Salin Artikel

Menyoal Kenaikan Tiket TN Komodo, Turis Asing Pun Sebut Terlalu Mahal

Kenaikan karcis menuju salah satu destinasi wisata populer Indonesia ini disebut mengurungkan niat banyak turis asing untuk berkunjung.

"Kami baru saja tiba di Labuan Bajo dan mau ke Rinca karena tidak bisa ke Pulau Komodo. Tiket terlalu mahal. Itulah sebabnya banyak teman ingin ke sini tidak bisa datang karena terlalu mahal," kata turis asal Prancis, Pierre di Bandara Komodo, NTT, Selasa, (2/8/2022).

Menurut Pierre, tiket masuk yang kini seharga Rp3,75 juta per orang akan berdampak buruk bagi pariwisata di Labuan Bajo. Apalagi, kata dia, destinasi ini belum seterkenal Bali.

Sementara itu, turis asal Jerman, Tika, menganggap kesempatan untuk tiga kali datang ke Bajo setelah membeli tiket masuk itu tidak relevan.

Dia berharap pemerintah menurunkan harga karcis agar semua kalangan bisa berwisata ke TNK.

"Tidak mungkin turis dari luar negeri mau ke sini tiga kali, untuk apa? Tidak mungkin saya datang tiga kali dalam setahun," kata Tika.

Para pelaku wisata di Labuan Bajo masih tetap menentang kenaikan harga tiket masuk ke dua pulau yang termasuk dalam TNK dengan melakukan aksi mogok.

Aksi mogok para pelaku wisata dilakukan per 1 Agustus 2022 saat kenaikan tiket masuk ke TNK, menjadi Rp3,75 juta, mulai diberlakukan.

TNK termasuk tiga pulau, Komodo, Padar dan Rinca.

Kenaikan harga berlaku di Pulau Komodo dan Padar saja, tapi para pelaku usaha tetap khawatir mereka bangkrut karena wisatawan enggan datang

Sebelumnya, biaya masuk TNK Pulau Komodo dan Padar hanya berkisar Rp 200.000-300.000 per orang.

Salah satu pelaku usaha wisata di Labuan Bajo mengaku menutup usahanya untuk sementara, sebagai bentuk protes.

“Untuk saat ini kami belum menerima kunjungan tamu untuk sementara,” kata Niko, yang meminta namanya disamarkan, kepada BBC News Indonesia.

Sementara itu, Juniardi Nuhung, pelaku usaha wisata lainnya, juga mengatakan hal yang sama.

Sejak Senin (1/8/2022), warga asli Pulau Komodo itu ikut aksi mogok. Dia mengatakan beberapa tamu yang datang dilayani oleh pemerintah.

“Sampai mobil-mobil dinas pemerintah dipakai semua untuk antar jemput tamu,” ujar Jun.

Apalagi perusahaan-perusahaan besar dikatakan akan masuk ke wilayah itu.

Kehadiran perusahaan-perusahaan besar itu dikawatirkan akan mengganggu perekonomian warga.

Venan Haryanto, peneliti dari Sunspirit for Justice and Peace, mengatakan jika perusahaan-perusahaan besar itu memulai usahanya kondisi ekonomi warga akan semakin terdesak.

"Ruang hidup warga semakin sempit, semakin setengah mati mereka hidup, tiba-tiba perusahaan dibawa masuk. Kan sangat tidak adil," kata Venan saat diwawancara BBC News Indonesia pada Maret 2022 lalu.

"Sebelum Taman Nasional Komodo terbentuk kan mereka sudah lama tinggal di pulau itu," tambah dia.

Sejak saat itu, pelaku usaha wisata setempat yang selama ini melayani para wisatawan, melakukan perlawanan, bahkan hingga sekarang.

Mereka melawan memperjuangkan nasibnya sendiri.

“Kita berjuang sendiri. Kita yang bergabung dalam asosiasi-asosiasi kapal, fotografer, guide, hotel, restoran, paling dari itu-itu saja dari orang-orang yang bekerja di wisata,” kata Jun.

Sampai Selasa (2/8/2022), masih ada wisatawan yang datang ke Labuan Bajo. Kebanyakan merupakan wisatawan mancanegara.

Seperti yang dikatakan Jun, wisatawan yang telanjur datang, dilayani oleh pemerintah.

Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat menyediakan transportasi untuk para wisatawan di bandara, terutama untuk mereka yang tidak mendapatkan kendaraan menuju lokasi tujuan.

“Begitupun dengan kapal, kami sudah berkoordinasi dengan ASDP dan Pelni untuk siapkan kapal perbantuan bagi wisatawan yang akan ke pulau,” kata Bupati Manggarai Barat Edistasius Endi, dalam keterangan pers yang diterima BBC News Indonesia.

Sampai akhir Juli, pariwisata Labuan Bajo juga masih ramai.

Dresyana Fiona, salah satu wisatawan dari Jakarta, masih menikmati liburannya selama 3 hari 2 malam di Labuan Bajo, sebelum kenaikan harga tiket.

Liburan itu sudah dia rencanakan sejak sebulan lalu, sebelum pengumuman kenaikan harga tiket.

“Ada sekitar 20-30 kapal yang masih berlayar,“ kata Fiona.

Salah satu yang dia ketahui hanya rencana kenaikan harga tiket. Dia mengetahui dari media sejak beberapa pekan lalu.

Dia baru mengetahui beberapa isu di Labuan Bajo saat berlayar ketika beberapa orang membuka percakapan dengan menanyakan kenaikan harga tiket kepada pemandu wisata.

“Aku dikasih tau tour guide-nya, kayak ada isu-isu politik, mau dimonopoli pariwisatanya sama PT apa gitu. Aku pro mereka. Harga tiket (pesawat) sudah mahal dan kalau normal ke Pulau Komodo itu cuma Rp200.000-300.000 per orang, enggak masuk akal banget naiknya,“ ujar Fiona.

Dia juga menduga wisata di Pulau Komodo akan sepi ketika harga tiket naik.

Kalaupun Fiona berencana pergi ke Labuan Bajo lagi, dia mengaku akan lebih memilih wisata lokal dibanding perusahaan-perusahaan besar.

“Kayaknya pakai wisata lokal saja karena mereka lebih tahu dan paham tempat-tempat bagus di sana.“

Pariwisata bertanggung jawab

Keputusan Fiona untuk tetap menggunakan jasa pelaku usaha wisata lokal merupakan bagian dari pariwisata yang bertanggung jawab.

Pendiri Indonesian Ecotourism Network Ary Suhandi mengatakan seorang wisatawan diharapkan bertanggung jawab untuk memperkecil dampak negatif yang ditimbulkan dalam perjalanan dan selama kegiatan wisatanya.

Salah satunya dengan cara membantu masyarakat lokal.

“Wisatawan juga didorong untuk membantu masyarakat lokal, berkontribusi pada masyarakat dengan membeli hasil karya dan mengikuti kegiatan yang diselenggarakan masyarakat,” kata Ary.

https://regional.kompas.com/read/2022/08/04/055900478/menyoal-kenaikan-tiket-tn-komodo-turis-asing-pun-sebut-terlalu-mahal

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke