Salin Artikel

Soal Kematian Buruh Migran Adelina Lisao di Malaysia, Majikan Dibebaskan

Majelis hakim yang beranggotakan Vernon Ong Lam Kiat, Harmindar Singh Dhaliwal, dan Rhodzariah Bujang menolak permohonan jaksa penuntut umum untuk menggugurkan putusan Mahkamah Tinggi.

Dalam putusannya, Hakim Vernon, yang mengetuai majelis hakim, mengatakan Pengadilan Tinggi telah mengeluarkan putusan dengan benar dalam membebaskan majikan Adelina, Ambika MA Shan.

Hakim Vernon mengatakan jaksa penuntut umum harus memberikan alasan mengapa mengajukan permohonan Discharge Not Amounting To Acquittal (DNAA).

Menurutnya, DNAA hanya boleh diberikan jika ada alasan valid yang diberikan pihak jaksa.

"Malah berdasarkan catatan banding, tiada alasan diberikan pihak pendakwaan (di Pengadilan Tinggi)," kata Hakim Vernon sebagaimana dilaporkan kantor berita Bernama.

DNAA berarti terdakwa dibebaskan dari dakwaan, namun dapat dituntut lagi di kemudian hari.

Sebaliknya, putusan Mahkamah Persekutuan ini membuat Ambika bebas murni dan tidak bisa didakwa pidana atas kematian Adelina.

Dia mengaku kecewa dengan putusan tersebut karena tidak mencerminkan rasa keadilan.

"Bagaimanapun juga, kita tahu Adelina meninggal di rumah majikan dengan kondisi luka di sekujur tubuhnya karena infeksi yang tidak diobati. Dia tidak pernah dibawa ke dokter. Putusan itu menunjukkan bahwa tidak ada pihak yang bertanggung jawab atas kematian Adelina," kata dia.

"Sulit bagi kita untuk menerima bahwa ada seseorang yang meninggal sedemikian tragis di rumah majikannya, tapi tidak ada yang bertanggung jawab," papar Hermono kepada BBC News Indonesia dalam wawancara melalui sambungan telepon.

Soal jaksa yang meminta DNAA terhadap majikan Adelina juga menjadi faktor yang mengecewakan bagi Hermono.

"Jaksa tidak memberikan argumentasi yang jelas kenapa mengajukan DNAA, hanya mengatakan itu petunjuk atasannya. Bagaimana kok kasus sedemikian serius, tapi penanganannya tidak serius?," ungkap dia.

"Putusan ini mengirimkan pesan yang kurang baik bahwa hukum tidak memberikan perlindungan yang maksimal kepada korban-korban penyiksaan. Kita tahu banyak sekali pekerja kita yang mengalami penyiksaan," tutur Hermono.

Ke depan, menurut Hermono, pihaknya masih mempelajari kemungkinan mengajukan kasus perdata untuk kompensasi kepada keluarga Adelina.

"Tapi ini akan kita koordinasikan dengan Jakarta," ujarnya.

Mantan hakim Malaysia, Datuk Nor Faridah, menilai bebasnya majikan Adelina menunjukkan gugurnya keadilan.

"Asisten rumah tangga itu telah tewas! Ini bukan kasus penganiayaan yang menyebabkan cedera. Dia dibunuh. Siapapun yang bertanggung jawab harus dihukum!" serunya dalam pesan kepada BBC News Indonesia.

Lika-liku persidangan Adelina Lisao

Juni 2013

Adelina tiba di Malaysia. Umurnya 15 tahun namun dipalsukan menjadi 21 tahun.

Desember 2014
Adelina mulai bekerja sebagai asisten rumah tangga di Malaysia untuk majikannya bernama R Jayavartiny.

10 Februari 2018
Kepolisan Seberang Perai Tengah menerima pengaduan dari Warga Negara Malaysia, Por Cheng Han, terkait penyiksaan terhadap Adelina.

10 Februari 2018
Pukul 20.00 waktu setempat, polisi membawa Adelina ke Rumah Sakit Bukit Mertajam dan dilarikan ke ICU. Kondisi Adelina yakni trauma berat dan luka parah di kepala, serta infeksi di tangan dan kaki.

11 Februari 2018
Adelina dinyatakan meninggal dunia. Jaya dan kakak laki-lakinya ditahan di Kantor Polisi Seberang Perai Tengah.

12 Februari 2018
Polisi menangkap ibu kandung Jaya, Ambika MA Shan, yang diduga menganiaya Adelina.

12 Februari 2018
Hasil post-mortem Rumah Sakit Seberang Jaya Pulau Pinang menunjukkan penyebab kematian adalah kegagalan fungsi sejumlah organ dalam dan anemia.

15 Februari 2018
Jenazah Adelina diterbangkan ke Indonesia.

17 Februari 2018
Jenazah Adelina tiba di kampung halaman di Kupang, Nusa Tenggara Timur.

17 Februari 2018
Ambika ditahan dengan tuntutan pasal 302 Kanun Keseksaan Bunuh (pidana pembunuhan) dengan ancaman hukuman mati.

19 April 2018
Sidang pertama kasus Adelina Lisao di Mahkamah Majistreet Bukit Mertajam. Setelah beberapa kali sidang, kasus dipindahkan ke Mahkamah Tinggi Pulau Pinang.

18 April 2019
Jaksa Penuntut Umum mengajukan permohonan Discharge Not Amounting To Acquittal (DNAA) atau terdakwa dibebaskan dan dapat dituntut lagi di kemudian hari.

Hakim beranggapan bahwa pihak jaksa tidak mempersiapkan berkas tuntutan sesuai dengan waktu yang telah diberikan dan tidak dapat menjelaskan alasan permohonan DNAA.

Dengan mempertimbangkan usia Ambika yang sudah tua (60 tahun) dan sakit, maka hakim memutuskan untuk membebaskan terdakwa dan terdakwa tidak dapat dituntut kembali di kemudian hari atau Discharge Amounting to Acquital (DAA).

10 Mei 2019
Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri bertemu dengan Jaksa Agung Malaysia, Tommy Thomas, untuk membicarakan perlindungan bagi Pekerja Migran Indonesia (PMI), termasuk di antaranya mendesak pihak Kejaksaan segera banding kasus Adelina.

14 Juni 2019
Pihak Attorney General Chambers (AGC) atau Kejaksaan Agung mengajukan banding ke Mahkamah Rayuan Putrajaya.

22 September 2020
Mahkamah Rayuan Putrajaya menolak banding jaksa dan menguatkan putusan hakim Mahkamah Tinggi Pulau Pinang untuk membebaskan Ambika.

24 September 2020
Pihak Kejaksaan mendaftarkan kasasi terhadap putusan Mahkamah Rayuan Putrajaya ke Mahkamah Persekutuan.

1 Oktober 2020
Konjen RI Penang dan KBRI Kuala Lumpur bertemu dengan Jaksa Agung Malaysia dan menyampaikan:

a. Tidak puas dengan Putusan Mahkamah Rayuan Malaysia;

b. Memohon perhatian lebih Kejaksaan Agung Malaysia dalam menangani kasus Adelina Lisao, selain hal ini mendapat perhatian besar publik di Indonesia, Malaysia dan dunia, juga terkait isu pelindungan pekerja migran di Malaysia; dan

c. Berharap akan tercipta keadilan bagi mendiang Adelina Lisao.

9 Desember 2021
Mahkamah Persekutuan membuka substansi kasasi.

Sementara itu anggota parlemen Malaysia dari Bukit Mertajam, Steven Sim yang melihat sendiri kondisi Adelina pada hari terakhirnya, mengaku sedih dengan putusan pengadilan.

"Saya sangat sedih dengan putusan ini. Ini benar-benar hari yang kelam bagi kami, ketika seorang warga asing muda yang menjadi korban penyelundupan manusia ke negara kami dan kemudian didapati telah disiksa dan meninggal, tapi tidak ada yang dihukum atas kejahatan apapun," jelasnya kepada BBC News Indonesia.

Adapun Alex Ong dari lembaga Migrant Care menilai putusan Mahkamah Persekutuan disebabkan rendahnya kemampuan investigasi kriminal dan penuntutan.

"Kami menyesali hasil kasus ini. Penegakan hukum Malaysia terhadap kebijakan buruk sistem online asisten rumah tangga telah menciptakan ribuan korban yang diselundupkan menjadi dikorbankan.

"Kita memerlukan langkah-langkah korektif pada reformasi legislasi untuk menangani gugurnya keadilan dengan banyak hukum pidana serta memperbaiki praktik-praktik buruk dalam penegakan hukum."

Pada umur 15 tahun, Juni 2013, ia berangkat ke Malaysia pertama kali dengan visa pelancong melalui sponsor perorangan.

Di Indonesia, umurnya dipalsukan menjadi 21 tahun dan mengaku berasal dari Medan, Sumatera Utara.

Dalam catatan Kementerian Luar Negeri, setiba di Kuala Lumpur, Malaysia, majikan Adelina mengkonversi visa kunjungan singkatnya menjadi izin kerja sebagai PRT selama setahun.

Setelah izin habis, Adelina pulang ke Indonesia. Tapi, tiga bulan kemudian, Adelina kembali ke Malaysia menggunakan visa turis, dan bekerja untuk Jayavartiny Rajamanickam (anak dari Ambika) di Penang.

Di situ, Adelina bekerja sebagai PRT secara ilegal karena majikan tidak mengurus izin kerja, asuransi dan kontrak kerja.

Empat tahun berlalu, tepatnya 10 Februari 2018, Kepolisian Seberang Perai Tengah menyelamatkan Adelina dari penyiksaan dan membawanya ke rumah sakit setelah mendapatkan informasi dari para tetangga yang mendengarnya mengerang kesakitan.

Saat dievakuasi petugas, Adelina disebut mengalami kurang gizi, luka-luka parah (tangan dan kaki penuh luka bakar, wajah bengkak), dan ketakutan.

Adelina bahkan disebut hampir tidak bisa berjalan dan diduga dipaksa tidur di beranda rumah bersama anjing - majikannya dikabarkan tak mau cairan dari luka-luka di tubuhnya membuat kotor dalam rumah mereka.

Keesokan harinya, Adelina dinyatakan meninggal dunia, dengan dugaan Ambika melakukan penganiayaan.

Hasil otopsi (post mortem) rumah sakit menunjukkan, penyebab kematian adalah kegagalan multiorgan sekunder karena anemia (kemungkinan pengabaian).

https://regional.kompas.com/read/2022/06/24/055900878/soal-kematian-buruh-migran-adelina-lisao-di-malaysia-majikan-dibebaskan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke