Salin Artikel

Masih Banyak Calon TKI Ilegal Masuk Malaysia Lewat Nunukan, "Cinta" Jadi Alasan Utama

Juli 2022 saja, Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Nunukan mencatat, ada sekitar 50 calon pekerja yang diamankan aparat di Nunukan saat hendak diseberangkan ke Negeri Jiran oleh tekong. Diduga, masih banyak mereka yang lolos.

Perwakilan Kemenlu untuk perlindungan WNI, Yudhi Ardian, menegaskan, sampai hari ini, Pemerintah Indonesia masih melakukan moratorium atas pengiriman tenaga kerja ke Malaysia.

"Pemerintah Indonesia, sementara ini tidak mengirim tenaga kerja ke Malaysia. Jadi harap ini menjadi perhatian bagi seluruh stakeholder, apalagi ternyata masih banyak kasus CPMI masuk secara ilegal, melalui jalur unprosedural di batas Negara khususnya di Kabupaten Nunukan," ujarnya, Kamis (21/7/2022).

Yudhi kembali mengingatkan, sikap Pemerintah RI yang dengan tegas menyatakan pemberhentian tenaga kerja ke Malaysia, merupakan respons atas sikap Putrajaya yang melanggar MoU (nota kesepahaman) ketenagakerjaan.

Padahal, MoU tersebut ditandatangani oleh masing-masing kepala negara, yang merupakan sebuah komitmen tertinggi dan seharusnya dijalankan sebagaimana aturan yang berlaku.

Yudhi menegaskan bahwa karena kekecewaan yang dirasakan, maka pemerintah Indonesia memutuskan menghentikan sementara tenaga kerja.

"Namun di balik itu semua, ada proses pendekatan yang kita lakukan untuk memperbaiki. Kita tidak menampik hubungan antar tetangga. Ada mobilitas masyarakat tradisional secara turun menurun yang tidak bisa kita tolak. Kita upayakan terus untuk penyelesaian ini, dan dalam waktu dekat ada pertemuan untuk itu," jelasnya.

WNI nekat kembali masuk ilegal demi "Cinta"

Permasalahan yang ada di Nunukan cukup kompleks. Apalagi, ternyata meski Malaysia berulang kali mendeportasi WNI melalui pelabuhan Tunon Taka Nunukan, banyak dari mereka berusaha kembali masuk dengan berbagai cara.

Dan mayoritas adalah kembali dengan cara ilegal, menggunakan jasa calo atau tekong, melalui jalur-jalur tikus sepanjang perbatasan negara.

Disadari atau tidak, mereka nekat kembali dengan menempuh resiko tidak ringan, adalah akibat ada "cinta" yang masih tertinggal di Malaysia. Mereka ditangkapi aparat setempat, dimasukkan sel, terpisah dari anak istri.

"Hasil kerja mereka ada tertinggal di Malaysia, hartanya ada di sana. sehingga ketika mereka dipulangkan, mereka masih memiliki tanggung jawab di sana. itu yang membuat mereka kembali lagi. Jadi yang ilegal banyak masuk itu, karena cintanya tertinggal," katanya.

Sinergitas semua komponen diperlukan

Ia melanjutkan, bagaimana pun, pemerintah tidak bisa melarang masyarakat untuk bekerja. Sebaliknya, justru pemerintah harus membuka akses, disertai koridor aman untuk masyarakatnya agar terlindungi selama bekerja di luar negeri.

Kementerian bersama sejumlah elemen, dan melibatkan organisasi internasional, mencoba terus berinovasi memberikan koridor aman tersebut.

"Tapi harus diakui, belum banyak koridor aman yang diciptakan. Sementara kalau di sini (Nunukan), kondisi karakteristiknya sangat panjang garis perbatasannya. Topografi wilayah belum banyak infrastruktur, membuat banyak kesempatan untuk itu (pemberangkatan illegal)," tambahnya.

Kemenlu dengan berbagai stakeholder terus berusaha mewujudkan koridor aman sekaligus pencegahan. Upaya sosialisasi kepada masyarakat tentang pentingnya menggunakan jalur aman ketika berangkat bekerja ke luar negeri terus digalakkan.

Kemenlu juga mengimbau peran dari pemerintah daerah, agar bisa lebih aktif untuk membina masyarakatnya. Pemda harus menciptakan kesadaran untuk mereka supaya lebih aware dengan bagaimana bermigrasi secara aman.

Bagaimana kalau mau bekerja di luar negeri, kualifikasi yang dimiliki, sampai sejauh mana kompetensi yang menjadi bekalnya.

"Dan untuk masalah calo yang berperan memberangkatkan WNI, sudah sepantasnya ada tindakan dan proses hukum," katanya lagi.

Lebih jauh, Yudhi mengatakan, sejauh ini, Pemerintah Indonesia masih tetap menunggu respons Pemerintah Malaysia atas moratorium tenaga kerja (TKI).

Indonesia masih ada di posisi ideal untuk berkompromi demi perlindungan dan kesejahteraan tenaga kerja, yang merupakan pahlawan devisa.

"Moratorium ini sementara, kami masih menunggu respons dari Malaysia. Kami masih melihat dulu itu, tapi dalam hubungan diplomatik kedua negara, terus berjalan. Komunikasi berjalan intensif untuk menyelesaikan masalah ini," kata Yudhi.

April 2022, Indonesia dan Malaysia menandatangani nota kesepahaman mengenai penempatan dan perlindungan pekerja migran Indonesia di Malaysia.

Pada Pasal 3 dan Appendiks C, yang menjadi salah satu isi nota kesepahaman tersebut, disepakati bahwa penempatan pekerja migran sektor domestik dari Indonesia ke Malaysia, dilakukan melakui satu kanal.

Namun, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Kuala Lumpur, menemukan beberapa bukti yang menunjukkan Malaysia masih menerapkan ‘Maid Online’, sistem perekrutan lewat internet yang tidak ada dalam nota kesepahaman antara kedua negara.

Sistem Maid Online, membuat pekerja migran Indonesia masuk ke Malaysia tanpa melalui pelatihan, tidak memahami kontrak kerja, dan datang menggunakan visa turis yang kemudian diubah menjadi visa kerja.

Perekrutan secara online tersebut, membuat pekerja migran Indonesia rentan dieksploitasi, dan jelas melanggar Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran.

Akibat pelanggaran tersebut, Indonesia merespons tegas, dengan membekukan pengiriman tenaga kerja ke Malaysia.

https://regional.kompas.com/read/2022/07/21/182115278/masih-banyak-calon-tki-ilegal-masuk-malaysia-lewat-nunukan-cinta-jadi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke