Salin Artikel

BERITA FOTO: Kisah Sang Pemburu Awan Menyemai Hujan

Bercermin dari kejadian kebakaran hutan dan lahan (karhutla) tahun 2015 yang telah menimbulkan dampak kerugian besar, Presiden Joko Widodo dalam arahannya senantiasa menekankan agar dalam pengendalian karhutla mengedepankan aspek pencegahan dan meningkatkan sinergitas para pihak terutama di daerah rawan kebakaran.

Salah satu langkah pencegahan karhutla yakni dengan menerapkan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) sehingga bisa menurunkan hujan di kawasan hutan dan lahan yang berpotensi terbakar ketika adanya ancaman titik panas (hotspot).

Di Pulau Sumatera, khususnya sebagian Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) dan Jambi, merupakan kawasan yang rawan karhutla. Terlebih lagi, banyak lahan gambut yang rentan terbakar di saat kekeringan melanda.

Oleh karena itu Operasi TMC digelar di kedua wilayah provinsi itu selama 15 hari sejak Jumat (27/5/2022) hingga Sabtu (12/6/2022).

Kegiatan itu merupakan kolaborasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), TNI AU, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumsel-Jambi, Balai Pengendalian Perubahan Iklim dan Kebakaran Hutan dan Lahan (PPIKHL) Sumatera, PT Wirakarya Sakti (APP Sinar Mas) dan Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI).

Personel TNI AU dalam operasi TMC ini berperan sangat penting karena merekalah yang menjadi eksekutornya di angkasa. Pilot TNI AU Lettu Pnb Bintang yang dilibatkan kali ini sudah berpengalaman dalam mengikuti operasi TMC sejak tahun 2017.

Dengan menggunakan pesawat Cassa C-212 dari Skadron Udara IV Pangkalan TNI AU Abdulrachman Saleh, Pilot TNI AU kelahiran 30 Januari 1995 tersebut bersama Lettu Pnb Edwin Aldrin, empat teknisi dan seorang ilmuwan dari BRIN bertugas menyemai garam pada awan di angkasa agar turun hujan.

Berpegang pada informasi radar di pesawatnya, dia dapat mengetahui awan yang layak disemai atau tidak. Ada awan yang baru tumbuh, ada awan yang sudah tumbuh (aktif) dan ada awan yang sama sekali tidak berpotensi hujan.

Selain itu analisa dari ilmuwan BRIN yang turut di sana juga menjadi referensi pemilihan awan tersebut. Harapannya, setelah garam disemai bisa meningkatkan curah hujan di wilayah sasaran.

Dalam setiap operasi, tim berputar-putar di ketinggian 10.000 kaki dari permukaan laut selama kurang lebih tiga jam mengelilingi wilayah udara kedua provinsi itu dengan membawa 800 kg garam untuk disemai.

Seiring dengan kemajuan teknologi, metode penyemaian garam di awan pun turut berubah. Sebelumnya, penyemaian dilakukan di dalam awan yang berpotensi hujan, kesannya seperti menabrak awan. Namun kali ini awan didekati kemudian penyemaian garam akan mengikuti arah angin sehingga penyebarannya lebih merata.

Wilayah Sumsel yang menjadi sasaran meliputi wilayah Ogan Komering Ilir, Banyuasin dan Musi Banyuasin. Sementara wilayah Jambi meliputi Tanjung Jabung Timur dan Muaro Jambi.

Menurut Koordinator TMC Sumsel-Jambi yang merupakan perwakilan BRIN Dwipa Wirawan, selama operasi ini setidaknya 12,8 ton garam sudah disemai di angkasa.

“Biasanya setelah dua sampai tiga jam setelah disemai garam, terjadi hujan,” katanya.

Menurut dia operasi TMC tahun 2022 ini, telah berhasil menaikkan tinggi muka air tanah di kanal-kanal produksi milik perusahaan perkebunan sehingga menguntungkan saat musim kemarau mendatang dalam mencegah karhutla di wilayah Sumsel-Jambi.

Foto dan teks: ANTARA FOTO/Nova Wahyudi
Editor: ANTARA FOTO/Nyoman Budhiana

https://regional.kompas.com/read/2022/06/25/082927978/berita-foto-kisah-sang-pemburu-awan-menyemai-hujan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke