Salin Artikel

Mari Bantu Nenek Rosalia yang Hidup di Gubuk Reyot, Kerap Makan Ubi karena Tak Punya Nasi

Nenek asal Dusun Heso, Desa Golo Wune, Kecamatan Lamba Leda Selatan, Kabupaten Manggarai Timur, NTT, itu hidup merana di gubuk reyot tanpa listrik.

Dia pun makan seadanya. Rosalia kerap hanya menyantap ubi atau pisang lantaran tak memiliki beras untuk disantap.

Kompas.com bekerja sama dengan Kitabisa.com menggalang dana untuk membantu Nenek Rosalia, yang tinggal di gubuk reyot.

Anda bisa mengirimkan donasi dengan klik di sini

Hidup dalam gelap

Nenek Rosalia tinggal berdua bersama anaknya, Herman Jata (50) di rumah tanpa listrik.

Sebetulnya jaringan listrik negara sudah masuk di Dusun Heso, tetapi mereka tak punya biaya untuk membeli meteran dan instalasi.

Ketika hari gelap, mereka hanya mengandalkan pelita berbahan bakar minyak tanah.

Jika minyak tanah habis, mereka terkadang mengandalkan penerangan api dari tungku.

Saat berstirahat, keduanya tidur tanpa penerangan.

Keduanya tak memungkiri jika listrik memang menjadi kebutuhan utama yang mereka dambakan.

"Yang kami sangat butuh sekarang ini listrik. Jujur, kami sangat merindukan itu. Mau beli uang dari mana. Untuk makan saja kami ini susah," ungkap Herman.

Kompas.com bekerja sama dengan Kitabisa.com menggalang dana untuk membantu Nenek Rosalia, yang tinggal di gubuk reyot.

Anda bisa mengirimkan donasi dengan klik di sini


Tidur di tikar

Suami Rosalia telah meninggal sejak 20 tahun lalu.

Bersama Herman, dia tinggal di rumah berlantai tanah, berdinding bambu, dan beratapakan seng.

Dinding gubuk itu sudah banyak yang berlubang lantaran termakan usia.

Atapnya juga sudah banyak yang bocor. Saat hujan, mereka mencari bagian yang aman agar bisa istirahat.

Nenek Rosalia tak memiliki kasur. Dia tidur beralaskan tikar yang sudah usang.

Kompas.com bekerja sama dengan Kitabisa.com menggalang dana untuk membantu Nenek Rosalia, yang tinggal di gubuk reyot.

Anda bisa mengirimkan donasi dengan klik di sini

Herman pun tak bisa bekerja di tempat yang jauh karena ibunya sudah sakit-sakitan.

Setiap hari, ia harus memasak dan memberi makan untuk sang ibu.

"Paling saya keluar pergi cari kayu, ubi, dan sayur ke kebun. Tidak bisa lama juga. Karena, mama tidak bisa buat apa-apa lagi. Semuanya serba dibantu," tutur Herman.

 

Keseharian Rosalia dan Herman hidup dalam kekurangan. Mereka terbiasa makan seadanya.

Saat ada uang hasil kerja serabutan, mereka bisa membeli beras.

Ketika tak ada beras, keduanya hanya mengonsumsi pisang dan ubi kayu.

"Seringkali rebus ubi dan pisang saja. Supaya kencang, saya buatkan sayur. Sayur juga tidak pernah yang namanya pakai minyak goreng. Mau beli minyak goreng, uang dari mana. Intinya kami bisa kenyang, badan sehat," kata dia.

Herman mengaku tidak pernah mendapatkan bantuan sosial (bansos) seperti Program Keluarga Harapan (PKH) dan sembako.

"Paling yang dapat ini Bantuan Langsung Tunai (BLT) Covid-19 dari desa. Untuk dari Pemerintah Kabupaten dan Pusat sama sekali belum pernah. Tidak tahu juga apa alasannya," ujarnya.

Ia pun berharap, pemerintah bisa membuka mata dengan kondisi keluarganya. Apalagi, kini sang ibu, sudah sakit-sakitan.

Sumber: Kompas.com (Penulis: Kontributor Labuan Bajo, Nansianus Taris | Editor: Pythag Kurniati)

https://regional.kompas.com/read/2022/07/19/053000878/mari-bantu-nenek-rosalia-yang-hidup-di-gubuk-reyot-kerap-makan-ubi-karena

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke