Salin Artikel

Filosofi "Sego" Gudeg dan Semangat Menjaga Kedamaian di Yogyakarta

KOMPAS.com - Kerusuhan massa di Babarsari, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sabtu (2/7/2022), mengundang keprihatinan masyarakat luas.

Setidaknya ada lima rumah toko (ruko) dan beberapa sepeda motor hangus dibakar massa.

Budayawan senior dan sekaligus Ketua Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada (Kagama) asal Kota Yogyakarta Achmad Charris Zubair mengatakan, penyelesaian konflik antarkelompok tidak bisa dilakukan secara partial.

Butuh upaya bersama seluruh elemen masyarakat dan pemerintah untuk membangun kesadaran pentingnya hidup bersama dalam kemajemukan dan keanekaragaman.

"Ini realita bahwa Kota Yogyakarta dan sekitarnya sudah sejak dulu jadi tujuan anak-anak bangsa dari daerah lain untuk belajar dan menjalani kehidupan mereka bersama-sama dengan keunikan budaya masing-masing. Ini menjadikan Yogyakarta sebagai barometer Indonesia," katanya kepada Kompas.com, Selasa (5/7/2022).

Di sisi lain, kondisi itu juga berpotensi untuk terjadinya konflik antarkelompok atau suku.

"Kejadian kemarin di Babarsari sangat mengejutkan. Hal itu harus kita jadikan pembelajaran bahwa masalah ini tidak bisa diselesaikan secara partial, apalagi menyangkut isu-isu sensitif soal SARA," katanya.

Achmad menjelaskan, keunikan budaya anak-anak bangsa yang datang wilayah Yogyakarta dan sekitarnya bisa menjadi kekuatan positif dalam membangun kebersamaan.

Kebersamaan dalam keanekaragaman budaya tersebut menjadikan Yogyakarta lebih indah dan damai. Situasi ini tentunya akan bermanfaat bagi seluruh masyarakat.

"Seperti sego gudeg, bumbu-bumbunya banyak dan bermacam-macam. Setelah dimasak beberapa saat dan semua orang bisa menikmatinya bersama-sama dan terbangun dialog yang positif," katanya.

Membangun dialog positif

Untuk mencegah kerusuhan di Babarsari kembali terulang memang dibutuhkan sikap tegas aparat kepolisian agar tercapai situasi yang kondusif.

Setelah itu, hal mendesak yang dilakukan adalah melakukan pendekatan dan sosialisasi masalah terhadap kelompok-kelompok yang bertikai.

Pendekatan itu diharapkan mampu membuka ruang dialog dan menghapus stigma lingkungan ekslusif kelompok suku tertentu di tengah masyarakat.

"Ruang dialog itu diharapkan mencairkan kesan eksklusif dan bisa berbaur dengan masyarakat sekitar dan terjalin dialog-dialog positif," katanya.

Proses itu, katanya, akan membutuhkan waktu dan komitmen bersama. Namun, upaya itu akan meminimalisir bibit konflik antarkelompok.

"Warga Yogya sejak dulu terbuka bagi para pendatang yang ingin hidup bersama dalam keanekaragaman dan damai," pungkasnya.

https://regional.kompas.com/read/2022/07/05/131545878/filosofi-sego-gudeg-dan-semangat-menjaga-kedamaian-di-yogyakarta

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke