau disuruh buat SIM langsung bayar, akan terasa berat. Itu kenapa kita arisan SIM," jelasnya.

Meski terkesan seperti cara emak-emak mendapat barang yang diinginkan, kata Gregory, ada makna lain dalam arisan SIM yang mereka jalani tersebut.

Terlebih lagi, tidak sedikit dari para sopir angkot di Nunukan merupakan deportan eks pekerja migran Indonesia (PMI) Malaysia.

Tak terkecuali Gregory, ia dulunya merupakan PMI di Malaysia dan mulai tinggal di Nunukan sejak 1996.

‘’Ini sebuah kekompakan. Sebuah kepedulian dan kebersamaan untuk hal yang baik. Kita perlahan memiliki SIM, tidak lagi harus sering berurusan dengan polisi dan bekerja lebih nyaman,’’ imbuhnya.

Kasat Lantas Polres Nunukan AKP Arofiek Aprilian Riswanto memberi apresiasi atas usaha para sopir angkot yang memiliki semangat untuk tertib berlalu lintas.

"Mereka mau berusaha untuk buat SIM dan berusaha tertib, itu nilai yang baik dan positif guna menciptakan Nunukan tertib lalu lintas. Terima kasih untuk itu, dan kami akan fasilitasi semaksimal mungkin,’’ kata Arofiek.

https://regional.kompas.com/read/2022/08/04/125026978/sopir-angkot-di-perbatasan-rimalaysia-arisan-rp-5000-sehari-demi-bisa

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke